Chapter 4 🔞

214 2 3
                                    

"Kemana Zero? Padahal hari ini dia harus latihan," gumam Astra. Astra tengah mencari Zero karena hari ini adalah jadwal latihan Zero. Astra mencari Zero hingga dia mendekati sebuah bangunan tua. Astra mendengar suara seperti suara-suara pukulan dan benda-benda yang jatuh. Awalnya dia mengira kalau Zero yang berada di dalam bangunan tua itu, mengingat kalau Leo pernah menceritakan pada Astra tentang perilaku aneh Zero selama dia melatihnya. Leo mengatakan kalau Zero berlatih dengan penuh emosi seperti ada sesuatu yang mengganjal hatinya, tapi Zero enggan menceritakannya pada Leo.

Astra berpikir kalau perilaku Zero ini ada hubungannya dengan masalah Max. Astra teringat kalau Max pernah berbicara dengannya tentang masalah yang dia alami, tapi tidak pernah lagi setelah atasannya Max yang bernama Frost memergokinya dan segera menyeretnya, menjauhkan Max dari Astra. Satu-satunya hal yang diingat Astra ketika dia berpisah dengan Max hanyalah satu kalimat.

"Aku akan baik-baik saja, jadi jangan khawatir tentang aku."

Setelah itu, Astra tidak pernah lagi berbicara dengan Max. Kalaupun dia bertemu dengan Max, Max akan segera mengabaikannya, walaupun Astra memanggilnya. Satu-satunya momen ketika Astra melihat Max lagi adalah ketika dia menemukan Max dalam kondisi tidak sadarkan diri dan tubuhnya yang dipenuhi luka-luka.

Astra berniat untuk mengecek bangunan tua itu karena Astra berpikir kalau itu mungkin Zero yang sedang melampiaskan kekesalannya karena suatu hal. Ketika Astra mencoba untuk membuka pintu, ternyata dikunci! Astra pun berpikir untuk melihat situasi terlebih dahulu dengan mengintip lewat jendela.

Ternyata dugaan Astra salah! Kini dirinya telah menjadi saksi dari kejadian yang mengerikan.

Max telah dihajar habis-habisan oleh Frost. Tubuhnya yang sebelumnya hampir pulih, kini kembali dipenuhi oleh luka-luka baru. Badan Max juga dipenuhi memar-memar di sekujur tubuhnya.

"Sekarang tahap terakhir untuk mendisplinkan bawahanku," kata Frost.

Frost memulainya dengan menjilat mulut Max dan kedua tangannya menyentuh seluruh tubuh Max tanpa persetujuan dari Max. Frost melanjutkan perbuatannya dengan mengigit leher Max, membuat Max mengerang.

"Ngg..., Frost-san, j-jangan...," larang Max dengan lirih.

"Jangan apa? Maksudmu jangan ini?" Frost memegang bagian privat Max dan menggosoknya dengan tempo yang sangat cepat, lalu dia memasukkan jarinya kedalam lubang milik Max. Max tidak terima dengan perbuatan Frost, tapi dia .tidak bisa melawan karena rasa sakit di sekujur tubuhnya. Max terbaring dengan pasrah, dengan air mata mengalir membasahi pipinya.

"Tahap selanjutnya...," Frost memaksa Max untuk membalikkan badannya hingga posisi Max membelakangi Frost, lalu Frost memasukkan bagian privatnya kedalam lubang milik Max.

"J-jangan...," desah Max dengan suaranya yang lirih. Tetapi Frost tidak peduli, dia pun menggerakkan bagian privatnya di dalam lubang milik Max dengan tempo yang cepat.

Max mengerang, tapi dia sudah tidak punya tenaga untuk berteriak, apalagi melawan. Dia tidak merasakan kenikmatan ketika Frost melakukan itu padanya, hanya ada rasa sakit. Kini Max benar-benar menangis, merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya sekaligus merasa dirinya telah dikotori karena diperlakukan secara tidak senonoh oleh atasannya.

Kejadian itu cukup mengerikan bagi Astra. Begitu mengerikan sehingga bisa memicu PTSD bagi Astra.

"Aku tidak percaya ini! Aku tidak menyangka seperti ini perlakuan Frost pada Max," gumam Astra. Astra berusaha untuk pergi tanpa membuat suara, tapi sayangnya, dia tidak sengaja menendang barang-barang didekatnya hingga menimbulkan kegaduhan yang kemudian didengar oleh Frost.

"SIAPA ITU!"

"Gawat...," Astra pun dengan terpaksa meninggalkan tempat kejadian dengan secepat kilat.

Maaf kalau untuk chapter ini terlalu pendek. Sewaktu aku nulis ini, aku malu sekaligus pingin muntah ketika menulis adegan 18+.

He Shouldn't KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang