"Ra, jangan diem aja."
Kejora tetap diam. Pandangannya menerawang jauh. Segala pikiran buruk terlintas di otaknya. Ketakutan terbesarnya kini semakin dekat untuk terjadi. Akankah apa yang telah ia usahakan selama ini berakhir sia-sia?
"Kamu pindah ke Belgia sekarang."
Keenan mencengkram kuat stir mobil yang ada di hadapannya. "Kita udah bahas ini berkali-kali, Ra. Aku nggak bakal tinggalin Prancis. Kerjaan aku semua di sini."
"Kerjaan kamu apa mantan kamu?"
"Dia cuma masa lalu, Ra."
Kejora berdecih. "Masa lalu tapi mupeng banget tadi lihatnya."
"Jadi alasan kamu marah-marah dan nggak bolehin aku jemput kamu karena ada Anna?"
"Bahkan kamu masih sebut wanita itu pake panggilan kesayanganmu dulu? Wake up, Nan. Ça fait six ans!"
Keenan terdiam. Memang benar. Nama itu tidak bisa sekalipun ia hilangkan dari pikirannya. Selama enam tahun ini, ia tidak pernah berusaha untuk melupakan Andrea. Dalam nama Anna, tersirat seluruh kenangan indah dalam hidupnya. Saat di mana ia dapat berdiri di samping Andrea dan selalu memandang wajah cantiknya. Ia mengutuk kebodohannya yang membuat Keenan kehilangan sosok Anna.
"Kamu tahu kalau aku nggak bisa lupain Anna, Ra. Kamu sendiri yang setuju buat jadi bayang-bayang Anna. Aku harap kamu inget kata-katamu dulu, Kejora."
Kejora meneteskan air matanya dalam diam. Tenang. Tidak ada isak tangis. Kejora tahu bahwa ia akan selalu menjadi yang kedua. Bahkan ketika ia hampir memiliki raga Keenan, Ia masih tidak bisa meraih hatinya. Perasaannya hanya untuk Andrea. Sesak. Dadanya kini terbakar dengan api cemburu.
"Keenan, aku juga punya hati. Kalau kamu kaya gini terus, gimana nasib hubungan kita?"
"Dua tahun kita begini, semua baik-baik aja kan?"
Kejora memandang Keenan tak percaya. "Baik-baik aja katamu? Apa kamu tahu berapa kali aku nangisin kamu? Apa kamu tahu gimana sakitnya aku yang selalu kamu nomor duakan? Adrea mantan kamu, Nan. Sedangkan aku, aku tunangan kamu!"
Kejora memukul dadanya dan terisak kencang. Berharap rasa sakit yang ia rasakan dapat menghilang. Nihil. Rasanya semakin sakit ketika Keenan tidak kunjung untuk membuka mulutnya.
"Aku nggak bisa berbuat apa-apa, Ra. Perjanjian kita cuma mencoba buat nerima kamu, dan aku udah lakuin itu. Tapi buat lupain Anna, aku nggak bisa."
"Terus kamu maunya gimana?"
"Aku... Aku nggak bisa jawab sekarang. Aku anterin kamu pulang ke hotel."
Kejora enggan untuk menjawabnya. Tenaganya sudah terkuras habis. Ia habiskan waktu dengan hanya memandang ke luar jendela hingga sampai pada sebuah hotel kecil yang terlihat nyaman.
"Kamu masuk dulu ya, Ra. Aku masih ada urusan. Bonne nuit."
Keenan melepas kecupannya pada kening Kejora. Ia kemudian berbalik hingga sebuah tangan mencengkram lengannya.
"Please, stay."
Keenan memandang Kejora yang masih menitikkan air matanya. Ia kemudian mengusap lembut pipi Kejora dan mengecup bibirnya pelan.
"Sorry, Ra."
Kejora menangis sejadi-jadinya. Ia mendudukkan badannya. Berjongkok, menopang kepala pada lututnya. Kakinya seakan mati, sama halnya dengan cinta yang ia usahakan selama ini. Ia tahu kemana Keenan akan pergi. Ia tahu kehancuran dirinya akan segera datang.
Keenan jujur merasa bersalah. Ia seharusnya tidak memperlakukan tunangannya seperti itu. Namun, ia hanya ingin menuruti kata hatinya. Ia tidak ingin kehilangan Andrea. Sejak pertemuan mereka kembali, menumbuhkan rasa cinta yang telah lama ia pendam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putar Balik!
Roman d'amour"Lo nggak perlu segitunya buat tahu tentang gue, Nan. Kita udah lama berakhir." Keenan menghentikan langkahnya. "Hubungan kita berakhir, bukan berarti gue berhenti cinta sama lo." "Terus kenapa lo tunangan sama orang lain kalo masih cinta sama gue?"...