03: Deeptalk

67 63 54
                                        

"Hah... Hah... Hah..."

Erlan menaruh tangannya di tembok dan melihat sekitar tapi orang yang dicarinya sampai sekarang belum ketemu.

"Adek kemana sih?" Erlan mengacak-acak rambutnya frustasi.

Padahal rambutnya udah berantakan malah diberantakin lagi.

"Ojo gawe aku khawatir ngeneki ta, dek! (Jangan buat aku khawatir gini, dek!)" Erlan berjongkok dan mengatur nafas.

"Pikirin Lan, pikirin. Biasanya cewek kalau lagi sedih itu kemana?" Erlan pun memikirkan beberapa ide tentang tempat per-kabur-an ini.

"Rooftop? Gak, gak. Lorong ini bukan mengarah ke rooftop. Apa si Kelvin bohongin gue ya? Bentar, pikirin dulu. Tempat apa yang sepi selain rooftop?" Disinilah Erlan sedang berperang pikirannya dengan cara berbicara sendiri.

Beberapa menit dia tersadar.

"EVAKUASI! GOBLOK! KENAPA GAK MIKIRIN DARI AWAL SIH?!" Erlan langsung berdiri dan berjalan ke arah pintu evakuasi.

Erlan langsung membuka pintu evakuasi itu dan betapa terkejutnya saat melihat Arabella jatuh ke lantai karena bersandar di pintunya, dengan sigap Erlan langsung menahan kepala Arabella agar tidak terbentur lantai.

Cekrek!

"Dek! Dek! Bangun, dek!" Erlan menepuk-nepuk pipinya perlahan dan menyadari bahwa ada bekas air mata di pipi Arabella.

Arabella membuka matanya perlahan dan melihat Erlan berada di depan mukanya dengan sangat dekat sekali. Refleks, Arabella mendorong tubuh Erlan dengan keras.

"Duh!" Ringis Erlan saat pipinya menyentuh lantai.

"Eh...? Kakak? K-kakak gapapa?" Arabella langsung menghampiri Erlan dan menyentuh pipinya.

Blush...

Erlan yang dipegang pipinya itu malah merona dan menunduk sambil menggenggam tangan Arabella dengan erat.

"Loh? Kenapa kak? Sakit banget ya? Sampai pipinya merah gitu... Mau saya obati di UKS?" Arabella terlampau khawatir tanpa mengetahui bahwa dia yang membuat pipi Erlan bersemu merah.

Erlan hanya menggeleng, sepertinya rasa sakit pipinya kalah telak dengan rasa malunya.

"B-beneran...?"

"Kulo mboten napa-napa kok, dek... (Saya gapapa kok, dek...)" Gumam Erlan dengan tetap menunduk.

Dan saat ini Erlan menyadari sesuatu.

"Eh iya. Adek kenapa ada di sini? Gak biasanya adek bolos... Apa mungkin adek sedih karena kalah dalam olimpiade...?"

Arabella sedikit tersentak dengan pertanyaan itu, "Mhm... Anu... Itu..."

Erlan tetap menatap Arabella dengan lekat dan membuat Arabella semakin gugup untuk memberitahu yang sebenarnya.

"Dek... Katakan saja. Adek kenapa? Kasih tau semua ke kakak, biar kakak ngerasain juga..." Erlan menelengkan kepalanya dan menatap Arabella khawatir.

Dengan ragu Arabella mulai menceritakan semuanya, dari Lareina yang bermuka dua, orang-orang yang mengolok-oloknya, dan perasaannya.

Erlan pun mengepalkan tangannya dengan kuat hingga berdarah, yang tentu saja dia menyembunyikan tangannya agar Arabella tidak mengomel saat melihat ini.

"Dek... Are you okay? (Adek... Apakah kamu baik-baik saja?)" Tanya Erlan khawatir.

Arabella pun menggeleng, "No. I'm not felling myself today... (Tidak. Aku tidak merasa seperti diriku sendiri hari ini...)"

PELINDUNGKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang