Cahaya menyilaukan mengganggu penglihatan Shosei sepenuhnya, mata hitamnya berkedip dengan cepat sebagai upaya untuk membiasakan cahaya memasuki retina. Cukup jelas bagi prajurit itu bahwa dia sedang berbaring di sebuah kasur yang bukan miliknya. Perlahan Shosei mencoba menarik dirinya untuk duduk bahkan jika anggota tubuhnya terasa berat. Dia bertanya-tanya kenapa bisa berakhir disini, namun rasanya percuma untuk bertanya pada siapapun karena ruangan mewah ini tak akan memberikan jawaban apapun.
Shosei sekali lagi merenungkan apa yang telah terjadi sebelum nyeri mulai menyerang saat gerakan tiba-tiba pada area perut terjadi, lelaki itu mengernyitkan dahi dengan tangan kanan secara otomatis menyentuh sumber nyeri. Sebelum Shosei bisa bereaksi lebih banyak tiba-tiba gema dari langkah kaki mendekat, jika dia tak salah mengartikan maka itu terdengar seperti langkah berkelompok. Dia menoleh ke arah pintu setelah bunyi 'klik' terdengar dari gagang pintu yang diputar.
"Shosei!" Pangeran Issei nyaris berteriak saat mendapati pengawalnya telah siuman setelah 18 jam terakhir tak sadarkan diri. Tak jauh dari sana Shosei juga memperhatikan Junki tersenyum lega, seolah sebagian beban hidupnya terangkat saat melihat rekannya sadar kembali, berbanding terbalik dengan ekspresi datar dari para tetua yang berkerumun didepan pintu. Dari cara Pangeran Issei bergegas melintasi ruangan untuk menemui bawahannya dengan ekspresi kelegaan dan rasa syukur membuat dirinya tersanjung, orang dengan kemuliaan yang tak peduli untuk menunjukkan rasa malunya.
"Pangeran!" Sungguh sebuah penghinaan bagi dirinya dengan tidak menunjukkan kesopanan, maka dengan paksa Shosei bergegas berdiri untuk memberikan penghormatan karena begitu khawatir pada kondisinya. Tak butuh waktu lama rasa pusing kembali menerpa seiring dengan luka yang mulai membuka, sesuatu yang jelas tak dia sadari.
"Tidak! Jangan bergerak!" Pangeran Issei berkata, dengan cepat mencengkram lengan lemah itu dengan erat, mencegahnya untuk bergerak "Tidak dengan kondisimu saat ini" matanya dengan jeli memerhatikan noda darah yang mulai menyebar.
"Tapi aku-"
"Aku memerintahkanmu untuk diam" ucapan itu bersifat final, lagipula setiap kata adalah perintah, bahkan jika dirinya enggan untuk mengikutinya.
"Periksa dia sekarang!" Titah sang Pangeran sambil menoleh pada seorang laki-laki tua berjubah putih yang berada tak jauh darinya, bergegas pergi untuk melakukan pemeriksaan dengan menyeluruh. Meskipun samar Shosei mengenal suara itu dimanapun, tapi persetanan dengan rasa sakit diperutnya yang mulai mengaburkan semua indra.
Lima menit terasa berjam-jam saat tabib mengganti perban dari perutnya, rasanya dia dipaksa untuk mengingat bagaimana katana tajam berhasil mengiris perutnya. Jujur saja, memikirkan bangun kembali setelah serangan mendadak yang menyebabkan dirinya jatuh dalam genangan darah sendiri sangat menakjubkan. Bahkan nyeri yang ditimbulkan terasa berbeda dari pertarungan biasanya dan Shosei tau apa penyebab pastinya.
"Jangan banyak pikiran tuan" ucap tabib untuk pertama kalinya pada Shosei, atau setidaknya itu menurutnya. Sakit benar-benar membuyarkan semua fokus, bahkan tidak menyadari perban telah selesai diganti. "Itu juga bisa mempengaruhi luka dan kesehatanmu, untuk sekarang istirahatlah karena lukamu masih belum sepenuhnya tertutup, jadi jangan bergerak secara mendadak"
"Terima Kasih" Shosei hanya bisa patuh sambil tersenyum lemah, menundukkan kepala sebagai rasa penghormatan pada sang tabib.
"Sudahi semua kepura-puraan ini, kamu harus bermental baja sebagaimana mestinya prajurit. Luka itu tidak seberapa, kamu telah dilatih untuk menerima lebih banyak luka" Suara berat tersebut mengingatkan Shosei bahwa tetua kerajaan masih berkumpulan diruang ini. Nobuyuki dengan angkuh mendekati sang Prajurit, pandangan yang diberikan menghina.
"Kami juga manusia Nobuyuki-sama, harusnya Tuan mengerti itu" Junki melangkah maju, perasaan marah berkecamuk di dada hingga terasa sedikit sulit untuk dilawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Side Of Prince
FanfictionKenyataan dibalik dinding megah kastil tak seindah yang dibayangkan banyak orang. Kisah tentang cinta, kesetiaan, penghianatan dan pertumpahan darah menghiasi setiap sudut kastil. *** Sinar bulan seakan tertawa setiap waktu padanya. Ia hanyalah seor...