***
Salma sudah berusaha setenang mungkin untuk menahan rasa sakit yang amat sangat terasa di perutnya. Namun, rasanya sekarang sudah tidak bisa Ia tahan lagi."Ron.." lirihnya, sambil mencoba bangun dari posisi baringnya.
Masih belum ada respon apa-apa dari Rony, Ia pulas sekali.
"Ron..awwwsh" rintih Salma, kali ini Ia memanggil sambil mencoba menggoyangkan lengan suaminya itu.
Rony mulai memberikan respon, perlahan matanya terbuka.
"Awsssh.."
"Ca.."
Dengan reflek, Rony bangun dari posisinya dan mata yang auto segar. Ia mendadak panik dan takut."Sakitnya datang lagi ? Sekarang juga kita ke rumah sakit" Rony langsung beringsut dari tempat tidur menyambar tas besar berisi perlengkapan lahiran dan keperluan Salma lainnya.
"Ron..sakiiit banget"
Salma sudah bersimbah keringat. Butir-butir peluh sebesar biji kacang ijo menghiasi dahi dan pelipisnya.
"Tahan yah sayaang, aku telpon Mama sama Papa dulu. Nanti mereka nyusul aja ke rumah sakit"
Rony mengutak-atik handphonenya dan mulai berbicara dengan nada yang masih sangat sarat kepanikan yang luar biasa.
Setelahnya, Ia membantu Salma untuk bangkit dari tempat tidur. Membantu Salma mengenakan jilbabnya, untungnya saat itu Ia memakai terusan lengan panjang. Ah, memang sudah memprediksikan ini sejak kemarin-kemarin, sejak Ia mulai merasa bahwa perutnya sudah menunjukkan tanda-tanda kelahiran. Ia sudah berpengalaman.
"Anak-anak gimana ?" Tanya Salma saat mereka sudah duduk di dalam mobil.
"Aku udah telpon Syifa supaya besok pagi dia ke sini dulu jemput anak-anak terus nyusul ke Rumah Sakit"
"Pasti mereka nyariin aku assh" ucap Salma disertai rintihannya.
"Udah yah, gak usah mikirin itu. Aduh Ya Allah aku gemetar sayaang. Kamu tenang yah"
Rony berusaha untuk fokus menyetir, sesekali menengok ke arah Salma , perempuan itu nampak mengatur nafasnya berulang kali, tangannya intens mengelus perut besarnya.
Ah, semoga diberi kelancaran.
***
Salma sudah berada di ruang rawat, masih menunggu bukaannya. Terhitung sudah tiga jam sejak bukaan satu terjadi namun, sampai sekarang bukaannya tak kunjung bertambah padahal Salma sudah lemas sekali.Waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi, masih belum ada kemajuan.
"Sayaang kamu udah lemas banget. Operasi aja yah" entah sudah kali keberapa Rony mengulang penawarannya namun, Salma bersikukuh menolak dan tetap pada pendiriannya, melahirkan normal.
"Aku bisa kok" jawabnya sambil menggigit bibirnya, menahan sakit yang kembali muncul.
Rony ketar-ketir dibuatnya. Ia ngilu melihat Salma yang sudah ngos-ngosan.
"Ron..aku mau bangun"
Dengan sigap Rony membantu Salma bangun dari posisi telentangnya.
"Aaash..." Salma memejamkan matanya, mengigit bibirnya, sakitnya datang lagi.
Salma menumpukan kepalanya di bahu Rony, setengah memeluk. Ia duduk ditepi brankar, kakinya menjuntai kebawah. Rony mengelus punggung dan pinggang Salma.
"Anak-anak Papa ayook Nak, bantuin Mamanya. Berjuang sama-sama nyari jalan keluarnya" ujar Rony.
Sebenarnya Salma sudah sangat lelah dan mengantuk sekali tapi, rasa sakit di perutnya tak membiarkannya untuk memejamkan mata barang semenit saja.