41

1K 81 5
                                    

***
Salma memandangi wajah kedua putranya lamat-lamat. Khalil dan Khalif nampak begitu nyenyak, mungkin karena sudah kenyang habis disusui oleh Salma.

"Mama udah nyariin baby sitter. Besok pagi udah bisa masuk" ucap Rony yang entah sejak kapan sudah berdiri disamping Salma, ikut memandangi kedua putra mereka diatas tempat tidur.

Salma memandang Rony dengan tatapan melas.

"Ron.." lirih Salma

Rony menghela nafasnya sejenak dan menarik salah satu lengan Salma, mengajaknya untuk duduk dipinggir ranjang.

"Sal.. sepenuhnya Khalil dan Khalif akan jadi milik kita, milik kamu sebagai Ibu yang melahirkan mereka. Gak ada yang bisa mengganggu gugat ketetapan tersebut. Baby sitter yang datang besok tidak akan mengambil alih Khalil dan Khalif sepenuhnya. Dia hanya akan membantu untuk mengurus keperluan dan kebutuhan mereka, sesekali membantu kamu mengambilkan ini dan itu, sesekali juga menggendong mereka dengan ketentuan harus atas persetujuan atau permintaan dari kamu. Hanya itu" jelas Rony, berusaha memberikan pengertian pada Salma.

Memang, sejak keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu pembahasan mengenai baby sitter ini tidak pernah bisa dibicarakan dengan baik. Selalu saja ada perdebatan. Rony yang bersikukuh untuk menggunakan jasa baby sitter untuk membantu Salma mengurus Khalil dan Khalif mengingat kondisi istrinya itu sempat mengkhawatirkan saat persalinan. Namun, Salma juga bersikukuh menolak saran Rony tersebut. Salma merasa dirinya masih mampu untuk merawat kedua putranya, Khalil dan Khalif. Bukankah sebelumnya Ia juga yang merawat Kanaya dan Abidzar, seorang diri tanpa bantuan baby sitter ?

Kali ini sepertinya Salma harus berlapang dada, menerima kekalahannya. Argumennya tidak mendapat dukungan dari pihak manapun. Semua orang justru sependapat dengan Rony. Kedua orang tua, Ibu dan bapak mertuanya, bahkan Syifa adik iparnya yang selalu mendukungnya itu kali ini juga berseberangan dengannya.

"Kamu gak perlu khawatir ataupun takut, selamanya kamu akan jadi nomor satu untuk Khalil dan Khalif, Abidzar dan Kanaya, bahkan aku. Kami semua sayang banget sama kamu. Kami menginginkan yang terbaik untuk kamu. Kamu mau yah ?"

Salma menganggukkan kepalanya.

"Makasih..maaf aku keras kepala" Salma sudah melesakkan kepalanya dalam dekapan Rony. Tentu saja Rony menyambut dekapan tersebut dengan senang hati bahkan bapak empat anak itu juga sudah memberikan kecupan hangat dan lama di kening dan kedua pipi Salma.

"Tetep disini yah sayangku..sama aku dan anak-anak" ucap Rony.

"Selalu..sepenuhku". Lirih Salma, serius.

***
Sepagi ini Salma sudah berkutat di dapur, menyiapkan sarapan. Selepas menyusui si kembar bungsu pukul 05 subuh tadi Ia tidak kembali tidur lagi, tanggung.

Ia lebih santai dalam menyelesaikan acara memasaknya sebab Ia tahu anak-anak akan aman bersama Rony. Suaminya itu memilih untuk tidak lanjut tidur lagi selepas subuh dan memilih mengawasi si bungsu kembar.

"Pa..." Panggil Kanaya, muncul dari balik pintu dan berjalan sempoyongan mendekat kearah ranjang.

"Sst..kakak kenapa heem ?" Rony meletakkan ponsel di genggamannya, menyimpannya diatas nakas dan meraih tubuh putrinya itu, membawanya duduk ditepi ranjang bersama dirinya.

"Hari ini Kakak gak mau sekolah yah ?" Ucap Kanaya.

Rony menatap Kanaya dengan tatapan bingung.

"Loh..kenapa ? Kakak sakit ?"

