02

11 4 0
                                    

Padma langsung membawa Alara ke rumah sakit saat itu juga. Untungnya hasil rongent menyatakan tidak ada cedera yang serius. Alara hanya di minta beristirahat dan tidak dulu melakukan aktivitas yang terlalu berat.

Sesampainya di rumah, Alara segera berbaring di tempat tidurnya. Padma ikut masuk ke dalam kamar. Dia syok mendengar bahwa Alara mengalami perundungan hingga hampir mengancam nyawanya.

Padma yakin, ini bukan pertama kalinya. Sebab seringkali Alara pulang dalam keadaan kacau. Entah kotor, kesakitan, bahkan pernah pulang tanpa sepatu.
Dan Alara selalu membuat alasan agar Ibu dan Ayahnya tak khawatir.

"Nak, jadi begitu yang kau alami setiap hari di sekolah selama tiga tahun ini?" Pertanyaan yang terlalu membuat dada Padma sesak.

"Bicara saja, Nak. Ibu trauma melihat kamu seperti tadi. Ibu sangat takut."

Alara memberanikan diri menatap mata ibunya, dan benar saja sudah ada genangan air mata yang hampir keluar yang di tahan Padma sekuat tenaga.

"Maaf." Hanya itu yang mampu keluar dari mulut Alara.

Alara langsung memeluk ibunya, Padma mengecup kepala Alara. Membalas pelukan tak kalah eratnya. Dia merasa bersalah karena tak mengetahui nasib malang anak kesayangannya. Dia takut suaminya marah bila mengetahui kejadian ini.

"Ibu yang minta maaf, Nak. Ibu tak pernah menanyakan bagaimana teman-temanmu di sekolah. Ibu hanya tahu kau anak yang pintar, tapi ibu tak pernah tahu kalau kamu tak punya teman." Padma mengatakannya dengan berlinang air mata. Dia teringat bagaimana perjuangan orang tua kandung Alara menyelamatkan nyawa Alara bahkan mengorbankan diri mereka sendiri. Padma merasa gagal menepati janjinya sendiri untuk memberikan kasih sayang dan perlindungan untuk Alara.

Brama datang dengan tergesa-gesa. Langsung menghampiri keduanya di kamar.

"Kamu tidak apa-apa kan, Nak?" Tanya Brama sorot matanya tak bisa bohong bahwa dia benar-benar khawatir.

Alara menggeleng, "Alara tadi hanya tak siap melawan, makanya Alara kalah. Kalau mereka tidak secara tiba-tiba menarik tangan Alara ke gudang. Pasti Alara siap melawan mereka. Biasanya juga Alara selalu melawan, Ibu dan Ayah tidak perlu khawatir. Anak kalian ini kuat dan hebat." Alara mencoba meyakinkan kedua orang tuanya.

"Dasar kau ini. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan cerita. Kami ini orang tuamu. Entah nantinya kamu salah atau tidak asal kamu jujur, pasti kami akan memberikan nasihat yang terbaik." Ucap Brama.

"Iya, Ayah. Dua bulan lagi ini selesai, aku kuat kok. Semoga nanti masa SMA aku tidak mengalami kejadian seperti ini. Dan aku harap nanti aku dapat banyak teman." Alara berujar dengan girangnya.

"Iya, Nak. Ayah akan carikan kamu sekolah terbaik sambil menunggu rumah kita siap di huni."

Alara tersenyum, mereka lantas berpelukan. Keluarga kecil yang bahagia. Biarlah tentang masa lalu ini menjadi rahasia, akan ada saatnya Alara perlu tahu. Nanti, saat Alara sudah siap menerima soal kehilangan.

***

Tak terasa dua bulan berlalu begitu cepat, hari ini hari pertama Ujian Kelulusan SMP Lentera Kasih. 'Lentera Kasih' nama yang seharusnya memberi makna bahwa setiap yang bersekolah di sana akan menerima kasih sayang. Namun, tetap saja masih ada murid yang mengalami perundungan. Semoga saja kedepannya masalah ini bisa segera teratasi.

Alara bukan anak yang lemah, tapi selalu menjadi sasaran perundungan oleh Julia. Bukannya Alara tak mau membalas dengan setimpal dia hanya takut nanti malah dia yang di kira tersangka. Jadi, dia hanya melawan sekenanya. Dan minggu ini adalah minggu yang paling dia nantikan. Masa SMP yang sama sekali tidak mengesankan akan segera berakhir.

OMBAK KEHIDUPAN - "Renjana di balik pesisir hati"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang