❒❒ 06 ❒❒

173 97 94
                                    

"Oh. Giliran kamu, mau ngomong apaan?" tanya Alisha, merapikan rambutnya ke belakang telinga.

"Kayaknya kita pernah ketemu, deh. Sebelumnya," ucap Jeon.

Alisha terdiam. Pikirannya sedang kalut sekarang. Apa yang dibilang Jeon itu benar, atau tidak. Tapi setahunya, Jeon hanya datang di mimpinya sebelum Jeon ada di kehidupan nyata. Alisha gugup, bibirnya kini bergetar.

"K-Kita? Pernah ketemu? Dimana?" tanya Alisha yang kini sedikit menjauh dari Jeon.

Jeon tersenyum. Seperti yang diduga nya ternyata benar. Ia menoleh ke arah depan dengan matanya yang melihat siaran televisi. "Di mimpi." jawabnya.

Cowok itu kembali menatap Alisha yang sedang merasa kebingungan, dan takut. Ia membalas dengan senyuman tipis. "Telaga dan mawar putih, kamu masih ingat, 'kan?"

Gadis itu lalu menatapnya dengan serius. Mengerutkan alis nya ketika ucapan Cowok tersebut. "... Siapa ... Kamu, sebenarnya?" tanya Alisha dengan rasa takut. Namun, juga memiliki rasa penasaran terhadap siapa Jeon itu.

Jeon menunduk ke bawah. Wajahnya merengut. "Rupanya, ingatanmu masih belum terlalu jelas." ucapnya.

"Ingatan, maksud kamu?" tanya Alisha sembari menatap ke bawah wajah Jeon yang menunduk.

Jeon kembali menyandarkan punggungnya ke sofa. Begitu juga Alisha yang ingin mendengarkan jawabannya. "Eum... Gini aja, deh. Aku dan kamu terlahir dari sebuah lukisan. Ya, pemilik lukisan itu menginginkan karyanya menjadi nyata, dan itu dikhususkan dengan lukisan Seorang Tuan Putri dan Seorang Pangeran yang akan selalu menemaninya." ucapnya menerangkan. Alisha mengangguk walaupun tak mengerti apa yang diucapkan oleh Jeon.

"Tapi, di suatu saat lukisan tersebut telah jadi. Pemilik lukisan itu, terbunuh oleh Ayahnya sendiri." mata Jeon kini berkaca-kaca. Ingin sekali Ia menangis. Namun, masih bisa ditahannya. "Kalau dari Orang itu bilang,"

100 tahun yang lalu. Seorang anak perempuan dari Kerajaan yang sangat besar, Ia Memiliki kemampuan seni bergambar, dengan dukungan dari ibunya, Syenhy. Namun, raja atau ayahnya, Bimantara, tidak menyukai putrinya, Seorine. Ia hanya menginginkan anak laki-laki yang kuat dan gagah. Agar dapat diajarkan dalam peperangan dan ahli bela diri.

Suatu hari, Bimantara menyuruh Dayang-dayang untuk memberi obat tidur yang mematikan kedalam makanannya Seorine, Putri Tunggalnya. Ia yang sedang menggambar di taman dekat telaga yang tak jauh dari istana.

"Aku membuat diriku di lukisan, yang mempunyai teman hidup yang sangat tampan dan pintar. Andai mereka yang aku buat menjadi kenyataan." ucap Seorine yang sangat kegirangan seusai lukisannya selesai.

Matanya beralih pada telaga yang sangat jernih dan disinggahi oleh banyaknya burung migrasi. "Ayah selalu menginginkan anak laki-laki dan selalu membenciku."

Tak lama Dayang-dayang itu mendatangi kediaman Seorine yang asik melihat bunga-bunga bermekaran dipinggir telaga. "Tuan putri, Ibumu menyuruh kami menjagamu dan memberimu makanan. Kemari lah" ucap salah satu dayang tersebut.

"Baik." jawab Seorine menghampiri Dayang-dayang itu. Matanya tertuju pada bubur kacang merah yang diberikan sedikit madu.

"Apa Tuan putri mau yang ini?" tanya dayang itu lagi, menunjuk pada sebuah mangkuk berisi bubur kacang merah. Seorine mengangguk pelan.

Salah satu dayang itu diam-diam menaburkan pil racun yang sudah dilumatkan kedalam mangkuk tersebut. Seorine memakannya seperti tak terjadi apa-apa. Namun perlahan, matanya mulai terpejam. "Aku berharap, mereka terlahir dari sebuah mimpi dan menjadi kenyataan." lirihnya. Ia pun tertidur dan mengeluarkan air mata.

JEON UNTUK ALISHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang