Satu minggu berjalan hingga akhirnya tiba waktu pertunjukkan di istana Sri Sultan. Para tamu undangan yang merupakan pejabat serta pengusaha sudah mulai memenuhi aula dan nampak berbincang ramah satu sama lain.
Bersama kedua orang tuanya, Hans berjalan memasuki area aula dan nampak tak begitu tertarik dengan acara yang di selenggarakan. Ia ikut pun hanya karena permintaan sang Ibu dengan alasan ingin menghabiskan waktu di luar bersama putra tercintanya.
"Selamat datang, Tuan van Leeuwen."
Hans menatap seorang pria yang usianya sudah lebih dari setengah abad itu. Pria yang sangat ramah, dan ia yakin bahwa pria itu adalah sosok Sri Sultan yang memimpin.
"Hans, kamu mau bergabung?" tanya Peter pada sang anak.
"Papa dan Mama bisa pergi dulu, saya masih ingin melihat-lihat." jawab Hans dengan menjaga formalitasnya di hadapan Sri Sultan.
Sepeninggalan ketiga orang tua itu, Hans hanya menolehkan kepalanya ke area sekitar tanpa ada niatan untuk menelisik lebih jauh.
"Selamat malam, Tuan."
Hans menoleh ke arah seorang laki-laki dengan pakaian beskap berwarna cokelat susu yang menyapanya dengan bahasa Belanda. Ia tidak pernah berpikir kalau ada orang Indonesia yang sangat fasih berbahasa Belanda.
"Selamat malam." jawab Hans namun dengan wajah yang cukup dingin.
"Saya lihat Anda nampak kurang tertarik dengan acara kami? Keberatan untuk duduk satu meja dengan saya?" tanya lelaki itu.
"Tidak masalah."
Lelaki itu berjalan mendapingi Hans menuju sebuah meja yang berada tepat di depan panggung pertunjukan.
"Malam ini keraton ingin menunjukan budaya lokal kepada para tamu, saya harap Tuan akan menikmati acara malam ini." ujarnya sambil tersenyum.
"Ah, maaf atas ketidak sopanan saya. Sejak tadi saya belum memperkenalkan diri," ujarnya menyambung kemudian mengulurkan tangannya. "Nama saya Romo, putra sulung dari Sri Sultan."
Hans sempat melirik ke arah tangan Romo sebelum kemudian menjabatnya.
"Saya Hans, putra dari Peter van Leeuwen."
"Pengusaha obat dan jamu?" tanya Romo.
"Betul."
Romo menganggukan kepalanya mengerti. Nama van Leeuwen memang sudah cukup terkenal di kalangan kaum elit. Obat-obatan yang di produksi berkualitas baik.
Acara malam itu terus berjalan dengan banyak obrolan serta penampilan dari beberapa kesenian tradisional. Hingga tibalah waktu penampilan penari Lengger Lanang yang kini mereka sudah memasuki panggung pertunjukan.
"Semua penari itu laki-laki." bisik Romo pada Hans yang duduk di sebelah kanannya.
Hans menatap panggung dengan seksama, bermaksud memastikan apakah penari yang menarik perhatiannya saat acara pernikahan Darmo kembali tampil malam ini.
Musik gamelan dan nyanyian sinden mulai mengalun dan para penari mulai melenggokan tubuhnya. Jika mereka yang tidak tahu fakta di balik para penari itu, mungkin mereka akan berpikir bahwa keempat penari adalah perempuan, namun nyatanya yang menonjol di dada mereka hanya sumpalan yang di pakai untuk menyempurnakan "penyamaran" mereka.
Hans terus fokus menatap setiap wajah penari itu. Hingga kemudian sosok yang tengah di carinya berhasil ditemukan oleh kedua matanya yang sempat bersibobrok dengan tatapan si penari.
'Wajahnya seperti Rayan?' batin Hans menerka.
Hans tak pernah menduga bahwa sisi feminine dan gemulai bisa ada dalam diri laki-laki. Mungkin di luar sana banyak lelaki yang sifatnya lemah lembut, namun ia tak berpikir bahwa mereka bisa mengambil gerak gerik lihai perempuan dalam menari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Lengger Lanang || DISCONTINUED SEMENTARA
FanfictionCast Utama: • Mark: Hans van Leeuwen • Haechan: Rayan Hadiswana • Mingyu : Hadiromo Pakabhumi Wicaka Rayan Hadiswana hanyalah seorang pribumi biasa. Tak ada yang istimewa darinya yang hanya seorang loper koran sekaligus seorang penari Lengger. Namu...