6

219 28 1
                                    

Mobil berwarna hijau army itu berhenti di depan halaman rumah Hans. Pemilik mobil tidak lain dan tidak bukan adalah Peter van Leeuwen dan Klarisa Robert, orang tua dari Hans yang datang ke Yogyakarta untuk menghadiri sebuah acara.

Joko yang kebetulan hendak ke mobil Hans pun buru-buru membukakan pagar saat melihat orang tua dari tuannya itu keluar dari mobil.

"Di mana Hans?" tanya Peter dengan aksen Belandanya.

"Tuan Hans ada di dalam, Tuan." jawab Joko sopan. Ia bersyukur karena Peter fasih berbahasa Indonesia sementara Klarisa tidak terlalu pandai, ia lebih sering menggunakan bahasa Belanda atau bahasa Inggris dalam berkomunikasi.

Peter dan Klarisa berjalan masuk ke dalam rumah dan menyerahkan barang bawaan mereka pada Joko.

Hans yang sedang duduk di kursi meja makan sambil menikmati sarapannya belum menyadari kalau orang tuanya datang.

"Putraku," panggil Klarisa dengan bahasa Belanda yang sontak membuat Hans cukup terkejut.

"Mama?"

Wanita berambut sewarna madu dengan gaya di gerai bergelombang itu berlari pelan kemudian memeluk putra semata wayangnya.

"Kenapa tidak memberi tahuku dulu? Aku bisa minta Lastri untuk membersihkan kamar kalian."

"Kami tidak akan lama, hanya empat hari." jawab Klarisa.

"Apa pekerjaanmu di sini berjalan lancar, Nak?" tanya Peter.

"Semuanya baik, Papa."

Peter mengangguk kemudian mengambil koran yang menggantung di rak khusus koran dan majalah yang ada di ruang makan.

"Papa dan Mama sudah makan? Lastri memasak terlalu banyak sup jagung pagi ini." ujar Hans. Ia memang selalu berbicara dengan bahasa formal dengan orang tuanya, namun hubungan mereka bertiga sangat dekat.

"Mama ingin mencobanya." jawab Klarisa sambil tersenyum.

Hans kemudian pergi ke dapur untuk mengambilkan semangkuk sup jagung dengan roti untuk sang Ibu dan membawanya kembali ke ruang makan.

"Papa dengan Hendrick baru memenangkan kejuaraan panahan di Amsterdam?" tanya Peter sambil menunjukkan foto Hendrick yang tercetak di koran. Bahkan fotonya sendiri nyaris mengambil seperempat bagian halaman koran.

"Ya, dan dia sangat senang di banggakan oleh Kakek." jawab Hans.

"Kakekmu memang terlalu menyayangi Hendrick, tapi kami tau dia juga menyayangimu." balas Klarisa kemudian memakan sup jagungnya.

"Entahlah, aku ragu soal itu. Kakek nampak tidak begitu senang saat aku berkunjung ke rumahnya."

Klarisa dan Peter hanya bisa diam sambil menghembuskan napas perlahan. Tangan Klarisa terulur menyentuh punggung tangan putranya dengan lembut.

"Jangan sedih, suatu saat Kakek pasti akan menunjukkan rasa bangga dan sayangnya padamu. Dia tidak seburuk itu." ujar Klarisa berusaha menghibur putranya.

"Aku tidak se-sedih itu, Ma." balas Hans sambil tersenyum. "Aku harus berangkat sekarang. Aku akan pulang pukul empat sore nanti." sambungnya berpamitan sambil berdiri dari kursinya.

Hans memakai jas cokelat yang tadi menggantung di sandaran kursinya sebelum kemudian mengecup pipi sang Ibu lalu berjalan meninggalkan rumahnya. Jangan tanya kenapa dia tidak mencium pipi Ayahnya, cara mereka menunjukkan "kemesraan" antara Ayah dan Anak adalah saling melempar bola kasti ke arah kepala, jadi tidak ada kecup pipi yang lembut.

Si Lengger Lanang || DISCONTINUED SEMENTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang