11

616 99 20
                                    

"Jen? Jennie?"

Aku perlahan-lahan membuka mata, semua terlihat kabur. Samar-samar aku melihat Jisoo duduk di sampingku.

"Ji, aku di mana?" aku berusaha bangkit, tapi kepalaku berat luar biasa.

"Ssh... jangan bangun dulu. Udah, tiduran aja," Jisoo menahan pundakku.

"Aku di mana, Ji? Mami gimana?" aku mulai panik lagi.

"Udah, tenang dulu, Mami nggak pa-pa. Operasinya udah selesai kok."

"Beneran? Mami nggak pa-pa, Ji?"

"Bener, operasinya udah selesai sejam yang lalu."

"Aku kepingin lihat Mami, Ji," aku mencoba bang- kit lagi.

"Nanti aja, Jen, Mami juga belum sadar," Jisoo tetap menahanku. "Kamu istirahat aja dulu."

Tunggu... kenapa aku ada di ruang rawat inap? Terbaring di ranjang rumah sakit?

"Aku kenapa, Ji?"

Jisoo memegang pergelangan tanganku untuk mengecek nadi. "Tadi kamu pingsan di ruang tunggu, waktu Mami masih dioperasi, suster yang lihat. Jadi kamu langsung dibawa ke sini. Darah rendah kamu kambuh lagi, Jen, mungkin karena kecapekan nggak tidur semalaman dan stres mikirin Mami."

Aku menghela napas. Rasanya aku ingin menangis.

Kenapa juga di saat aku seharusnya kuat dan tegar untuk menjaga Mami karena Papi belum ada di sini, aku malah jatuh sakit?

"Jen?" Jisoo menatapku heran. "Kamu nggak pa-pa?"

Aku menggeleng, berusaha tersenyum. "Nggak pa-pa kok. Cuma agak pusing aja. Ji, bener kan Mami nggak kenapa-kenapa?"

Jisoo mengangguk, balas tersenyum. "Bener. Kamu istirahat aja di sini dulu, nanti kalau Mami udah sadar aku bawa kamu ketemu Mami, ya?" Jisoo bangkit.

Tiiit! Tiiit!

"Ji...," aku menunjuk blazerku yang tergantung di kursi.

"Biar aku ambilin," ia merogoh saku blazerku dan... dan aku merasa raut mukanya berubah saat melirik layar ponselku. "Aku lihat pasien lain dulu ya, Jen."

Jisoo menyerahkan ponsel kepadaku dan langsung berlalu.

Aku tertegun saat melihat nama yang berkedip-kedip di layar.

Hyunjin.

***********

"Mi" aku langsung memeluk Mami saat beliau sudah sadar dan tersenyum padaku.

"Jen," Mami membelai rambutku, matanya memancarkan kekhawatiran. "Kamu nggak pa-pa, kan?"

Aku tersenyum. "Kok Mami nanya begitu sih? Harusnya Jennie yang nanya begitu ke Mami."

"Selamat malam, Bu," Jisoo tiba-tiba masuk ke ruangan dan menghampiri kami. Ia tersenyum dan mulai memeriksa denyut jantung Mami. "Bu,
Bagaimana rasanya? Apakah lebih enakan?" ujarnya, menanyakan apakah Mami sudah mendingan.

Mami mengangguk.

Aku sendiri hanya bisa tersenyum canggung. Malam ini pertama kalinya Mami bertemu Jisoo sejak kami resmi bercerai. Dan rasanya aneh saja laki-laki yang dulu menyakiti aku malam ini justru menjadi penyelamat Mami.

"Harus banyak istirahat ya, Bu," ujar Jisoo lagi, menganjurkan Mami supaya banyak istirahat.

"Berapa lama Mami harus dirawat di sini, Ji?" tanyaku.

"Lihat kondisi Ibu ya, Jen. Tapi harusnya nggak lama kok. Bu, saya pulang dulu, ya. Kalau ada apa-apa Jennie tinggal telepon, saya pasti segera datang Dokter dan suster jaga juga siap membantu kok," Jisoo beranjak pergi.

Divorce (JenSoo) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang