HAPPY READING MALOV🤍
.
.Niatnya untuk bangun sebelum makan malam, tetapi Juan justru terbangun pagi harinya. Juan terbangun dengan tubuh yang lemas dan kepala yang pusing bukan main. Ia yakin jika saat ini ia terserang demam, Juan melangkah pelan ke arah pintu kamarnya saat mendengar ketukan dari sana. Ia berjalan dengn berpegangan pada setiap benda yang dapat menopang tubuhnya.
"Kamu kesiangan! Biru dan Riden sudah berangkat, kamu harus sekolah, Juan!" Juan terdiam saat mendengar teriakan Jeffrey. Pintu kamarnya bahkan baru terbuka satu centimeter.
Begitu pintu kamar terbuka sepenuhnya, ia dapat melihat Jeffrey yang terdiam menatapanya. Juan dengan suara lirihnya berkata, "Papa bisa sabar? Aku siap-siap dulu." Juan kembali masuk ke kamar tanpa menutup pintunya.
Ia bernit tidak sekolah awalnya, apalagi tubuhnya terasa sangat lemas saat ini. Akan tetapi, melihat Jeffrey sangat marah, Juan putuskan untuk tetap sekolah karena tidak ingin berdebat dengan Jeffrey lagi.
Sedangkan Jeffrey masih terdiam saat tadi melihat wajah Juan yang sangat pucat. Juan memang selalu pucat, tetapi kali ini tampak lebih pucat dari biasanya. Jeffrey ingin menanyakan keadaan Juan, tetapi Juan sudah lebih dulu masuk ke kamar mandi.
Jeffrey memasuki kamar Juan, menyiapkan seragam sekolah Juan dan buku pelajaran Juan ke dalam tas. Begitu selesai, ia duduk di tempat tidur Juan, menunggu Juan keluar dari kamar mandi. Setelah sepuluh menit, akhirnya Juan keluar dsri kamar mandi dengan berbalut handuk.
"Dek, Adek gapapa?" tanya Jeffrey. Juan yang tengah mengenakan pakaian menghentikan kegiatannya sejenak.
"Aku gapapa, Papa ga usah sok perduli!" sanggahnya sembari melanjutkan kegiatan yang tertunda.
Jeffrey hanya diam, melihat tubuh anaknya yang tampak lemah. "Maafin Papa, Dek," kata Jeffrey.
Juan yang telah siap dengan seragamnya beridiri di depan Jeffrey. Ia menatap netra Jeffrey, kemudian tersenyum. "Pa, Papa kayanya ga sayang sama aku. Papa cuma takut kehilangan, iya, kan?" Juan bertanya dengan tatapan mata yang menyiratkan kekecewaan.
"Engga, Dek! Kata siapa? Papa sayang sama Adek!" bantah Jeffrey.
"Buktinya, Papa cuma baik ke aku kalau kondisi aku keliatan ga sehat! Apa aku sakit aja terus, biar Papa perhatian sama aku? Biar Papa inget kalau aku masih ada, iya? Gitu, Pa?" tutur Juan dengan napas yang terengah. Lalu matanya melirik jam dinding yang terletak di atas pintu kamar.
"Aku udah telat, ayo, anterin aku sekarang." Juan kemudian melangkah mendahului Jeffrey.
Jeffrey Menghela napasnya kasar. Ia sadar ia yang salah di sini, ia sangat menyayangi Juan hanya saja belakangan ini ia terlalu fokus pada Riden, Bunga dan Biru yang masih terpuruk karena kepergian Nek Fatimah. Ia sampai melupakan Juan yang berjuang sendirian tanpa penopang.
✨
"Jayden, nanti gue nebeng sama lo, ya?" ucap Juan begitu selesai dengan makan siangnya. Ia hanya memakan sebungkus roti dan meminum sebotol air mineral karena Juan tidak terlalu lapar. Ia hanya ingin mengisi perut agar dapat meminum obat karena sudah dua kali ia melewatkan jadwal minum obat rutinnya.
"Tumben? Biru sama Riden ke mana?" tanya Jayden yang merasa heran saat Juan tiba-tiba akan menumpang pulang dengannya.
"Lagi males, boleh, kan?" tanya Juan lagi.
Saat ini Jayden tengah menemani Juan di kantin, sedangkan temannya yang lain sudah kembali ke kelas. Jayden menatap Juan lekat, Juan tampak lebih pucat dari biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐉𝐮𝐚𝐧𝐝𝐚 [TERBIT]
Teen FictionHidup dengan limpahan harta dan kasih sayang sedari kecil, membuat Juan tidak tahu jika takdir ternyata begitu kejam. Di mata orang lain, kehidupan Juan sempurna. Ia tampan, kaya, dan keluarganya harmonis. Namun, siapa yang tahu takdir? Jika boleh...