𝐏𝐀𝐑𝐓 9

10.4K 563 28
                                    

Haechan...

Haechan...

Haechan...

Suara itu samar-samar memanggil nama Haechan. Saat mendengar namanya dipanggil, Haechan memandang ke sekelilingnya. Ingin tahu siapa yang sedang memanggilnya saat ini.

Tepat dihadapannya, berdiri seorang pria yang dia kenali. Haechan mengukir senyuman pada wajahnya.

"Dheo." Panggil Haechan yang mencuba untuk melangkah kearah Dheo.

Dheo menatap kearah Haechan dengan senyuman diwajahnya. Kaki mereka berdua saling melangkah bersama ingin mendekati antara satu sama lain.

Baru saja selangkah lagi ingin berdiri berhadapan, bunyi tembakan terdengar menggema.

Dor!

Haechan memejamkan matanya dan menutup kedua telinganya saat dia kaget mendengar bunyi tembakan itu. Setelah tiada lagi bunyi itu, perlahan Haechan membuka matanya.

"Hae-haechan..."

Mata Haechan terbuka luas saat mendapati dada disebelah diri Dheo sudah berdarah. Perlahan tubuh Dheo mula terjatuh ke belakang.

"Dheo!" Haechan menggapai tangan Dheo dan memeluk tubuh besar milik Dheo. Air mata sudah mengalir membasahi pipinya.

Karna tidak mampu menahan tubuh Dheo yang lebih besar dan berat itu, Haechan terduduk dengan memeluk erat tubuh Dheo yang sudah dibasahi dengan darah yang mengalir keluar.

"Dheo...tolong buka mata kamu. Aku mohon Dheo...hiks...jangan ninggalin aku...hiks...aku butuh kamu..." Haechan menepuk lembut pipi Dheo yang mulai kehilangan kesadaran.

"Hae-haechan...aku...aku... mencintai dirimu..." Ucap Dheo dengan putus-putus dan darah yang mulai keluar dari mulutnya.

Haechan menggeleng kepalanya laju. Air mata berjatuhan mengenai wajah Dheo.

"Gak...jangan bicara lagi Dheo. Kamu harus tahan bentar aja. Aku mohon. Please tahan bentar aja." Haechan mulai memandang sekelilingnya.

Hanya cahaya putih. Tiada sesiapa, tiada apa-apa yang ada disekitarnya.

"Haechan...aku...cin..." Tangan Dheo yang tadi ingin menyentuh wajah Haechan, terjatuh begitu saja.

Haechan mematung. Pria yang ada di pangkuannya saat ini, telah menutup matanya. Rasa sesak di dada Haechan mulai rasakan.

Dengan tangan yang bergetar, Haechan ingin menyentuh hidung Dheo. Ingin memastikan sama ada pria itu benar-benar meninggalkan dirinya atau hanya ingin membohonginya saja.

Tiada nafas. Dadanya berhenti berdetak. Air mata Haechan semakin laju bercucuran membasahi pipinya.

"Dheo!" Haechan memeluk erat tubuh Dheo yang sudah kaku dan dingin.

"Dheo!"

Dahi penuh dengan keringat. Nafas Haechan terengah-engah saat terbangun dari tidurnya. Sisa air mata masih mengalir di pipinya.

"Aku ada dimana?" Soal Haechan sendirian. Haechan menatap ke seluruh tempat. Dan rupanya, dia baru menyadari jika dia ada di ruang istirahat.

"Astaga. Cuma mimpi rupanya. Aku pikir beneran.  Mana kayak bener lagi kejadiannya." Haechan mengatur kembali pernafasannya.

Teringat dengan mimpinya tentang Dheo, Haechan termenung. Mimpinya tadi begitu ngeri untuknya.

"Dheo apa kabar ya. Dia baik-baik aja, kan? Andai aja aku sama dia udah tukeran nomor. Pasti udah aku hubungi." Gumam Haechan sendirian.

He Is Sunshine | Haechan haremTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang