Kaluna membuka matanya kala burung berkicau merdu, membangunkannya pada bunga tidur yang menurutnya tenang kali ini. Sinar matahari mulai meraungi seisi kamarnya, menggantikan terangnya lampu yang bergelantungan di langit-langit kamar.
Kaluna meregangkan kedua tangannya, menyisir rambutnya yang berantakan dengan jari-jari tangannya. Netranya menelisik sudut kamar hingga menemukan tubuh Jericho yang masih membeku diatas sofa. Hanya dengan selimut dan satu bantal, ia tidur disana sebab terlalu lemas untuk pulang.
Kaluna merasa tak enak pada Jericho, laki-laki itu sempat mengeluh tadi malam karna badannya yang tidak enak dan juga kepalanya yang sedikit pusing. Asumsi Kaluna memang benar saat menyentuh kening Jericho dan merasakan jika tubuh laki-laki itu sangat hangat.
Jericho yang ingin pulang semalam harus diurungkan sebab Kaluna memarahinya untuk tidak keras kepala. Pada akhirnya, kemarin malam yang Kaluna lewati untuk menangisi sikap Karel harus terganti dengan merawat Jericho.
Kaluna beranjak dari kasurnya dan berjalan mendekati Jericho yang masih terlelap. Kaluna taruh tangannya pada kening Jericho yang terpasang bye bye fever itu. Masih melekat, hingga membuat Jericho nampak seperti anak kecil yang meringkuk lelah.
Panasnya mulai menurun. Kaluna tepuk pipi Jericho dengan pelan, membangunkan dirinya agar tak terlambat masuk kantor.
“Ngantor ngga? Kalo engga aku izinin nanti.”
Jericho menjawab dengan anggukan kepala yang sangat pelan, netranya mencoba beradaptasi pada sekitar sebab panas matahari yang kini mulai menyengat. Tangannya bergerak untuk menyentuh keningnya sendiri, meraba-raba seperti merasa janggal pada keningnya yang terpasang sesuatu.
“Kamu yang nempelin?”
Kaluna mengangguk, “Aku suruh kamu buat minum obat dulu tapi keburu tidur kamu nya, yaudah aku pasangin bye bye fever aja.”
“Lagian kalo sakit ngapain kesini sih? Udah tau cape masih kekeuh mau kesini!” Kaluna melanjuti perkataannya dengan intonasi kesal.
“Inisiatif aku sendiri, soalnya aku tau kalo kamu lagi nangisin Karel.” Perkataan Jericho membuat Kaluna diam sebentar.
“Maksud kamu?”
“Jendra sama yang lain dateng ke party nya salah satu temen dia, lagi ngadain anniversary maybe? Mungkin Karel juga disitu, tapi gak tau juga.”
Kaluna teringat akan story milik Karel di akunnya yang ia lihat tadi malam, mungkin sepertinya Karel sedang mendatangi suatu tempat yang persis dengan Jericho katakan barusan. Mengingat hal itu membuat Kaluna masih dilanda rasa kesal.
Jika memang Karel tak bisa memberikan waktu untuk dirinya, setidaknya memberitahu ataupun menolak kalau tidak bisa. Kaluna seperti dilema rasanya, seakan-akan keinginannya hanya di dengar dan diangguki oleh Karel, bukan diresapi dan dikabuli.
“Karel disana. Aku liat story insta nya.”
Wajah Kaluna yang mulai murung membuat Jericho menggerutu, dipagi hari ini harus nya ia dan Kaluna bersemangat, bukannya membuat suasana mendung seperti ini. Salahkan dirinya yang malah mengungkit masalah tadi malam. Duh Jericho...
“Gausah dipikirin. Kamu hari ini ke toko kan? Aku sekalian mau pulang”
“Kamu ke kantor?”
“Iya, soalnya mau ada meeting sama yang lain.”
“Emang gapapa? Kamu masih sakit!”
“Udah engga, aku tunggu diluar.”
Jericho mendorong Kaluna untuk masuk kedalam kamar mandi, sementara dirinya keluar lalu menuju dapur untuk mengambil segelas air. Panasnya sudah menghilang, tapi rasa sakitnya masih ada. Jericho memegang kepalanya dengan sedikit meringis, rasanya ia ingin langsung pulang dan kembali tidur tapi tidak bisa.