"Laut, aliranmu berhasil membuatku tenang. Ombak yang berisik itu berhasil membuat sunyi isi kepalaku. Lantas mengapa akhirnya aku kau tenggelamkan hingga nafasku tercekat?"
~ Alara Raynelle
⚠️⚠️⚠️⚠️
Cerita ini hanya imajinasi semata, latar tempat...
"Bahkan tempat yang kita sukai adalah luka untuk kita sendiri." ***
Kemarin acara yang sangat menyenangkan bagi mereka. Menyatu dengan alam, meluapkan segala hal yang telah lama dipendam sambil bertukar cerita, dan itu membuat mereka semakin erat.
Alara sendiri masih kaget, dulu teman-temannya berpesan agar tak saling jatuh cinta dan membuat pertemanan mereka hancur. Tapi, endingnya malah jadi couple semua untung saja dia tidak jomblo sendiri. Bisa jadi obat nyamuk setiap hari kalau sampai sekarang dia masih jomblo.
Ren mengantar Alara sampai kerumahnya. "Istirahat ya, Sayang. Mumpung liburan kapan-kapan sebelum masuk sekolah kita main lagi."
"Siap, Kak. Kakak juga istirahat, makasih ya buat waktunya." Ucap Alara.
Keduanya berpisah Ren pulang ke rumah. Dan Alara segera beristirahat. Semenjak kepergian Ibunya rumah terasa sepi. Ayahnya setiap pagi bekerja dan baru pulang jam delapan malam. Alara menghela nafas, ikhlas memang berat tapi hidup memang terus berjalan.
Dia membersihkan diri dan langsung mencuci semua pakaiannya dan juga Ayahnya berusaha meringankan beban Ayahnya yang selama ini berjuang untuknya. Dia menuntaskan semua pekerjaan dan baru tidur sepuasnya.
Setelah semua selesai dia membaringkan tubuhnya di atas pulau kapuk dan mulai terpejam menjemput alam mimpi.
Pukul delapan malam Brama pulang, dia melihat rumah yang sudah rapi. Lalu masuk ke kamar anak gadisnya dan tersenyum melihat anak gadisnya sudah pulang. Dia segera membersihkan diri dan memutuskan tidur bersama anak gadisnya, mencium kening anak gadisnya dan memeluknya erat memberi kenyamanan. Tak lama ikut terpejam menjemput alam mimpi.
***
Ren meregangkan badannya setelah puas seharian tidur. "Bujangnya baru bangun, kalau nikah gini kasihan istrimu." Canda Yudha - Papa Ren.
"Masih lama nikahnya, Pa." ucap Ren lalu ikut duduk menemani Papanya yang sedang asyik berkutat dengan laptopnya di teras.
"Liburan gini masih kerja, Pa?" tanya Ren.
Yudha mengangguk, "Rekap laporan akhir tahun dong, biar tahu perkembangan perusahaan." jelas Yudha, Ren mengangguk sambil mulutnya membentuk huruf 'O'.
Ren pun bersandar di kursi sambil memainkan ponselnya. Tak lupa mengirim pesan kepada gadisnya.
You : Pagi sayangku, gimana tidurnya udah puas belum?
Gadisku💗 : Pagi, Kak. Masih pengen rebahan males kemana mana.
You : Ya udah dilanjut aja wkwkwk. Masih pagi kok sayangku.
Gadisku💗 : Siap, Kak.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ren senyum-senyum sendiri mendapat kiriman foto dari gadisnya yang terlihat masih terbungkus selimut.
Yudha melihat tingkah anaknya ikut geleng-geleng kepala. "Masih pagi sudah pacaran." cibir Yudha.
"Gapapa dong, Pa. Daripada papa jomblo." Ejek Ren tak terima.
"Papamu ini setia." Puji Yudha pada dirinya sendiri.
"Iyain dah."
"Eh, nanti malam main ke rumah pacarmu yuk!"
"Hah, maksudnya?" Ren kebingungan.
"Nanti malam ajakin Papa ke rumah pacarmu sekalian biar makin deket gitu sama orang tuanya." Jelas Yudha.
