BAGIAN 9. Semesta, 'Abisatya Milik Sateria'

17 2 0
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

UPDATE UPDATE🔔🔔🔔

Mengingatkan kembali, bahwa cerita ini MURNI hasil pemikiran ku sendiri. Jika ada kesamaan, sudah pasti ketidak sengajaan!

Tandai jika ada typo!!
Jangan sungkan untuk bantu koreksi bila ada kesalahan dalam penulisan aku, ya!!

Sebelum baca, harap untuk VOTE terlebih dahulu.

UNTUK PARA PLAGIAT, SILAHKAN MINGGAT.

HAPPY READING 🤍


“Semesta tidak pernah jahat. Hanya kita saja yang tak pernah bersyukur.”

~•••[SATERIA J.A.]•••~

Terkadang, kita terlalu larut dalam ketakutan hingga tak henti ber-prasangka buruk pada semesta. Menjejal nalar dengan segala kemungkinan-kemungkinan negatif yang nyatanya justru semakin menambah beban kepala.

Macam Sateria, beribu umpatan ia tujukan teruntuk semesta saat diri itu membelah jalanan bersama Hadres, musuh Jamian. Sial dan sial. Ucapan yang tak henti menjadi senandung Sateria.

Namun nyatanya, segala umpatan itu tak patut dilontarkan. Sebab di malam itu, semesta lah yang memberi pertolongan.

Sateria tak pernah menyangka, bahwa kini, dirinya berbaring di atas hospital bed dengan harum obat-obatan yang menemani. Denting jarum jam bersenandung, hembusan nafas teratur Sateria melambung.

Aksa indah itu memandang rembulan dan para sahabatnya—jutaan bintang yang tak kalah mengagumkan—senyuman tipis ia terbitkan.

"Maaf telah mengumpatimu, semesta."

Jika ditanya, siapa teman Sateria? Jawabannya tentu, semesta. Seisi dunia, seluruhnya teman Sateria. Sebab ia yakin, Semesta tak akan pernah menyakitinya. Sekalipun terjadi, itu artinya semesta tengah mempersiapkan hadiah terindah untuknya.

Suara decitan pintu membuyarkan lamunan Sateria. Ia menoleh, menatap seseorang yang membawanya ke tempat ini.

“Nggak tidur lo?” tanya lelaki itu kala si pemilik kamar masih terjaga.

Sateria menggeleng pelan. Sejujurnya, rasa takut itu masih ada, ditambah rasa penasaran akan perilaku Hadres yang justru membawanya ke rumah sakit. Bukankah seharusnya, lelaki itu ikut memukuli tubuhnya?

“Lo nggak mukulin gue?” Pertanyaan itu secara refleks terlontar oleh Sateria. Jujur saja, ia agak menyesal sekarang.

Hadres mengernyit. Lelaki itu mendudukkan tubuhnya di sofa sembari menyalakan rokok di genggamannya.

“Jadi maksudnya, lo mau gue pukul kayak yang abang lo lakuin tadi?” Sateria lantas menggeleng cepat. Hey, ia refleks untuk kedua kalinya.

Sorry, maksud gue, kenapa lo bawa gue ke rumah sakit? Seharusnya lo pukulin gue sebagai bentuk balas dendam ke Jamian, kan?” Sateria bertanya perlahan, menatap Hadres yang kini memejamkan mata sembari menghisap rokoknya.

SATERIA J.A   [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang