Bab 8

4 2 0
                                    

Aku menekan tombol up pada prangkat audio mobil Paman vincent yang di pinjamkan ke Jifal untuk kami pakai ke base camp pendakian. Sambil bernyayi, aku menatap jauh ke kedepan. Jam di tanganku sudah menunjuk angka 9 malam. Aku memilih lena saat Nandar dan dito sudah sedari tadi terlelap di seat belakang. Jika aku ikut tidur, kasihan Jifal menyetir sendirian tidak ada teman mengobrol.

"Tidur saja, kamu pasti lelah setelah tektokan tadi?" Gumam Jifal menekan tombol di sebelahnya hingga kaca jendela terangkat naik.

"Belum ngantuk," jawabku.

"Suka?"

Aku memalingkan pandanganku, menatap Jifal yang fokus yang jalanan depan.

"Suka?" Aku balik bertanya.

"Kupluknya?"

Aku memegangi kupluk yang sedang kupakai. Ingatku kembali pada beberapa kado misterius itu. Jangan-jangan ... tapi ah, rasanya sangat mustahil.

"Kamu tahu siapa yang ngasih?"

Dia mengangguk.

"Siapa?"

Dia tertawa mendengar pertanyaanku.

"Kamu?" Tebakku meski rasanya sangat mustahil.
Dia mengangguk sambil tersenyum.

Aku ternganga, tak menyangka. Ada apa dengan Jifal? Sikabnya terhadapku sangat berbeda 180 derajat dari yang sebelum-sebelumnya. Jika memang benar dia yang mengirim kafo berisi kupluk ini. Berarti dia juga pengirim kado-kado yang sebelumnya. Tapi apakah maksud dan tujuannya? Sedari lahir kami bertetangga dan baru di usia yang sekarang dia bertingkah sweet seperti ini.

"Thank's ya. Aku tidak menyangka sama sekali ternyata kamu pengirim rentetan kado itu."

Jifal kembali tersenyum.

"Tapi kamu tidak apa-apa kan?"

Jifal memalingkan pandangannya ke arahku. Merasa aneh dengan pertanyaan yang kulontarkan.

"Kamu pernah kejedot tembok dalam waktu dekat ini?"
Jifal menggeleng.

"Kamu sehat kan?"

Jifal mengernyit.

"Aku sehat," singkatnya.

Entah mengapa, aku merasa ada yang salah dengan Jifal. Ini bukan Jifal yang ku kenal. Perubahannya sikab yang terjadi terhadapnya terlalu aneh untuk ku rasionalkan. Terlampau aneh hingga aku merasa dia sedang tidak baik-baik saja.

Aku jadi ingat, sebelum club sispala resmi dipindah tangankan ke junior kami di sekolah. Kami berempat kumpul di basecamp. Kami serius membahas film yang baru selesai kami tonton di bioskop. Film yang mengisahkan tentang seorang remaja rebel yang mendadak baik dan ramah kesemua orang karena sedang mengidap sebuah penyakit ganas. Jangan-jangan ... ah, apa yang sedang aku fikirkan. Harusnya aku bersyukur Jifal setidaknya tidak sebeku yang dulu.

"Oh ya, kamu jadi kuliah hukum di universitas jaya?"

"Jadi."

"Yah."

"Kenapa?"

"Setelah Bagam, sekarang kamu pun ikutan pergi,"
Jifal memalingkan pandangan sejenak.

"Memang kalau aku pergi, kamu akan sekehilangan itu?"

"Enggak juga sih," jawabku santai.

"Ah, kirain."

"Kirain apa?"

"Enggak."

"Jadi main tebak-tebakan nih?"

Jifal manyun. Seperti jawabanku tadi adalah bukan jawaban yang di harapkannya. Hingga kembali lagi sifat aslinya. Jifal-jifal. Kamu kadang lucu tapi kadang juga nyebelin.

***

Ponselku sedari tadi bertatitut ria. Kak Kinara kembali membuat panggilan. Hari ini kak Kinara mengajakku berkenalan dengan pujaan hatinyanya di sebuah mall. Awalnya ku kira ini adalah tawaran yang menarik. Setidaknya aku akan menikmati makan gratis, nonton gratis atau mungkin shoping gratis. Secara, pacarnya kakak kan seorang manager otomatis semua kemungkinan itu bisa jadi bukan mustahil. Tapi setelah ku fikir lagi matang-matang. Sepertinya datang sendiri bukan hal yang mengasyikkan saat aku membersamai sepasang kekasih yang lagi di mabuk asmara. Mereka pasti akan mempertontonkan kemesraan meraka sedang aku hanya bisa bengang bengong sendirian.

"Siapa?" Tanya Jifal yang kumintai tolong untuk mengantarkanku ke calon kampusku sebab hari ini ada demo transportasi publik karena dampak kenaikan bbm yang di berlakukan beberapa hari yang lalu.

"Kak Kinara," jawabku.

"Sudah selesaikan setor berkasnya?" Tanya Jifal sambil menyeruput kopi susu yang di Pesannya di kantin lalu bersiap untuk bangsit dari duduknya.

Aku mengangguk.

"Ya sudah, kita balik yuk,"

"Em Fal,"

Jifal mengehentikan langkahnya lalu berbalik menatapku.

"Kamu mau ngapain setelah ini?"

Jifal menggeleng "Ya paling pulang, baca buku atau main game."

"Temenin aku yuk, ketemu kak Kiara di Mall."

Tanpa fikir panjang Jifal mengiyakan ajakanku dan menujulah kami ke mall tersebut.

Kak Kinara menyambut kami di depan pintu bioskop dengan senyuman manisnya. Di terlihat sendiri saja tanpa seseorang menamaninya.

"Oh ada Jifal rupanya," Buka kak Kinara menyalim tangan Jifal.

"Iya kak, diajakin Kiera."

"Dia?" Tanyaku sambil celingak celinguk mencari keberadaan seseorang yang membuatku penasaran selama ini.

"Tuh," tunjuk Kakak pada seseorang yang tengah melakukan transaksi di kasir makanan dan minuman sambil mengajak kami kedalam.

"Beb, kenalin ini adikku Kiera dan temannya Jifal."
Pria itu meletakkan beberapa minuman dan pop corn diatas meja lalu bersalaman dengan kami.

"Langsung masuk yuk, filmnya sebentar lagi mulai,"
Kami membalas dengan senyuman.

Sebelum masuk pria yang bernama Jubin itu lalu membagikan segelas minuman dan pop corn kepada kami masing-masing. Dia nampak ramah dan baik sejauh ini, meski rasanya masih sangat canggung tapi dia mampu mencairkan suasana dengan beberapa pertanyaan basa-basinya.

"Oh, jadi karena ini kamu ngajakin aku kesini," bisik Jifal padaku saat kami telah menemukan kursi kami di deretan tanda huruf E yang terletak di bagian tengah teather.

"Iya Fal, maaf. Aku gak pede aja datang sendiri."

"Ya sudah, mau diapain lagi."

"Maaf ya,"

Jifal mengangguk.

Untung saja, genre film yang di pilih pacar Kakak merupakan genre film yang di sukai Jifal jadi lumayan tertolonglah suasana hatinya.

Sesuai prediksi, pemandangan pasangan yang di mabuk cinta benar-benar ku saksikan di depan mataku. Kakak sedari tadi bergelendot ria dengan pasangannya, belum lagi tangan mereka yang saling bergenggaman selama pemutaran film benar-benar mengganggu konsentrasiku saat menonton. Bukannya iri cuma tidak nyaman saja di lihatnya.




Jejak RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang