14

303 37 7
                                    

Hari telah berganti. Jam menunjukkan pukul empat sore dan bel sekolah sudah berbunyi sejak satu jam yang lalu.

Sekarang, Jenar bersama Haikal masih berada disekolah karna dipanggil oleh wali kelas mengenai kehadiran mereka selama satu minggu lebih ini.

Ada begitu banyak kejadian yang membuat mereka untuk sekedar datang kesekolah dan duduk dikelas saja tidak sanggup. Semua terlalu kacau.

Namun hari ini keduanya dipaksa oleh Mawar agar pergi kesekolah setelah sekian lama Mawar tidak berani melakukan hal ini karna selalu dibalas oleh keduanya "Aku gak perduli bun, nyawa adek lebih penting, walaupun aku diem aja disini, paling nggak aku gak ninggalin adek. Lagian adek bakal sembuh kok bentar lagi, abis itu kita bakal kesekolah kayak biasa lagi, bahkan bisa pergi bertiga bareng adek, kan bunda?"

Dan tentunya Mawar hanya bisa terdiam setelahnya.

Jangankan memaksa kedua putranya, jujur, dirinya saja tidak sanggup untuk beraktifitas mengingat parahnya keadaan Dovin baik itu sebelum maupun setelah operasi. Merasa tidak berdaya jika hanya diam menunggu dirumah sakit, namun juga merasa tidak tega untuk sekedar pergi sebentar saja.

Sudah beberapa menit mereka berada diruangan guru, kini keduanya kembali ke kelas masing-masing untuk mengambil tas dan segera menuju parkiran karna mengingat pesan dari sang bunda siang tadi

"Abang, Kakak, nanti kalau udah jam pulang tolong langsung kerumah sakit, ya? bunda gatau, tapi kayaknya adek nungguin abang sama kakak dari pagi. Adek ngeliat ke pintu terus kayak lagi nungguin orang"

"Bunda sedih.. adek nangis terus..."

Rasanya sangat ingin Haikal pergi bersama Jenar saat itu juga untuk kembali kerumah sakit, namun untungnya mereka menurut setelah mendapat pesan lagi dari Mawar agar keduanya belajar dengan baik dan jangan lupa untuk makan siang.

Pesan singkat terakhir itu cukup untuk membuat keduanya berusaha kembali fokus pada guru dihadapan mereka meski pikiran yang selalu penuh mengingat Dovin.

Haikal juga merasa tidak enak karna langsung mengiyakan pesan Mawar agar mereka langsung pulang setelah jam sekolah berakhir tanpa tau bahwa beberapa menit setelahnya mereka berdua sama-sama dipanggil menuju ruangan guru.

"Abang, tolong pelan-pelan aja ya" ucap Jenar karna Haikal yang mengemudi dengan kecepatan yang cukup tinggi saat ini.

Haikal yang mendengar hal tersebut langsung menurunkan kecepatannya, menatap Jenar yang tersenyum kecil padanya sambil mengucapkan terima kasih dan setelahnya kembali memejamkan mata dan bersandar pada kursi.

"Maaf, abang gak-"

"Gakpapa, aku tau abang mau cepet sampe rumah sakit, aku juga mau cepet nyampe kok, tapi maaf ya minta pelan-pelan, aku masih agak takut" potong Jenar cepat karna tidak mau mendengar Haikal meminta maaf

Namun Haikal juga sama, menggeleng cepat tidak mau mendengar kalimat maaf dari yang lebih muda.

"Jangan minta maaf, udah seharusnya abang pelan-pelan. Lain kali tegur aja, ya?" ucap Haikal mengusap rambut Jenar agar lebih tenang, dibalas anggukan pelan dari Jenar.

"Istirahat aja, kalau bisa tidur mending tidur aja biar gak makin takut atau pusing, nanti abang bangunin kalau udah nyampe" ucap Haikal kembali fokus pada jalanan

Tanpa Haikal sadari, Jenar masih diam menatapnya lekat.

Sungguh, laki-laki dihadapannya ini sangat luar biasa.

Sejauh ini, dia selalu berusaha menjaga diri dan terlihat tenang meski jauh dalam lubuk hatinya sangat mengkhawatirkan sekitar.

"Aku seneng punya abang" ucap Jenar tiba-tiba, cukup membuat Haikal bingung mendengarnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

For You - Doyoung TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang