Bab 3 : Brothers

814 60 0
                                    

Langit malam mengingatkanku pada dirinya. Ia pergi bersama lukanya yang belum mengering. Luka yang aku tinggalkan.

-Azra

***

Bel pulang sekolah berbunyi. Sudah berjam-jam Azra dan Zemira saling berdiam-diaman. Keduanya enggan untuk membuka pembicaraan.

Saat tengah membereskan benda-benda miliknya, Azra kalut dalam pikirannya. Ia sedang mencari cara untuk mendapatkan kepercayaan Zemira kembali---walaupun sulit. Ia sebenarnya sempat berpikir bahwa Zemira tidak akan pernah mau kembali bersamanya.

Bagaimana tidak? Setelah sekian banyaknya pengorbanan yang perempuan itu lakukan---ia justru mendapat sial, ampas. Laki-laki yang ia temani hingga menjadi sangat sukses, justru mengkhianatinya. Ia bahkan rela untuk meninggalkan keluarga dan gelimang harta yang orangtuanya berikan---hanya untuk laki-laki tidak tahu diri seperti Azra.

Setelah selesai membereskan barang-barangnya, Azra beranjak dari tempat duduknya. Ia melirik ke samping, ke arah Zemira. Gadis itu tampak sedang memainkan ponselnya.

Azra menelan ludahnya. Dengan ragu, ia berkata, "Kamu ga pulang, Zem?"

Zemira mendongakkan kepalanya, menatap Azra sekilas, namun kembali memfokuskan perhatiannya kepada ponselnya.

"Belum," balas Zemira, singkat seperti biasanya.

"Aku pulang duluan, ya?" ujar Azra, berpamitan, walau sebenarnya pamitnya tidak berarti apapun bagi Zemira.

Hening. Azra tidak mendapat jawaban apapun dari gadis cantik di sebelahnya. Gadis itu mengacuhkannya, menganggap ucapannya hanya sekedar angin lalu.

"Ya udah. Duluan, ya?" ujarnya, yang lagi-lagi tidak mendapat balasan apapun.

Dengan langkah yang terasa berat, Azra meninggalkan ruangan tersebut. Ruangan yang kini hanya tersisa Zemira seorang.

Zemira menghela napasnya. Akhirnya ia sendiri. Laki-laki cerewet itu akhirnya meninggalkannya. Perempuan itu kembali fokus pada layar ponselnya.

Vania:
Lo beneran mau ikut ekskul lukis?

Zemira:
Iya.

Vania:
Setau gue, mereka masih nerima anggota. Secara, ekskul mereka sepi banget. Lo yakin nih?

Zemira:
Iya. Gue ekskul buat nyari kesibukan.

Vania:
Lo masih di kelas?

Zemira:
Masih.

Vania:
Wait, gue ke kelas lo sekarang.

Zemira:
Oke.

Zemira tersenyum tipis. Ia, kemudian menaruh ponselnya ke dalam saku roknya. Duduk manis, ia menunggu Vania.

Tak lama berselang, terlihat Vania yang berlari cepat. Gadis cantik berambut pendek itu masuk ke dalam kelas Zemira dengan ekspresi gembira.

"Ayok," ujarnya.

Zemira berdiri dari tempatnya duduk, kemudian berjalan mendekati Vania. Keduanya pergi meninggalkan ruang kelas tersebut, membuat tempat itu kosong seketika.

Kaukritya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang