BAB 4 - sebuah fakta

19 4 0
                                    

Andrea bersorak senang ketika mendapat surat dari kedutaan besar Indonesia mengenai perpanjangan visa miliknya. Akhirnya, bermodal surat tersebut maka ia akan bisa segera mendaftar pekerjaan yang layak. Selama seminggu ini, ia hanya bekerja serabutan. Mencuci piring di sebuah rumah makan Indonesia yang letaknya cukup jauh dari chambre-nya.

Ia sudah menyiapkan beberapa berkas lamaran. Strasbourg termasuk kota yang kecil. Meskipun begitu, banyak sekali wisata yang dapat dikunjungi. Ditambah berbatasan langsung dengan Jerman, membuatnya menjadi kota yang ramai akan wisatawan. Ia berniat untuk mendaftar di sebuah agensi city tour terkenal yang ada di Strasbourg. Sebenarnya ia tidak terlalu suka untuk bertemu orang baru. Namun, bukankah kita harus membuka hati untuk menutup kenangan yang telah lalu?

Andrea mengambil beberapa bahan makanan untuk persediaannya selama satu minggu kedepan. Ia memutuskan untuk mampir ke sebuah supermarket setelah mengantar beberapa berkas fisik yang dibutuhkan untuk mendaftar pekerjaan. Walaupun sudah dua tahun ia tinggal di sini, masih banyak tempat yang belum sempat ia kunjungi. Salah satunya adalah supermarket ini. Letaknya cukup jauh di bagian utara kota Strasbourg. Tidak heran bahwa Andrea belum pernah menginjakkan kaki di sini.

Supermarket ini cukup luas, dengan berbagai macam kebutuhan pokok maupun kebutuhan gaya hidup. Andrea menjelajahi di bagian ujung supermarket ini. Ia melihat ada banyak sekali jenis fresh flower yang terpajang di sini. Matanya tertuju pada bunga lily putih. Ia mengulurkan tangannya untuk mengambil keindahan tersebut. Tanpa sengaja sebuah tangan lebih dulu mengambil bunga tersebut.

"Andrea? Ah oui c'est toi!"

Andrea tersenyum dan sedetik kemudian ia memeluk wanita yang ada di depannya ini.

"Apa kabar, Ra?"

Kejora, teman semasa SMAnya, mengangguk. "Baik. Kamu apa kabar?"

"Baik juga."

"Lo kok bisa di sini? Lagi liburan?"

"Engga. Gue kemarin ambil master di sini. Sekarang udah kelar, lagi cari kerjaan."

"Oh gitu. Nggak nyangka deh ketemu lo di sini. Setahu gue, lo kan dulu ambil bahasa Jepang ya?"

Andrea terkekeh, "Udah nggak usah dibahas itu mah. Lo kerja apa liburan di sini?"

"Gue nganterin laki gue. Ada acara di sini."

"Acara apa?"

"Nggak tahu juga gue. Yang penting gue ikut aja sekalian liburan."

Andrea manggut-manggut paham. Kejora adalah teman satu kelasnya semasa SMA. Mereka memang tidak terlalu dekat, hanya pernah satu kali menjadi teman sekelompok. Namun hal itu cukup untuk mereka berdua bernostalgia.

Setelah pertemuan tak terduga, mereka akhirnya memutuskan untuk minum kopi sebentar di area kantin di depan supermarket tersebut. Kejora tersenyum ke arah Andrea. Ia kemudian dengan pelan mengelus tangannya. "Gue turut berduka cita ya Re, atas meninggalnya Papa lo. Sorry, gue nggak bisa dateng."

Andrea mengangguk. "Nggak papa, Ra. Santai aja."

Ia menyeruput moccachino panasnya. Mencoba menghangatkan diri dari dinginnya angin kala winter. Andrea mengamati Kejora yang tampak resah. Wanita itu kerap melihat sekeliling, dengan kaki kanannya yang tidak berhenti menghentak ke arah lantai.

"Lo nggak papa, Ra? Kaya orang cemas gitu?"

"Hmm gue nggak papa, Re. Cuma agak kedinginan aja."

Andrea tertawa. "Lo sih, udah tau lagi winter pesennya es."

"Mau gimana, gue nggak suka minuman panas."

"Dasar. Ini dingin banget loh. Mau cicipin punya gue?"

"Non, merci."

Andrea mengangguk. "Jadi sekarang lo kerja apa gimana?"

"Gue kerja, Re. Aslinya di Belgia, jadi kepala departemen penerjemahan di perusahaan makanan gitu."

"Keren banget. Ga heran sih, lo dulu pinter banget bahasa Prancisnya."

"Hahaha, bisa aja lo. Terus rencana lo apa setelah lulus Master degree?"

"Daftar kerja di city tour. Ini gue baru aja beres masukin berkas fisik, langsung mampir ke sini."

"Jadi guide?"

"Peut être. Gue pilih posisi tour planner, cuma nggak tahu nanti sekalian guide atau enggak."

"Tau gitu Lo kerja sama Gue aja. Gue lagi cari asisten penerjemah."

"Next time deh, gue hubungin lo."

Kejora mengangguk. Ia kemudian berdiri dari duduknya dan merapikan jaket winter yang ia kenakan. Matanya menerawang jauh sebelum ia menoleh dan tersenyum ke arah Andrea. "Gue pamit ya, Re. Mau balik ke hotel."

"Balik sendiri? Naik apa?"

"Mm, iya. Gue balik sendiri. Ini udah order uber. Bentar gue angkat telepon dulu."

Andrea melihat Kejora yang menjauh darinya. Ia mengamati ekspresi marah yang terpancar dari wajah cantik Kejora. Apakah driver Ubernya bermasalah? Andrea rasa tidak. Strasbourg dipenuhi oleh orang baik dan tekun bekerja, sehingga permasalahan seperti itu sangat jarang terjadi.

"Sorry Re lama. Lo nggak balik?"

"Iya, ngabisin kopi gue dulu. Sayang, mahal."

"Oke, gue balik dulu ya. Ubernya udah sampai. Tuh di depan."

Andrea terdiam seketika. Ia kemudian mencerna ekspresi gelisah dan marah yang Kejora tunjukkan. Ternyata mengarah pada satu titik.

"Keenan..."

Putar Balik!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang