Bab 5

13 4 0
                                    

Bagam pulang menjelang subuh di hari itu. Aku tidak tidur semalaman karena menungguinya. Setiap berapa menit sekali kupantau lagi keluar, tidak peduli dengan hawa dingin dan kawanan nyamuk yang terus menjailiku dengan gigitannya hingga meninggalkan bintik merah di kulitku. Aku tetap harus Lena untuk memastikan apakah dia pulang atau tidak?

Hari ini aku menerima pembayaran dari orderan souvenir dari Kak Bugi, hasilnya lumayan. Bisa buat di bagi ke mama, jajan, dan selebihnya kujadikan tambahan modal untuk pesanan souvenir berikutnya. Sudah ada 3 list yang masuk dari Kak Bugi yang harus buru-buru aku kerjakan sebelum keteteran.

Aku singgah dulu ke Toko Baba Ong untuk mengisi pulsa sebelum pulang ke rumah, seperti biasa aku di sambut dengan sapaan ramahnya saat memasuki pintu rolling tokonya.

"Eh ada Kiera yang manis, baru sekali Mama mu pulang."

"Habis belanja?"

"Tidak tahu dari manalah, habis turun dari angkot lalu ngobrol-ngobrol sebentar disini."

"Oo,"  singkatku sambil menuliskan nomer teleponku di sebuah kertas diatas papan pengalas ujian.

"Eh Kiera, yang suka jemput kakakmu di depan itu pacarnya ya? Ah paten kali lah mobilnya. Pasti orang kaya," Lanjut Baba Ong sambil memencet tombol di ponselnya dengan sesekali menatap kertas yang baru aku tulis.

"Oh ya? Aku gak tahu tuh."

"Sudah masuk pulsanya."

"Iya sudah masuk Ba,"

"Jangan kau ambil hati lah ucapan Baba tadi. Barangkali temannya."

"Iya Ba santai. OH ya Ba, ada tutup botol lagi gak?"

"Ada, itu Baba sudah plastikin dekat show case."

Mataku berbinar melihat sekantong penuh tutup botol pelastik, bahan tidak terpakai bahkan bisa dibilang sampah. Tapi bagi ku ini adalah calon pundi-pundi rupiah.

"Terima kasih ya Ba,"

"Iya Kiera yang manis. Kalau Mama mu bikin puding, jangan lupa bawakan Baba juga ya?" Sambung Baba Ong setengah bercanda.

" Ok siap Baba."

Ku tinggalkan toko Baba Ong sambil berjalan dengan kantong penuh bahan kerajinan di gendongku. Aku tidak peduli dengan tatapan aneh orang orang yang berpapasan denganku. Yah dengan bentukan seperti kuli panggul ini, aku yakin pasti menarik perhatian  mereka. Kenapa mesti malu dan apa yang harus membuatku malu, toh bukan mereka juga yang memberiku Rezki dan makan. Jadi pasang muka tebal aja, selama halal kenapa tidak. Mau di bilang pumulung kek, apa kek. Terserah.

Aku menghentikan langkahku saat tiba-tiba melihat Bagam tengah berdiri di bawah pohon, tersenyum kearahku.

"Ngapain disitu?"

"Nungguin kamu," katanya lalu menghampiriku. Melepas topi hitam yang di pakainya lalu memasangnya di kepalaku.

Jantungku berdegup kencang saat mata kami saling bertaut. Aku baru menyadari satu hal, ternyata Bagam memiliki sepasang bola mata kecoklatan yang begitu indah hingga membuatku terkesima dan seolah tersihir dengan sorot matanya yang teduh.

Dia meraih plastik yang kugendong dan berjalan lebih dahulu. Aku menyusul kemudian hingga kami berjalan beriringan namun Kami hanya saling diam tanpa berkata sepatah katapun sepanjang perjalanan.

"Loh kok bisa barengan?" Tanya Mama yang baru saja selesqi membuang sampah di depan.

"Ketemu di depan ma,"

"Aku pulang ya Ra', Tante." Ujar Bagam mengembalikan kantong yang tadi ke gendonganku.

"Kok pulang, Makan siang bareng kita yuk."

Jejak RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang