Seminggu berlalu, entah gerangan apa Karel tidak bertemu dengan Kaluna, pesannya pun hanya dibalas singkat alih-alih memberi kabar. Sikap Karel ini yang tidak bisa Kaluna tanggapi lagi, haruskah ia menyerah sekarang?
“Kamu bisa gak bawa Karel malam ini? Ada yang mau aku omongin sama dia.”
Jericho yang tengah meneguk coca cola nya harus terjeda sebentar, ia taruh kaleng berwarna merah tersebut lalu kemudian mengambil ponselnya.
Sejenak ia tatap Kaluna yang menunduk, banyak sekali perubahan yang terjadi pada Kaluna semingguan ini. Mulai dari pipinya yang tirus, kantung matanya yang sedikit menghitam, rambut hitamnya yang agak berantakan, dan juga proporsi tubuh yang semakin berubah drastis.
Dalam seminggu itu pula Jericho setia menemani Kaluna dan perubahan moodnya yang gampang sekali marah, nangis, ataupun bahagia sedikit.
“Malam ini bisa ke tempat Jendra gak?”
“Mau ngapain?”
“Ada yang pengen gue omongin, gue tunggu.”
Suara itu yang Kaluna rindukan. Saat panggilan itu berakhir, dengan segera ia ambil obat yang selama ini menemani dirinya, ia teguk air itu sampai obat itu tertelan lalu menghela nafas.
Sudahkah saatnya Jericho bertanya? Tentang pikirannya yang buruk perihal Kaluna yang selama ini tidak baik-baik saja?
“Kamu berubah, Lun...”
Mata yang sudah berair itu menatap Jericho dengan sendu, ia sembunyikan kedua tangannya yang mulai bergetar dari pandangan Jericho.
Lidah Kaluna kelu, sekedar menghirup udara saja rasanya sedikit sakit, dada yang kian bergemuruh, ditambah lagi kesadaran diri yang kian limbung membuat Kaluna hampir terjatuh.
Sungguh, Jericho tak tega melihatnya. Dirinya semakin bertanya-tanya ada apa dengan gadis di dekapannya ini? Perubahan drastis akibat hilangnya kabar dari Karel atau hal lain?
“Kaluna sadar!”
Tubuh Kaluna semakin bergetar hebat, kedua tangannya menutup kedua telinganya lalu kemudian berteriak. Melihat Kaluna seperti ini membuat Jericho dilanda panik, segera ia gendong gadis itu lalu keluar untuk pergi menuju rumah sakit, persetan ia menutup pintu atau tidak, yang ia pikirkan sekarang hanyalah Kaluna.
☾☾☾☾☾
Sekedar menghidupkan ponsel pun rasanya Jericho tidak kuat. Fakta jika Kaluna mengidap bipolar membuat Jericho tidak bisa membendung kan air matanya lagi. Kaluna dengan rasa sakitnya, sudah lama berdiri dengan ketidaknyamanan rasa sakit itu.
Jericho memang bukan orang lama yang selalu menetap dengan Kaluna dari awal berjumpa sampai sekarang, tapi setidaknya Jericho memenuhi keinginan hanya untuk sekedar memastikan Kaluna baik-baik saja, walaupun tidak jelas hubungan mereka apa.
Masalah keluarga pun Kaluna tutup untuk tidak bercerita pada dirinya dan Jericho memaklumi. Masalah keluarga bukan hal sepele yang dengan mudah diceritakan oleh orang lain bahkan baik ataupun buruk masalahnya. Karakter Kaluna yang selalu menutupi diri itu yang membuat Jericho sadar jika ia hanya perlu menjaga perasaan gadis itu, sampai bisa memilih untuk siapa ia bercerita tentang kehidupannya.
Pintu terbuka lebar menampakkan Jendra dengan wajah tegasnya, ia tatap sebentar Kaluna yang masih terpejam di bangsal nya lalu kemudian menatap Jericho.
“Kenapa Luna??”
Jericho menggeleng, “Gue gabisa cerita sekarang, intinya nanti malam gue mau bawa Karel ke rumah lo, di lapangannya maksudnya.”