Prolog

71 5 8
                                    

"Berlayarlah, Nak. Hingga kau mampu menghadapi badai. Dan berhasil melewatinya tanpa tenggelam."
- Bayu Khadafi

Suasana di kapal Blue Water 101 amat mencekam, gelap, petir menggelegar dengan kerasnya. Ombak besar membuat kapal bermuatan hampir dua ribu orang ini terombang ambing kesana kemari. Hanya doa-doa yang terdengar di setiap sudut kapal.

Nahkoda dengan sekuat tenaga berusaha menyelamatkan semua nyawa dalam kapalnya. Dan memutuskan untuk mencari pulau terdekat untuk menunda perjalanan.

"Kita berdoa saja, November memang sedang musimnya hujan dan badai. Semua akan selamat." Ucap salah satu awak kapal berusaha menenangkan para penumpang.

"Saat ini nahkoda sedang mencari pulau atau pelabuhan terdekat agar kita bisa beristirahat sampai badai reda, badai ini di luar prediksi cuaca. Padahal sebelum berlayar sudah di pastikan cuaca akan cerah, tapi Tuhan punya kendalinya sendiri. " Lanjutnya.

Peter, Sang Nahkoda telah menemukan titik pelabuhan terdekat yang berjarak hampir satu mil. Dan memutuskan untuk menepi hingga badai reda. Harap-harap badai reda di tengah perjalanan menuju pelabuhan.

Nay gelisah, ia hanya memikirkan bayinya yang baru berusia dua minggu. Satu-satunya penumpang bayi di kapal ini. Ia takut bayinya kenapa-napa karena badai yang amat besar menggoncang kapal.

"Bayi kita ini kuat, Nay. Tidak perlu khawatir, ku pastikan dia akan menjadi wanita tangguh nantinya. Ini hanya badai sepele." Suami Nay - Bayu membaca kegelisahan istrinya, berusaha menenangkan. Padahal, pikirannya sendiri juga kacau.

Tiba-tiba kapal tergoncang lumayan keras. Seketika semua senyap.

"KAPAL AKAN TENGGELAM! BARU SAJA MENGHANTAM BATU YANG AMAT BESAR!" Teriak bocah berusia kurang lebih sepuluh tahun. Berhasil membuat panik seluruh penumpang.

Semua panik, berlari keluar untuk menyelamatkan diri. Awak kapal dan seluruh petugas bingung, hal ini bisa membuat kapal lebih cepat tenggelam.

Peter segera menghubungi Pelabuhan terdekat, mengabarkan bahwa kapal mereka akan tenggelam. Meskipun tau, bahwa keajaiban hanya terjadi satu persen kemungkinan.

"Bagaimana bisa ini terjadi?" Tanya salah satu awak kapal.

"Ombak besar itu membuat karang tidak tetlihat, hingga terjadi tabrakan yang sangat keras di bagian bawah. Tolong, informasikan kepada semua orang yang berada di lantai satu untuk naik keatas." Jelas Peter dengan suara bergetar.

Peter menggerakkan Kapal ke tepian, semoga masih ada waktu agar mereka bisa berenang ketepian.

Namun, pelabuhan masih setengah mil lagi. Kapal sudah tak mampu menampung banyak air dan mulai tenggelam perlahan. Peter memerintahkan awak kapal untuk menyiapkan perahu darurat yang masih tersisa.

Beberapa orang yang panik justru melompat kedalam air berharap mereka kuat berenang ketepian. Peter hanya bisa menghela nafas berat.

Perahu kecil ini hanya mampu menampung maksimal lima orang. Semua orang pasrah tak saling egois karena tahu perahu ini belum tentu menyelamatkan mereka dari badai yang mungkin akan terjadi.

Para orang tua lebih dulu di turunkan kelaut, dan bergantian hingga perahu darurat habis. Nay dan Bayu yang berada paling akhir tidak kebagian perahu darurat. Dengan lantang Nay memohon agar kapalnya terakhir mau membawa anaknya hingga bantuan datang.

Dan seorang bapak baik menyetujuinya, di gendong bayi manis itu dalam pelukan yang hangat sambil berdoa agar orang tua bayi itu ikut selamat.

"Dayung perahu perlahan ke sana! Usahakan tetap tenang dan seimbang. Tetap ke arah yang sama menuju pelabuhan terdekat" Pesan Peter kepada penumpang yang semoga berhasil selamat.

OMBAK KEHIDUPAN - "Renjana di balik pesisir hati"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang