"Mas Dito ... "
Begitu keluar dari ruangan CMO, Sesil langsung mencari letak kubikel Dito berada. Senyuman Dito langsung terbit secerah sinar mentari pagi saat melihat Sesil menghampirinya.
"Sesil, tumben kamu ke sini, ada apa?"
"Ah ... soal makan siang, ya?" Belum juga Sesil menyampaikan maksud dan tujuannya, Dito sudah mendahuluinya. Dito bangkit dari kursi sambil melirik arlojinya, "yuk ... kamu ada rekomendasi tempat gak? Udah masuk jam istirahat ini."
Sesil meringis tak enak hati, "aduh ... sorry banget mas, saya ke sini mau ngasih tau kalo saya gak bisa makan siang bareng mas Dito. Divisi saya mau ngadain makan siang bareng, kebetulan ini Pak Wisnu yang ngajak langsung. Saya gak enak kalo gak ikut, sekali lagi maaf ya, mas."Senyuman Dito langsung surut, namun dia masih tetap berusaha untuk mempertahankannya.
"Ah, begitu ya ... "
"Iya, mas. Maaf, ya."
"Lho, masih di sini kamu? Ayo, Pak Wisnu udah kontak saya ini." Tiba-tiba Pak Yasa keluar dari ruangannya.
"Iya Pak, ini sebentar lagi saya menyusul. Silakan duluan, Pak."
Tidak lama setelah Pak Yasa menghilang di balik pintu, Sesil kembali menoleh ke arah Dito yang sedari tadi memperhatikannya.
"Kalau begitu saya permisi dulu mas Dito, mari ... " Melangkah pergi meninggalkan divisi marketing, Sesil segera kembali ke divisinya sendiri.
"Dari mana aja sih lo, ditungguin dari tadi juga. Yang lain udah pada berangkat duluan ... " Ucap Prita yang tengah menunggunya bersama dengan Bayu dan Anantha.
"Hehe, sorry ... tadi ada urusan dulu, yuk berangkat. Naik mobil siapa, nih? Gue gak bawa mobil."
"Mobil gue, udah ayo buruan." Bayu langsung bangkit berdiri sambil memutar kunci mobilnya.
"Nyetirnya nanti gantian aja, Bay." Ucap Anantha sambil memasang seat belt, dia duduk tepat di samping Bayu, sedangkan Sesil dan Prita duduk di belakang.
"Boleh."
"Tempat duduknya kalo mau tukeran juga boleh banget, Bay. Nanti gue di depan, lo sama Sesil di belakang." Sudah bisa ditebak siapa yang bicara seperti itu.
Bayu mendengus, "mau lo itu mah."
Mobil yang mereka tumpangi mulai berangkat meninggalkan area kantor, "kok lo bisa dimutasi ke pusat sih, Tha? Emang sebelumnya lo dari kantor cabang mana? Bukannya lo dari dulu juga udah tinggal di sini, di ibu kota? Kapan lo pindah rumah?" Tanya Bayu memulai pembicaraan.
"Gue sebelumnya kerja di kantor cabang Yogyakarta, mulai tinggal di sana setelah lulus SMA karena kuliah. Tapi lama-kelamaan malah betah banget gue di sana, akhirnya memutuskan buat menetap aja. Sampai akhirnya balik lagi ke sini karena urusan kerja."
Bayu mengangguk mengerti. Rasa penasarannya akhirnya tuntas, "ternyata lo kuliah di Yogya."
"Apa yang bikin mas Nantha betah di Yogya?" Tanya Prita.
"Kasongan, saya suka banget sama daerah itu, mbak."
"Kasongan? Sentra penghasil gerabah?"
Sesil yang sedari tadi hanya diam mulai membuka suara.
"Iya betul, saya suka banget sama kerajinan gerabah, mbak. Proses pembuatannya itu ... udah jadi healing buat saya." Jawab Anantha.
"Serius?! Berarti kamu bisa buatnya gitu?"
"Bisa, saya sempat belajar waktu masih jaman kuliah dulu. Memang kenapa gitu?"
"Sesil juga suka banget sama kerajinan gerabah, Tha." Jawab Bayu memberi tau.
"Oh ya?"
Sesil mengangguk penuh antusias.
"Woah ... berarti mbak Sesil juga bisa dong buatnya?" Tanya Anantha.
"Nggak juga sih, saya suka aja gitu liat proses pembuatannya," jawab Sesil sambil meringis.
"Lagian gak sempat juga buat belajarnya."
"Halah ... gak sempat atau gak bisa-bisa? Gue masih inget banget ya Sil, lo ngerengek gara-gara gak bisa buatnya pas kita main ke Yogya dulu, dia pas nyampe di Jakarta langsung pesen tanah liat segede gaban, mas. Buat nyoba bikin di rumah, berhasil nggak, dimarahin nyokapnya iya, gara-gara bikin kamarnya kotor." Ucap Prita sambil tertawa.
Anantha dan Bayu ikut tertawa mendengarnya, sedangkan Sesil rasanya ingin sekali menyumpal mulut Prita yang ember itu.
"Kocak lo, Sil. Masa eksperimen bikin gerabah di kamar," ucap Bayu.
"Ya kalo gue buatnya di luar kamar nanti ada bangsat yang nyinyirin gue. Males kalo dia udah ngeledek gitu."
"Bangsat?" Tanya Anantha terkejut, bukan kah bangsat artinya pencuri?
"Bangsat maksudnya bang Satriya, itu kakak saya," jawab Sesil.
Anantha kemudian mengangguk mengerti. Tidak terasa mobil yang mereka tumpangi sudah memasuki area pelataran di sebuah restoran. Setelah mobil terparkir sempurna, mereka mulai turun untuk masuk ke dalam, menyusul rekan-rekannya yang sudah tiba duluan.
"Bikin gerabah memang susah, mbak. Saya juga nggak sekali bisa, kok. Asal rajin dan tekun buat belajarnya nanti pasti bisa. Kalau udah bisa, saya jamin pasti bakal ketagihan." Ucap Anantha ketika mereka mulai berjalan.
Sesil menengok ke arah sampingnya, terlihat orang yang barusan berbicara itu sedang sibuk memperhatikan interior restoran. Sesil tersenyum kecil kemudian mengangguk, "kalo kamu, berapa lama buat belajar sampe bisa gitu?"
"Saya? Hm ... yang pastinya cukup lama, sih. Apa lagi waktu itu saya juga disibukan dengan jadwal kuliah. Jadi nggak bisa full time, kalau ada waktu kosong aja. Tapi ... "
"Tapi?"
Anantha kemudian menoleh ke arah Sesil.
"Tapi setelah lulus kuliah, lebih tepatnya satu tahun setelah lulus kuliah, saya menghabiskan waktu selama itu untuk menjadi pengrajin gerabah. Memuaskan rasa penasaran dan keingin tahuan saya tentang seni kerajinan gerabah."
Sesil speechless mendengarnya, "waw ... sampai segitunya?"
Nantha tertawa, "iya."
"Itu mereka lagi duduk di sana, yuk buruan." Ucap Prita mengarah kepada rombongan tim finance yang sudah duduk berkumpul. Prita dan Bayu sedari tadi memang fokus mencari keberadaan tim divisi mereka, tidak terlalu mendengarkan obrolan Sesil dan Nantha.
-
"Nih, lo yang mau nyetir, kan?" Bayu memberikan kunci mobilnya kepada Nantha. Saat ini mereka tengah bersiap untuk kembali ke kantor setelah selesai makan bersama. Nantha yang menerima kunci tersebut lantas tidak langsung berdiri.
"Yuk, tunggu apa lagi?"
"Mau langsung balik ke kantor? Lo gak sekalian setor muka dulu di sini?"
"Setor muka? Ngapain? Kan tadi Pak Wisnu udah ngeliat muka gue, bahkan gue juga udah salaman sama Pak Yasa."
"Bukan setor muka sama Pak Wisnu dan Pak Yasa."
"Terus? Sama siapa?"
"Sama Yang Maha Pencipta."
"Ah ... iya, ya. Yaudah ayo, barengan kalo gitu." Kata Bayu sambil melirik Sesil dan Prita.
"Gue sama Sesil lagi ada tamu." Jawab Prita.
"Yaudah berarti kita berdua aja, yuk, Tha." Ajaknya pada Anantha.
"Gue udah tadi di kantor."
Bayu berdecak, "jadi gue sendirian, nih?"
"Manja banget lo, sana cepetan. Kita tungguin di sini."
_____
To be continued ☕🍬
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee Candy
ChickLitSesilia Dwi Kanaya, itulah nama salah seorang pegawai kantoran di sebuah perusahaan bagian divisi keuangan. Di usianya yang menginjak 25 tahun, dia masih saja melajang dan belum pernah berpacaran. Padahal, bisa dikatakan dia adalah tipe wanita yang...