Kanaya menggeleng pelan.

"Kakak mau di rumah aja sama Mama"

Rony menggelengkan kepalanya.

"Coba sini kakak liat Papa, dengerin Papa"

Kanaya merubah sedikit posisinya, menyerong dan menatap kearah Rony.

"Mama gak akan kemana-mana. Mama ada dirumah sama adik kembar. Nay hari ini udah banyak dikasi keringanan loh. Tadi pas abis sholat Nay langsung pergi, mukenahnya malah dirapiin sama Abang, semalam juga makanannya gak diabisin. Kok sekarang malah gak mau masuk sekolah sih. Nay udah gak mau jadi anak baik ?" Tanya Rony dengan intonasi yang dibuat sepelan dan selembut mungkin.

Rony bukannya tidak menyadari perubahan yang terjadi pada Kanaya akhir-akhir ini, sejak kedua adiknya lahir. Kanaya lebih susah diatur dari sebelumnya.

"Kalau Nay jadi anak baik memangnya Mama bakalan sayang lagi sama Nay ?"

Deg..

Pertanyaan polos dari Kanaya berhasil membuat Rony tertegun sepersekian detik.

Kekhawatirannya selama ini rupanya datang juga. Apa yang Ia takutkan akhirnya kejadian juga.

Rupanya Kanaya merasa tersisihkan. Putrinya itu merasa diabaikan oleh Mamanya.

Sekarang Ia bingung harus bagaimana menanggapi pertanyaan Kanaya.

Tiba-tiba..

"Loh..Naya kok belum siap-siap Nak. Abang Abi udah mandi tuh. Yook..siap-siap sama Bibi. Udah ditungguin tuh" Salma muncul dari balik pintu kamar.

"Pa.." lirih Kanaya dan menatap melas kearah Rony.

Salma berjalan mendekati ranjang.

"Kamu juga mandi gih..terus sarapan. Biar aku yang jagain Khalil sama Khalif dulu"

Salma sudah berdiri dihadapan Rony dan Kanaya.

"Kakak Nay..ayok dong sayang. Nanti terlambat"

Kanaya lantas bergerak dari posisi duduknya. Melangkah begitu saja.

Rony jelas menyadari perubahan pada raut wajah putri satu-satunya itu.

"Ca..bisa kamu aja yang bantu Naya bersiap ke sekolah ?"

"Gak bisa Ron..kalau aku yang bantuin Naya siap-siap terus siapa yang jagain Khalil sama Khalif. Kamu kan harus siap-siap juga"

Salma sudah bergerak menggendong Khalil yang entah sejak kapan sudah membuka matanya.

"Sal..kayaknya kita udah kelewatan deh"

Salma beralih menatap kearah Rony.

"Kelewatan gimana ? Apanya yang kelewatan ?"

"Nanti kita bicara. Sekarang kamu susulin Kanaya dulu sebelum dia memberontak"

"Terus ini ?" Tanya Salma dan menunjukkan Khalil yang ada dalam dekapannya.

"Biar sama aku..please"

"Apa sih Ron ?"

"Nanti kita bicara yah..sekarang toloong susulin Kanaya dulu. Aku takut dia memb..."
Ucapan Rony terpotong sebab..

"Pak..Bu..mohon maaf saya ganggu tapi, itu Non Kanaya anu.."

Bik Asri sudah berdiri di depan pintu dengan wajah paniknya.

"Naya kenapa Bik ?" Rony berjalan kearah Bik Asri.

"Non Kanaya marah-marah sambil nangis. Gak mau bibi sentuh" jawab Bik Asri.

Sebelum meninggalkan kamar mereka Rony sempat menoleh dan berkata kepada Salma.

"Sal..coba kamu pergi dari tadi"

Rony segera berlalu dari sana dengan wajah panik dan takutnya. Meninggalkan Salma yang masih tertegun dan pikirannya yang mengawang. Mengumpulkan satu persatu ingatannya, kapan terakhir Ia bercanda dengan putrinya itu.

Seketika Ia dilanda perasaan bersalah.

"Naya.." lirih Salma

***
Salam hangat

Salmocean💙

TETAP DISINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang