"All I want is defeat my brother and become the best in the world."
-
Pagi yang datang adalah pertanda untuk Sae segera mengumpulkan nyawanya. Dengan segera setelah ponselnya berdering tanda alarm, ia mematikan.
Dengan dahi berkerut dirinya duduk sambil mengucek sebelah matanya. Poni yang turun itu benar – benar merupakan sisi berbeda dari seorang Itoshi Sae. Yang tentunya sudah begitu lama tidak dilihat oleh orang – orang.
Atau mungkin saja memang tidak pernah terlihat selain pada keluarga dan teman – teman masa kecilnya.
Berjalan dengan lunglai, ia membuka jendela untuk sekedar menghirup segarnya udara pagi hari. Baru setelah selama semenit berdiri disana, ia beranjak untuk menyikat gigi dan membasuh muka.
Tidak lupa mengoleskan skin care after sleep yang selalu terpajang cantik di balik kaca kamar mandi.
Setelahnya baru ia keluar dan berniat menuruni tangga menuju dapur. Teh madu di pagi hari sangatlah membantu untuk meningkatkan stamina tubuh yang seterusnya mungkin akan diforsir lebih keras.
Sampai ia mendapati punggung adiknya yang tumben sekali sudah ada di dekat pintu memakai Sepatu.
Pagi sekali, batin nya heran.
"mau kemana?"
Pertanyaan akhirnya keluar selama satu menit dirinya berfikir pertanyaan seperti apa yang cocok untuk dikeluarkan. Yah, meskipun ia juga tidak memiliki kuasa penuh atas mulutnya sendiri.
Rin berdiri tanpa menoleh sedikitpun "berangkat ke kampus."
"bukannya masih terlalu pag-"
"bukan urusan mu."
Seenggok manusia yang masih Sae anggap sebagai adiknya itu langsung keluar dari rumah melewati pintu kayu berpin. Meninggalkan yang lebih tua pada keheningan yang jujur saja membuatnya bengong.
Entah bagaimana Sae menjelaskannya, tapi ia sedang merasa sangat jengkel.
Dengan alis berkedut tiba – tiba ia berteriak dengan sangat keras "paling tidak jawab aku dengan baik – baik dasar adik bodoh!! Rin Anj-"
Aksi marah – marah itu terhenti tepat sebelum Sae menyelesaikan umpatan ketika menyadari bibi yang bertugas memasak dirumahnya masih disana. Memandang Sae dengan dua mata terpejam dan senyuman lembut.
Hati Sae jadi teriris karenanya, ingatkan saja Sae untuk memberi Pelajaran pada anak tidak berpendidikan itu nanti.
"Rin sialan, akan ku beri dia setidaknya satu Pelajaran yang akan terus diingatnya seumur hidup!" geram Sae menuruni tangga.
Memilih untuk menyeduh teh saja seperti niat awal dari pada harus terus memikirkan adik nya yang sangat menyebalkan setelah dewasa. Walaupun ia tetap menyayanginya, kalau harus berkata jujur soal kenyataan.
Dunia tidak sebaik itu untuk memberikan mereka senyuman teduh selayaknya anak seusia mereka.
-
-
-
-
Siang yang menjelang adalah pertanda nyata kalau Sae harus segera berangkat ke kampus sebelum terror di ponselnya datang. Yah, walaupun terror itu tidak pernah datang jika bukan karena perubahan jadwal yang mendadak.
Jalanan yang kemarin dilewati oleh Sae untuk pulang menampilkan kesan yang begitu berbeda.
Jelas saja, dunia malam dan siang itu bagaikan sisi dari sebuah koin. Harus berbeda untuk bisa mengetahui nilainya. Hiruk piruk orang – orang yang berlalu Lalang dibawah Terik Mentari itu adalah pemandangan yang biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You Can Beat Me [Brotherhood]
FanfictionIkatan darah memiliki arti yang berbeda dalam setiap kehidupan manusia. Mereka yang menderita olehnya akan menganggap bahwa sebuah ikatan darah merupakan kutukan. Mustahil untuk menghilangkannya kecuali ajal lah yang membebaskan. Atau mungkin membua...