Andrea merapatkan jaket winternya. Udara yang semakin dingin membuat ia memutuskan untuk mampir ke sebuah kedai yang hanya berjarak beberapa blok dari gedung kedutaan besar Indonesia.
"Bonjour, Mademoiselle!" Sapa pelayan toko ini.
Andrea tersenyum manis. Ia segera memesan sepotong kue dan hot chocolate untuk menemani sore hari yang dingin ini.
Gadis itu memilih untuk duduk di samping kaca besar yang mengarah ke jalan raya yang padat kendaraan. Tidak heran karena tempat ini tidak jauh dari La tour Eiffel.
"C'est votre Mille-feuille et votre chocolat, Mademoiselle. Bon appétit!"
"Merci."
"Ah cantik banget." Gumam Andrea. Ia kemudian membuka ponselnya dan memotret sepotong kue cantik dan coklat panas dengan gambar salju di atasnya.
Ting!
Anna? Ini Keenan.Andrea tersenyum melihat pesan dari Keenan.
Iya, Nan. Gimana?
Gue yang harusnya nanya. Ada apa minta nomor gue?
Enggak ada apa-apa sih. Biar kita stay in touch aja.
Oh yaudah. Udah pulang?
Belom. Ini masih nongkrong di deket l'ambassade. Kedinginan gue.
Mavrommatis?
Kayanya iya, gue lupa. Pokoknya dari L'ambassade belok kiri.
Oke. Gue kesana.
"Ann!" Sapa Kenan tak berselang lama dari terakhir ia mengirim pesan.
"Cepet banget lo sampe sini."
"Yaiyalah, deket banget. Ngesot juga sampe gue." Jawab Keenan sambil terkekeh. Ia kemudian menarik kursi yang ada di samping Andrea.
"Lo depan situ kek." Protes Andrea
Keenan mendekatkan wajahnya ke arah Andrea. "Kenapa? Lo masih suka sama gue?"
"Apaan sih ge-er." Andrea mendorong pelan wajah Keenan agar menjauh dari wajahnya yang saat ini memerah.
Kok panas badan gue. Batinnya.
"Udah lama An gue nggak lihat muka lo." Keenan mendongakkan kepalanya, menerawang jauh ke masa remaja mereka dulu.
"Iya, udah berapa tahun ya?"
"Sorry."
"For what?"
"Gue ninggalin lo gitu aja."
"Pffttt. Lo pergi kan juga buat kuliah. Ngapain minta maaf?"
"Harusnya gue bisa obrolin dulu sama lo."
"Ga perlu merasa bersalah, Nan. Lagian udah masa lalu juga."
"Tapi hati gue masih sama lo, An."
Deg.
Andrea terdiam, memahami perkataan Keenan yang barusan ia dengar.
"Nan..."
"Ya?"
Andrea menggelengkan kepalanya. "Ehm, nggak papa. Gue kayanya harus pulang."
"Kenapa?"
Andrea menunjukkan cangkirnya yang sudah kosong, "Udah habis."
Keenan berdecak kesal. "Gue beliin lagi, segalon kalo perlu. But, please. Tunggu disini sebentar aja."
"Gue tau lo nggak tinggal di Paris."
Andrea tersenyum. "Iya, Gue stay di Strasbourg. Kereta gue masih nanti malem sih."
"Donc, nanti gue anter ke stasiun."
"Nggak usah, Nan. Gue tau lo sibuk."
"Gue maksa."
"Lo nggak berubah ya, Nan. Ngototan orangnya."
"Gue masih yang dulu, An. Dan jujur gue kecewa lo manggil gue Keenan."
Andrea tertawa, "Gue harus panggil lo apa?"
"Chéri, mungkin?"
Andrea memukul lengan Keenan.
"Aduh!"
"Modus!"
Mereka terdiam sejenak. Hening. Sama-sama memandang ke arah jendela. Memperhatikan kendaraan berlalu lalang.
Andrea menghembuskan napas panjang. "Kita udah bukan siapa-siapa, Nan."
"Je sais ça."
"Terus? Maksud lo apa bilang masih cinta sama gue?"
Keenan menggelengkan kepalanya. "Nggak ada maksud apapun. Gue cuma pengen lo tau, cinta gue ternyata abis di lo."
"Sorry, Nan. Gue udah anggep kita selesai waktu lo pindah ke Bandung. Dan gue minta maaf udah mutus semua akses komunikasi kita."
"ça va. Gue terima risikonya. After all, gue udah tunangan Ann."
Andrea terdiam kaku. Napasnya mulai terasa berat. Detak jantungnya mulai bergerak tidak beraturan, membuat tekanan yang rasanya cukup sakit bagi Andrea.
"Selamat, Nan. Je suis contente pour toi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Putar Balik!
Romance"Lo nggak perlu segitunya buat tahu tentang gue, Nan. Kita udah lama berakhir." Keenan menghentikan langkahnya. "Hubungan kita berakhir, bukan berarti gue berhenti cinta sama lo." "Terus kenapa lo tunangan sama orang lain kalo masih cinta sama gue?"...