Jayden yang berlari menuju UKS dengan wajah penuh darah itu sudah menyebar diseluruh penjuru sekolah. Pak Wisnu saksi pertama yang melihat Jayden lari cepat itu langsung masuk ke kamar mandi siswa laki-laki, disana beliau melihat Gun dan Gibran yang sama-sama terdiam. Hingga dia menyadari, mereka lah penyebab Jayden terluka.
Kini Jayden berada di dalam UKS yang sudah dia kunci dari dalam. Berusaha menahan tangis, karena perihnya air mata yang mengenai luka di pipi nya. Meringis perih saat obat merah mengenai luka yang kembali mengeluarkan darah.
Di UKS bersuhu dingin dia sendiri pagi ini. Dia tak berani untuk bertukar cerita pada Jeje bahkan Seno sekalipun. Dia tak ingin orang lain menganggap dirinya lemah, walaupun memang itu kenyataanya.
Jayden tidak mengerti, kenapa dia harus memiliki nasib buruk untuk menjadi samsak tinju oleh duo G. Bukankah terlalu berlebihan jika dia di bully hanya karena berteman dengan pacarnya? Dia juga tak ingin merebut Jihan dari Gun, kok.
Jayden mendesah lelah, untuk apa juga memikirkan ini. Sudah takdir Tuhan.
Mungkin Tuhan memberi cobaan berat seperti ini agar Jayden bisa merasakan kekejaman dunia, dan bangkit untuk menjadi sosok yang lebih kuat.
Jayden yakin cobaan yang Tuhan beri tidak akan melebihi batas kemampuan hamba nya.
"Lu kenapa lagi?" seseorang tiba-tiba bertanya membuat Jayden yang fokus dengan cermin di depannya terkesiap.
Ternyata selama Jayden di dalam UKS, ada Hayden yang tertidur di salah satu bankar. Kini dia membuka tirai itu dan menatap datar kearah Jayden.
"Aku gapapa kok, den. Kamu lanjut tidur aja." ucapnya, sembari kembali fokus dengan barang-barang medis.
Hayden tidak suka dengan respon si kembaran. Kemudian dia bangkit dan mendekat kearah Jayden, dia menyadari satu hal, luka semalam kembali terbuka.
"Di apain lagi lo sama si Gibran?"
"Bukan, Gibran. Ini Gun."
"Ga tobat-tobat tu dua orang."
Hayden langsung duduk di meja yang penuh dengan barang-barang yang sedang Jayden gunakan. Dia mengangkat dagu Jayden agar bersitatap dengannya. Hayden mulai kembali mengobati luka itu, seperti semalam.
Dia hanya merasa bersalah, tidak lebih.
Jayden yang kembali merasakan kehangatan dari Hayden hanya bisa tersenyum kecil. Dia bersyukur, bahwa Hayden masih peduli terhadapnya. Hayden adalah bintang baginya, walaupun sekitarnya gelap, Hayden terlihat selalu bersinar dimata Jayden. Seperti bintang.
Sedangkan, Hayden melihat Jayden seperti tanaman putri malu. Jayden memiliki senyum yang indah, tapi dia menyembunyikan nya. Dia selalu tersenyum dihadapan teman-teman nya seperti tak memiliki beban apapun.
"Udah sembuh jantung lo?" pertanyaan tiba-tiba dari Hayden tersebut membuat Jayden terdiam, dia tak pernah menceritakan perkembangan penyakitnya ini. "Ayah yang bilang."
Jayden mengangguk sebagai respon, Hayden kini sudah selesai membalut wajah Jayden. "Jawab!"
"Udah sembuh kok, den."
"Serius?"
"Serius, Hayden."
"Kalo udah sembuh kenapa gue dapet telepon dari dokter lo? Dan bilang udah sebulan ini lo ga kontrol? Padahal beliau ga suruh lo untuk berhenti kontrol."
SKAKMAT.
Jayden seketika terdiam tak bisa menjawab.
Kenapa dokter nya itu sulit sekali diajak kerja sama sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
we're same, but different✔
Storie brevi"Tidak ada yang mengerti aku, aku hanya punya diriku sendiri untuk bertahan hidup. Ayah, kita itu sama. Tolong perlakukan aku dengan baik juga" - Jayden Kusuma.