9

503 77 25
                                    

Baru pukul 14.00, tapi kenapa mataku ngantuk luar biasa ya? Mungkin karena tadi malem ngegosip sampe jam 02.00 sama Rosse. Awalnya sih dia cuma nanya begini, "Jen, gue kenapa ngerasa nggak siap banget nikah sama Seulgi ya?"

Halah, penyakit demam panggung tuh anak nggak sembuh-sembuh. "Apaan sih Lo, Rosse, tinggal enam bulan lagi juga ini, kenapa tiba-tiba elo mikir nggak siap?"

Rosse dan Seulgi memang akhirnya sepakat untuk mengundurkan pernikahannya jadi enam bulan lagi, berhubung tes kehamilannya negatif, jadi nggak harus buru-buru ngejar waktu sebelum perut si gelo membesar.

"Nggak tahu juga gue. Gue aja bingung dengan diri gue sendiri," katanya. Ia menatapku penuh ingin tahu. "Rasanya nikah itu gimana sih, Jen?"

"Kok malah nanya gue sih?"

"Ya iyalah, secara elo yang udah pernah ngerasain nikah."

"Tanya nyokap elo aja, kali."

"Yeee, beda, kali. Nyokap gue kan pengantin zaman dulu yang kenalannya aja dijodohin," gerutunya.

"Ya gimana ya, Ross?" aku jadi bingung sendiri. "Gimana gue mau jelasin coba, secara pernikahan gue aja sekarang udah bubar."

"Tapi kan awalnya elo dan Jisoo bahagia, Jen. Gue mau tahu aja gimana rasanya pertama kali hidup bareng orang lain, penyesuaian diri, segala macemlah. Dan... sori ya, Jen, jangan marah ya. Mungkin gue juga bisa belajar dari kegagalan pernikahan elo biar gue nggak melakukan kesalahan yang sama. Sori ya," tampang Rosse langsung nggak enak.

Aku tersenyum. "Nggak pa-pa kok, Ross. Gue juga nggak mau elo sampe begitu juga. Secara laki elo dan mantan laki gue itu sama-sama dokter yang hidupnya habis buat pasien."

"Nah, itu dia," Rosse langsung semangat ingin mendengar ceritaku. "Makanya cerita dong."

"Gue harus mulai dari mana?"

"Dari hari pertama dong, Jen."

"Hari pertama sih biasa-biasa aja, Ross. Pokoknya selama bulan madu sih semuanya biasa-biasa aja."

"Biasa aja? Maksud elo datar-datar aja gitu? Ih garing banget."

"Bukan, dodol. Maksud gue itu, everything was beautiful, great, awesome, no problem at all. You wake up with a smile everyday. Nggak ada yang harus elo pikirin."

"The sex?" Rosse cengar-cengir.

Aku tertawa. "I'm not answering that question!"

"Yaelah, Jen, basi banget sih lo, gitu aja rahasia-rahasiaan," Rosse ikut tertawa.

"Karena ya, Rosse, contrary to popular belief, seks tidak ada hubungannya dengan bagaimana pernikahan kamu akan berjalan."

"Seriously," ledek Rosse.

"Seriously," kataku serius. "Aku tidak percaya aku memberitahumu ini... tapi kamu perlu... yah, ada begitu banyak yang kamu butuhkan untuk dimengerti, Ross. Karena... ya... gini, gue sama Jisoo dulu... gimana ya..."

"Yaelah, ngomong gitu aja susah banget. Apaan?" Aku jadi salah tingkah sendiri.

"Come on, Jen,"

"Iya, iya. Eh, photoshoot-nya sama siapa?"

"The... well, the sex was great..."

"Suit, suit!" Rosse malah bersiul-siul garing.

"And that's the end of my story," kataku sebal.

"Hehehe, ngambekan banget sih lo, Jen," Rosse cekikikan.

"Nggak penting banget lo, sumpah."

"Iya deh, sori, gue janji nggak bakal suit-suitan lagi," bujuk Rosse.

Divorce (JenSoo) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang