dua puluh tujuh

20.5K 1.8K 148
                                    







Kaili kembali terbangun dengan air mata yang terus menuruni pipinya. Lelaki itu bahkan sampai sesenggukan dan tubuhnya tampak bergetar pelan. Keringat yang keluar bahkan sampai membuat piyamanya basah kuyup.

Kaili mengusap wajahnya kasar sebelum menyugar rambut agak panjangnya ke belakang. Bayangan tentang mimpinya tadi kembali muncul dan menghantarkan rasa sesak di dadanya. Rasa sesak itu terasa semakin menyiksa ketika ingatannya memutar salah satu ucapan yang tidak ia ketahui berasal dari siapa.

Daddy, i hate Papa.

Air mata lelaki itu kembali keluar saat otaknya kembali mengeja kalimat itu. Kenapa rasanya begitu menyakitkan? Rasa sakit ini bahkan tidak pernah Kaili rasakan sebelumnya. Rasa sakit ini seperti semua organ penopang hidupnya dicabut paksa secara bersamaan.

"Ya Tuhan, sakit sekali." Kaili menyembunyikan wajahnya ke lutut. Merasa jika mimpi itu terus membayanginya tanpa henti membuat lelaki itu bergegas mengambil kotak penyimpanan obat di laci meja. Ia mengobrak-abrik tumpukan obat dan menemukan apa yang dicarinya. Tanpa pikir panjang, dia langsung menelan obat itu tanpa bantuan air putih setetes pun.

Setelah menaruh kotak obat ke posisi awal, Kaili kembali ke ranjang dan kembali menutup mata seraya mencengkeram erat sisi selimut. Saat rasa kantuk kembali datang, tangan kirinya tanpa sadar menelusup masuk ke dalam piyama dan mengusap perut buncitnya pelan tanpa henti. Itu terus dia lakukan sampai efek obat tidur yang ia konsumsi merenggut kesadarannya.



****



Pagi harinya, Kaili terbangun dengan rasa sakit yang teramat sangat di bagian kepala. Dia terus berdesis kesakitan seraya bangkit dan duduk di ranjang dengan mata yang berkunang-kunang. Setelah mengatur napas cukup lama, lelaki itu baru bangkit dari ranjang untuk membersihkan diri.

Lima belas menit berlalu dan Kaili pun sudah terlihat segar. Hanya saja kantung matanya memang sedikit mengganggu, namun lelaki itu memiliki abai. Setelah mencepol rambutnya asal, dia langsung beranjak menuju lantai satu untuk sarapan.

Di meja makan tidak terlihat siapa pun selain para pelayan yang berlalu lalang. Kaili sempat heran dengan banyaknya pelayan di mansion ini,  mengingat Gabriel hanya tinggal sendiri di sini sebelumnya.

"Silakan, Tuan Kaili." Seorang pelayan menarik salah satu kursi dan dibalas anggukan samar oleh Kaili.

Lelaki manis itu menatap satu persatu makanan yang hampir memenuhi meja makan, hingga ia kembali mendongak ketika teringat sesuatu. "Di mana Gabriel?"

"Tuan besar sedang melakukan perjalanan bisnis ke Las Vegas, Tuan."

Mendengar itu, gerakan tangan Kaili yang akan meraih segelas air langsung terhenti. Gabriel pergi ke Las Vegas? Tumben sekali dominan itu tidak memberitahunya.

Memang, setelah membicarakan sesuatu dengan Noah kemarin, sikap Gabriel sedikit berubah. Bahkan semalam saat makan malam, Gabriel tidak keluar sama sekali dari ruang kerjanya. Sebenarnya, Kaili ingin menghampiri dan mengajak pria itu untuk makan malam bersama, namun karena rasa gengsi alhasil dia tidak jadi melakukannya.

"Kapan dia pergi?" Kaili bertanya lagi.

"Jam empat pagi tadi, Tuan."

Kaili mengangguk dan memilih untuk fokus sarapan. Biarlah, setelah masalah bisnis Gabriel selesai, pasti pria itu akan kembali menggila seperti semula. "Ah, ya, tolong buatkan susu kehamilan untukku." Kaili bersuara sebelum menyuap bubur. "Susunya rasa cokelat."

Crazy Obsession [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang