"My singular interest is in becoming the best in the world. There is a fundamentally different depth to our greed"
-
Cahaya matahari yang Terik nampak menyinari Sebagian besar dari dataran rendah yang ada di bawah. Deru nafas yang keluar menghasilkan sedikit embun dengan lengkung senyum sumringah. Anak kecil dengan jaket tebal itu menunjuk dataran yang tepat ada di bawahnya dengan riang.
"kakak! Lihat, mataharinya sudah mulai naik!!"
Sosok yang baru saja tiba langsung memberikan topi untuk menuntup kepala dari bocah didepannya. Dengan wajah tak acuh dia menggerutu sebab sang adik langsung lari begitu puncak dari bukit sudah terlihat.
"Rin, jangan berlari seperti tadi. Kau bisa saja jatuh dan mati."
Bukannya kerutan, malah semu yang nampak menghiasi kedua pipi si bungsu Itoshi. Anak itu hanya menunjukkan deretan gigi susu yang sepertinya tumbuh dengan rapi.
Tentu hal itu tidak bisa membuat sang kakak untuk terus menggerutu sebal. Tangannya menepuk ringan pucuk kepala sang adik.
"huft, jangan ulangi lagi, Rin."
Dihadapan Cahaya yang perlahan merambat menyinari tanah dibawahnya. Dua bersaudara yang berada di puncak bukit itu saling mendekap kala yang lebih muda mengeluh akan dinginnya udara.
Keindahan dari pemandangan yang ada di hadapan mereka mungkin memang sebanding dengan udara dingin pagi yang harus mereka terjang.
Untuk itu bungsu Itoshi ini sudah mendesak sejak semalam untuk menyaksikan pagi pertama dibulan Desember.
Keduanya hanya diam ketika Cahaya matahari mengenai permukaan kulit mereka. Menciptakan sensasi hangat, membuat keduanya tersenyum bersamaan.
Yang lebih tua meletakkan dagunya di atas kepala sang adik yang lebih pendek. Menikmati pemandangan indah bersama dengan orang yang berharga adalah satu hal yang tidak bisa ditolaknya.
Sebab Itoshi Sae sadar, kelak ketika mereka dewasa, waktu seperti ini pasti akan menjadi hal yang sangat dirindukan oleh dirinya.
.
.
.
.
Dua teal yang terbelalak setelah peluh turun dalam tidurnya itu bergulir seakan mencari sesuatu dalam kegelapan. Menyisir surainya kebelakang, hembusan nafas Lelah menimbulkan suara dalam ruang sepi.
Itoshi Rin menatap pada jendela yang tidak jauh dari tempatnya mendudukkan diri.
"malam ...."
Gumaman itu datang setelah melihat bentuk bulan yang masuk dalam bingkai jendelanya. Sejenak Ia menatap pada kekosongan yang ada di sebelahnya. Namun, perhatiannya Kembali tertarik ketika rintikan putih turun dari langit.
Salju pertama sudah turun.
Rin mendekat pada bingkai jendela yang sedikit terbuka. Kala kedua tealnya menatap pantulan samar dirinya dalam kaca, sejenak sosok didalam sana berubah.
"Rin, ini malam salju tutup jendelanya atau kau akan terkena flu"
Seketika tubuh itu tersentak. Dan ketika telapak tangan itu menyentuh permukaan kaca, bayangan itu Kembali ke wujudnya semula.
Sedikit kekecewaan datang disana, berharap pada sesuatu yang mustahil. Itu adalah sifat dasar seorang manusia.
Nyatanya sedikit ada rasa senang dalam keterkejutan yang dialami. Dari pada sebuah khayalan, Rin lebih senang menganggapnya sebagai sebuah ingatan. Rin merindukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You Can Beat Me [Brotherhood]
Fiksi PenggemarIkatan darah memiliki arti yang berbeda dalam setiap kehidupan manusia. Mereka yang menderita olehnya akan menganggap bahwa sebuah ikatan darah merupakan kutukan. Mustahil untuk menghilangkannya kecuali ajal lah yang membebaskan. Atau mungkin membua...