"Oalah, nanti malam banget ni?" tanya Ren menyakinkan.
"Iya, takut Papa gak ada waktu." Yudha memberi kepastian.
"Oke aku kabarin dia dulu biar nggak kaget."
"Jangan bilang sama Papa, bilang aja kamu mau kesana tar malah dia panik." cegah Yudha.
"Okedeh, Pa."
Ren mengirimkan pesan kepada Alara untuk bertanya apakah nanti dia dan ayahnya luang. Dan Alara bilang dia berada dirumah dan kebetulan Ayahnya libur juga tidak punya rencana kemanapun.
"Oke, Pa. Nanti bisa Alara sama Ayahnya ada dirumah." Ujar Ren.
Malamnya Ren dan Yudha berangkat menuju rumah Alara. Gabutnya mereka jarak 2 km di tempuh dengan menaiki mobil. Tak butuh waktu lama untuk sampai di rumah Alara yang masih satu Kecamatan.
Sesampainya disana Alara langsung membukakan pintu dan mempersilakan masuk. Yudha terkejut melihat Brama begitu juga sebaliknya, tapi mereka masih diam.
Alara pamit untuk menyiapkan minuman, Ren menyusulnya ingin membantu katanya.
Merasa pas dengan situasi, Yudha membuka pembicaraan. "Anda atas nama Brama?" tanyanya.
"Benar, Bapak ini keluarga dari korban kecelakaan kapal lima belas tahun yang lalu, kan?" Brama bertanya memastikan.
Yudha mengangguk, "Ya, istri saya meninggal dalam kecelakaan itu." Jelas Yudha.
"Oh, begitu."
"Benar, Pak. Kecelakaan itu menimbulkan trauma berat bagi para korban yang selamat juga keluarganya. Bahkan sampai sekarang saya belum berani lagi naik kapal atau sekedar berlibur ke pantai." Yudha mengutarakan isi hatinya.
"Benar, saya sendiri lebih memilih transportasi darat, Pak."
"Emm, bapak ini yang mengadopsi anak yang orang tuanya meninggal akibat kecelakaan itu kan? Kalau saya tidak salah kemarin saya melihat bapak menggendong bayi yang orang tuanya titipkan ke bapak?"
Pertanyaan yang sangat spontan dan membuat Brama sedikit takut hanya untuk sekedar mengangguk, tapi otaknya seakan menyuruh kepalanya mengangguk.
"Iya, sekarang gadis itu tumbuh menjadi gadis yang kuat dan hebat. Dan dia sangat menyukai pantai." ucap Brama jujur.
"Sama seperti anak saya, saya sengaja tidak menjelaskan tentang kecelakaan apa yang merenggut nyawa ibunya. Dan saya membuatnya menyukai pantai agar tidak membenci apa yang lautan ambil darinya." Yudha bertukar cerita dengan Brama.
"Ya, Pak. Agar mereka tetap kuat berlayar dan mempertahankan kapalnya agar tak tenggelam. Di tambah lagi, Ibu angkat Alara istri saya sendiri baru saja meninggal. Dia sangat menyayangi Alara seperti anak kandungnya, karena Tuhan tak mengizinkan dia untuk melahirkan."
"Ah, iya. Saya mendengarnya dari anak saya. Maaf saya tidak bisa hadir hari itu karena ada pekerjaan di luar kota."
"Tidak apa-apa pak Yudha, istri saya sudah bahagia di sisi Tuhan." Ujar Brama sambil tersenyum, dia mencoba ikhlas perlahan.
Tanpa kedua bapak itu sadari anak-anak mereka mendengar jelas percakapan mereka. Alara sudah menangis dalam diam dan Ren masih terkejut mendengar semuanya. Dalam keadaan yang hening kedua anak itu mendekat ke arah orang tuanya.
"Jadi, Alara ini bukan anak kandung Ayah dan Ibu?" Tanya Alara berderai airmata.
"Dan Ibu meninggal tempat yang Ren sukai?" Ren menimpali.
Kedua bapak itu terdiam tak bisa berkata-kata melihat anaknya mendengar apa yang mereka bicarakan.