Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.UPDATE UPDATE🔔🔔🔔
Mengingatkan kembali, bahwa cerita ini MURNI hasil pemikiran ku sendiri. Jika ada kesamaan, sudah pasti ketidak sengajaan!
Tandai jika ada typo!!
Jangan sungkan untuk bantu koreksi bila ada kesalahan dalam penulisan aku, ya!!Sebelum baca, harap untuk VOTE terlebih dahulu.
UNTUK PARA PLAGIAT, SILAHKAN MINGGAT.
HAPPY READING 🤍
•
•
•"Semesta itu adil karena Tuhan yang mengatur. Setiap senang, pasti merasakan sulit. Lo nggak tau seberat apa ujian orang tersebut. Kalo kelihatan lebih ringan dibandingkan lo, itu artinya lo spesial, karena cuma lo yang kuat menghadapi itu. Tapi kalo kelihatan lebih berat dibandingkan ujian lo, artinya lo harus bersyukur, karena belum tentu lo bakal sekuat dia."
~•••[SATERIA J.A.]•••~
Harum pertikor menyambut pagi sang pemilik luka. Baskara pagi ini tampak kurang ceria, begitupun dengan Sateria. Sebab tubuhnya sakit bukan main dengan kepala begitu pening, pun perutnya meraung-raung tanda kehabisan makanan dalam lambung. Sateria menghela nafas, mengembalikan kesadaran kemudian bangkit dari ruangan. Melangkah perlahan guna melihat-lihat keadaan. Untung saja, sang Ayah sepertinya telah pergi mencari nafkah.
Kemudian, tak jauh dari tempat terbangun tadi, langkah yang tertatih itu berhenti di depan pintu lift yang tertutup.
"Pengen banget gue panggil iblis, tapi bapak sendiri." Dengan bibir yang pucat, ia bergumam sembari menekan tombol lift menuju lantai paling atas, bangunan yang menjadi naungan dirinya terlelap setiap malam.
"Iblis? Saya rasa bibirmu perlu dirobek, Nak."
Nafasnya seakan berhenti sejenak. Sateria mematung saat suara rendah nan berat itu terdengar di belakang tubuhnya. Ia jelas tahu siapa pemilik suara dengan nada kepalang sarkas itu. Maka dengan jantung yang terasa membara, sateria menekan-nekan tombol lift, berharap cepat terbuka.
Beruntung, lift terbuka sesuai dengan waktunya. Dipaksa terburu-buru membuat lift itu melajukan kecepatannya, barangkali. Sateria bergegas melangkah meski tertatih-tatih. Berupaya menghindari luka baru yang mungkin saja ia terima saat ini juga.
"Obati lukamu, tidak perlu sekolah hari ini." Suara yang terdengar kembali dari pria itu. Seseorang dengan jutaan sifat kejam dalam pandangan Sateria.
Yang kemudian hanya dijawab anggukan oleh lawan bicaranya. Bukan tak mau, bukan pula tak tahu sopan santun. Namun Sateria benar-benar tak bisa menjawab dengan tubuh yang kian gemetar. Biar saja, terpenting jawaban telah Sateria beri meski patah-patah anggukan itu.
Sesampainya di kamar, Sateria segera membersihkan tubuhnya. Pemuda itu meringis sakit saat tetesan air menyentuh punggungnya. Bodoh memang. Namun apa daya, tak ada cara lain untuk membersihkannya selain dengan sapuan air bersih. Ia tak memiliki obat atau apapun tuk mengobati kumpulan luka itu. Sebab sang Ayah, benar-benar membatasi apa yang dimilikinya.
Selesai membersihkan tubuh, Sateria turun menuju lantai satu. Harap-harap mendapat sarapan untuk perutnya yang meraung lapar. Namun nyatanya, pil pahit kembali ia telan. Sebab sejauh mata memandang, tak ada lagi sesuatu yang dapat ia makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SATERIA J.A [ON GOING]
RandomSeluruh aksara di dalam sini, hanyalah susunan luka yang dikelabui oleh kepingan tawa palsu. Karena pada ujungnya, semua rasa kembali pada hukum semesta yang memang semestinya. Seluruh manusia terluka. Dan ini, adalah sepenggal kisah dari banyaknya...