8

285 30 2
                                    

Anak panah yang dilepaskan Hendrick dari busurnya melesat dengan cepat ke arah papan target. Ia kembali menembak di angka 10 pada latihannya pagi ini, membuat rasa puas tersendiri karena semenjak kemenangannya, skor 10 terasa sangat mudah baginya.

"Bosan rasanya melihat anak panahmu di angka sepuluh."

Hendrick menoleh ke arah Jensen, teman latihannya yang baru saja datang tapi sudah mengomentarinya.

"Ya, aku pikir ini sangat mudah untuk di dapatkan sejak kemenanganku kemarin." balas Hendrick sedikit menyombongkan diri.

Jensen mendengus dan mengambil posisi latihan di sebelah Hendrick. Ia memasang anak panahnya kemudian membidik papan skor dengan kedua mata yang terbuka.

"Seharusnya aku yang ikut pertandingan kemarin." ujarnya kemudian melepaskan anak panahnya yang langsung menancap tepat di titik merah yang ada di tengah papan skor.

"Jangan salahkan aku. Kau sendiri yang membuat kakimu terkilir hingga bengkak."

Keduanya dengan kompak menyiapkan anak panah yang akan di lepaskan. Anak panah Hendrick dan Jensen melesat bersamaan namun menancap di poin yang berbeda.

"Aku melihat Niko." ujar Jensen sambil kembali mengambil anak panahnya.

"Aku juga melihatnya tadi. Dia semakin manis 'kan?"

Jensen sedikit mengerutkan dahinya bingung. "Sebenarnya apa yang kau lihat darinya? Van Leeuwen adalah keluarga terhormat, kau bisa mendapatkan wanita atau bahkan lelaki bangsawan mana pun, tapi kenapa malah melirik seorang tukang sapu?"

Hendrick tersenyum simpul. "Dia tukang sapu berpendidikan. Dia cerdas, manis, dan menarik meski sedikit galak."

"Kapan kau merasa jatuh hati padanya? Kau tiba-tiba datang padaku, lalu bilang kalau kau menyukai tukang sapu sekolah kita."

Hendrick tak langsung menjawab. Kedua tangannya berselip di dada dengan mata yang melirik acak, seakan menerawang kenapa dirinya bisa menyukai Niko.

"Saat aku tak sengaja melihatnya menari, tepat satu bulan yang lalu." jawabnya sambil mengingat-ingat waktu pertama kali dirinya melihat sosok Niko.

Flashback

Siang yang cukup terik saat Hendrick mengendarai mobilnya menuju rumah salah satu kerabatnya.

Mobilnya berbelok memasuki halaman sebuah rumah yang cukup besar. Rumah itu adalah milik Pak Jarwo, seorang pengusaha rokok dan pemilik kebun tembakau dan kopi terbesar di Yogyakarta, dan Hendrick adalah kawan dekat dari putra bungsu Pak Jarwo.

Hendrick keluar dari mobilnya sambil menenteng sebuah tas kertas berisi bingkisan untuk sang tuan rumah. Namun langkahnya berhenti sejenak kala ia mendengar suara seorang sanita yang seperti sedang mengkomando sesuatu.

Posisi rumah kedua di sebelah kiri rumah Pak Jarwo, Hendrick melihat seorang laki-laki muda yang nampak sedang berlatih menari. Di depannya ada seorang wanita, yang memberikan aba-aba dari setiap gerakannya.

Hendrick merasa sedikit asing dengan tarian si pemuda, nampak gemulai dan lebih cocok untuk di tarikan oleh perempuan. Hendrick tak bisa melihat wajah pemuda itu dengan jelas karena salah satu ciri khas rumah di daerah Yogyakarta adalah halaman di sekitar rumah yang cukup luas, sehingga membuat jarak antar rumah sedikit berjauhan.

"Kawan, sedang apa melamun di situ?"

Hendrick tersadar dari perhatiannya saat mendengar suara berat kawan dekatnya itu menegur. Pemuda berkaus biru dengan celana bahan berwarna hitam itu berjalan mendekati Hendrick.

Si Lengger Lanang || DISCONTINUED SEMENTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang