"Ada lah, ibu pokoknya punya uang. Ini untukmu," katanya menyerahkan uang 50 ribu.
Aku menatap ibu ragu, apakah wanita itu berhutang lagi? Bukan apa, pasalnya ibu menyerahkan uang untukku, yang artinya uang ongkos sudah ia siapkan terlebih dahulu.
"Ibu mau pulang, soalnya kalau telat takutnya nanti kemalaman di jalan."
Aku mengangguk menyalami tangan ibu.
"Kamu baik-baik di sini, belajar yang giat."
Mengantar wanita itu sampai ke depan pesantren.
Di parkir ternyata ada ayah di sana sedang menghisap puntung rokok di tangannya berdiri di hadapan sebuah mobil mewah.
Pria itu menatap aku dan ibu cukup lama, namun aku tak peduli, bahkan aku tak menyapa atau pun tersenyum pada pria itu.
Setelah memastikan ibu masuk ke dalam angkot, aku membalikkan badan dan kembali ke area asrama, namun ternyata ada seseorang yang menarik tanganku. Itu ayah. Pria itu menarikku hingga berada di belakang mobilnya.
Aku diam cukup lama, hingga pria itu mengeluarkan suara. Aku pikir niat ayah ingin menanyakan kabarku dan meminta maaf karena sikapnya yang tak peduli pada anak kandungnya ini. Namun ternyata dugaanku salah.
"Kamu jangan sampai apa-apakan anak saya Risa, lihat saja jika anak saya kenapa-napa!" katanya.
Aku tertohok, tersenyum getir di balik cadar, mataku berembun ingin menangis akan tetapi ku tahan dengan susah payah.
Ayahku, ayah kandungku sendiri mengancamku, ia nampak begitu khawatir pada anak tirinya namun ayah tidak mau tahu menahu dengan keadaanku.
"Kamu dengar tidak?" tanya pria itu.
Aku menarik napas pelan lalu mengangguk.
"Anda sudah kaya, anda sudah sangat terlena dengan kehidupan anda," sahutku lalu membalikkan badan. Namun pria itu kembali menarik tanganku.
"Jika ada masalah, katakan pada saya, jika kamu sakit hati dengan saya, katakan pada saya, jangan balas pada putri saya Clarisa."
"Saya tidak sakit hati!"
"Bohong! Nyatanya kamu menatap saya aneh sekali."
"Apa anda pikir saya menatap anda? Tidak saya hanya menatap ayah saya!"
Suaraku bergetar hebat, ayah terdiam mendengar jawabanku.
"Azahra kau anak saya, anak saja hanya Risa, saya tidak punya anak lain selian dirinya."
"Apa karena aku miskin?" tanyaku lagi.
"Sudahlah, kau tidak perlu menyesali nasibmu yang miskin, hidup saya sudah sangat tenang saya sudah sangat bahagia dengan istri dan anak saya! Perlu kamu ketahui bahkan Risa tidak tahu bahwa saya punya anak yaitu kamu."
Aku bergeming. Ternyata selama ini Risa tidak tahu bahwa aku adalah anak kandung dari ayahnya, namun selama ini aku pikir ia tahu itu sebabnya ia begitu gemar membully aku.
"Saya tidak ingin kehilangan kemakmuran dalam hidup, saya tidak ingin hidup susah lagi seperti dengan ibumu dulu, jadu jangan sampai Risa tahu bahwa kau
....""Tenang saja, saya sudah bukan anak anda semenjak anda bercerai dengan ibu saya."
"Bagus!" timpal pria itu.
"Mulai sekarang, sebut dirimu perumpuan tanpa nasab, saya tak sudi nama saya berada di belakang namamu."
"Pasti Pak! Pasti! Saya harap anda ingat ucapan anda, saya tidak akan pernah melupakan hari ini. Semoga anda selalu dilimpahkan kekayaan oleh Allah."
KAMU SEDANG MEMBACA
SANTRIWATI MISKIN PILIHAN GUS TAMPAN
Teen FictionAku yang menjadi buruh cuci di pesantren tiba-tiba mendapatkan pinangan dari Gus Tampan