Hans sempat menolehkan kepala ke arah jam dinding yang ada di ruang tengah. Wajahnya menunjukan gurat malas yang tersamarkan dalam ekspresi datar, kala dirinya melihat sosok Elizabeth yang berkunjung ke rumahnya tanpa izin atau sekadar memberi kabar.
"Ada keperluan apa kau datang kemari?" tanya Hans dengan datar.
"Aku hanya berkunjung. Apa tidak boleh? Aku ingin lebih dekat denganmu, maka dari itu aku datang ke sini dan membawakanmu kue buatanku."
Hans menghembuskan napasnya perlahan kemudian berjalan ke dalam rumhnya dan tentu Elizabeth mengikutinya.
"Letakkan saja kuenya di atas meja, aku sedang banyak pekerjaan."
"Aku bisa menemanimu. Pasti jenuh jika bekerja sendirian."
"Tidak perlu. Itu malah akan menggangguku."
"Aku akan diam."
Hans benar-benar jengah menghadapi Elizabeth. Gadis itu sangat keras kepala dan tidak peduli dengan kondisi orang lain yang tidak ingin di ganggu.
Rumah Hans memang memiliki ruangan kerja khusus yang akan digunakan olehnya jika di hari libur ia masih memiliki banyak pekerjaan. Ruangan itu sekarang nampak hening, dengan Elizabeth yang duduk begitu saja di kursi yang berada tepat di hadapan Hans, hanya terpisah meja kerjanya yang berukuran cukup besar dan lebar.
"Apa pekerjaanmu banyak?" tanya Elizabeth yang baru lewat satu menit tapi jemari tangannya sudah bergerak gelisah menunggu Hans.
"Ya."
Elizabeth mengulum bibirnya saat mendapat jawaban terlampau singkat dari Hans.
"Hans, ini hari Minggu, bagaimana kalau kita jalan-jalan saja? Bukankah melelahkan harus bekerja meski sedang akhir pekan?"
Hans menghembuskan napasnya kasar kemudian melirik Elizsbeth dengan tatapan malas.
"Nona Eliza, bukankah dirimu sendiri yang ingin berkunjung ke sini dan bersedia menungguku bekerja? Tidak ada yang memintamu datang ke sini, jika memang kau tidak betah dan bosan dengan senang hati aku mempersilakanmu pergi."
"Kenapa kau bersikap tidak sopan begitu kepadaku?"
"Aku bersikap sesuai dengan siapa yang ada di depanku." balas Hans dengan acuh dan kembali berkutat dengan pekerjaannya.
Elizabeth yang kesal diacuhkan oleh Hans memilih untuk pergi dar rumah pemuda itu. Bahkan ia tidak ingat untuk memberi salam pada kedua orang tua Hans yang ada di rumah dan kebetulan baru duduk di sofa ruang tamu.
Hendrick yang berada di luar dan baru tiba di rumah Hans pun mengerutkan dahinya bingung saat melihat seorang gadis keluar dengan wajah merengut.
'Apa dia gadis yang ingin di jodohkan Kakek dengan Hans?' batin Hendrick sambil melangkah masuk ke dalam rumah Hans.
"Paman, Bibi, kalian merindukan keponakan tampan kalian ini?" tanya Hendrick sebagai salamnya terhadap kedua orang tua Hans. Pelukan hangat pun tak lupa ia berikan pada sepasang suami istri yang tengah duduk di ruang tamu dengan bacaan masing-masing.
"Aku bersyukur memiliki anak dan keponakan tampan sepertimu dan Hans. Pemandangan mataku selalu segar setiap hari." ujar Klarisa bercanda setelah melepas pelukan Hendrick.
"Bibi akan awet muda jika sering melihat pria tampan. Ah, di mana sepupu cerdasku itu?"
"Dia ada di ruang kerjanya."
Hendrick menganggukan kepalanya. "Baiklah, aku ingin menemuinya dulu."
Klarisa mengangguk dan membiarkan pemuda berhidung mancung itu menemui putranya. Hendrick membuka pintu ruangan Hans dan melihat pemuda itu tengah sibuk di meja kerjanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Lengger Lanang || DISCONTINUED SEMENTARA
FanfictionCast Utama: • Mark: Hans van Leeuwen • Haechan: Rayan Hadiswana • Mingyu : Hadiromo Pakabhumi Wicaka Rayan Hadiswana hanyalah seorang pribumi biasa. Tak ada yang istimewa darinya yang hanya seorang loper koran sekaligus seorang penari Lengger. Namu...