5. Erik -1

463 27 0
                                    

Erik sampai di rumah. Dia melempar tasnya sembarangan dan membanting dirinya ke kasur. Menatap langit-langit ruangan yang putih. Teringat dia saat pertama kali bertemu Yohan.
.
.
.
10 tahun yang lalu ..
Erik masih kecil dan berusia 8 tahun. Anak itu sudah di beri les sejak dini. Dia selalu terkurung di rumah. Bahkan saat libur. Akibat kurangnya sosialisasi menyebabkan Erik tidak memiliki teman.

Terkadang dia bermain dengan sepupunya, Abin. Tapi saat di sekolah, dia kembali tidak punya teman karena Abin setahun lebih muda darinya.

Suatu hari orang tua Erik keluar kota untuk beberapa hari. Erik yang biasanya menurut, tiba-tiba berkeinginan keluar. Jadi dia diam-diam menyelinap dari pengawasan pembantu serta bodyguard keluarganya.

Erik berhasil keluar dengan sedikit kebohongan. Dia bilang kalau ingin melihat melihat paman tukang kebun bekerja.

Erik kecil sampai di taman bermain anak yang terletak tak jauh dari rumahnya. Dia memang sering memperhatikan taman ini sejak dulu.

Terlihat ada orang tua yang mengawasi anak-anaknya di pinggir taman sambil bercerita.

Erik sangat bersemangat.

Awalnya Erik sedikit malu, tapi dia membulatkan tekad. Dia pun menghampiri ayunan yang selama ini dia impikan. Kebetulan ada satu ayunan yang kosong. Dia menaikinya dengan susah payah, dan berhasil.

Kaki Erik mengayun-ayun. Wajah Erik sangat berseri-seri. Dia senang akhirnya bisa merasakan ayunan.

Tapi kemudian, ayunan Erik terasa ada yang mendorong. Di duga, seorang anak bertubuh besar tak di kenal yang mendorongnya.

"Aaaa!! T-tolong berhenti!!" Suara Erik gemetar ketakutan.

"Ahahahaha ahahaha!!!" anak itu terus mendorong dengan semakin kuat. Lalu meninggalkan Erik. Ayunan itu masih mengayun sendiri dengan kencang.

Para orang tua tak ada yang memperhatikan. Erik menangis di atas ayunan yang masih mengayun. "Huuu~ huuu~" sampai terisak-isak.

"YOHAN!!" suara teriakan anak kecil perempuan.

Duak!

Ayunan yang Erik naiki tiba-tiba berhenti. Erik terjungkal kedepan. Dia makin menangis.

Orang tua anak-anak mulai menyadari keributan dan menghampiri Erik yang sedang menangis, bertanya-tanya, dan juga ada yang menggendong Erik.

Sebagian berkerumun pada gadis yang sedang memeluk adiknya.

"HUWAAA~!! YOHAN~!!! HUWAAA~!!!" Dia menangis sangat besar.

Orang yang menggendong Erik mendekat ke gadis itu. Erik terkejut. Dia melihat anak laki-laki sebayanya berlumuran darah di bagian matanya. Erik menangis makin kuat. "Huweee~!!"

"Dimana orang tua anak-anak ini?"

"Iya, dimana? Bisa-bisanya ninggalin anaknya.."

"Parah sekali.."

"Kasihan.."

"Ugh, darahnya.."

"Jangan dekat-dekat nak.."

Kemudian anak laki-laki yang berlumuran darah itu di gendong oleh orang tua wali dan mereka membawanya bersama gadis tadi juga.

Erik yang terus menangis dan terkejut, akhirnya pingsan.

.
.
.
.
.

Bertahun-tahun Erik mencari informasi tentang anak bernama Yohan yang menyelamatkan dia. Tapi dia tak kunjung menemukannya.

Dulu Erik juga minta bantuan pembantunya mencari tahu apa yang terjadi. Pembantu Erik dengar dari orang yang berada di tempat kejadian. Katanya Yohan ingin menghentikan ayunan Erik. Tapi Yohan gegabah sehingga dia terlalu maju dan ayunan itu terbentur ke kepalanya.

Sejak saat itu, pembantu Erik bilang, anak itu tak terlihat lagi.

Walaupun Erik ingin melupakan kejadian yang mengerikan itu, tapi dia tidak bisa. Dia terus memikirkan anak bernama Yohan itu.

Kini Erik sudah memutuskan untuk mencari Yohan sendiri. Dan tak mau menuruti apa kemauan orang tuanya. Syarat dari orang tuanya, asalkan mendapat peringkat pertama. Maka Erik bisa melakukan apapun yang dia mau.

Pada dasarnya Erik memang pintar. Jadi mempertahankan peringkat satu, bukanlah hal yang sulit bagi Erik. Untuk saat ini.

Beranjak SMP, Erik berulang-ulang kali pindah sekolah mencari Yohan. Di seluruh kota. Dia juga meminta bantuan Abin.

Hingga Erik berhenti sekolah selama setahun sebelum dia beranjak SMA, untuk menenangkan diri. Tentunya terjadi pertengkaran karena hal itu.

Suatu hari, di tahun berikutnya. Abin memberi tahu bahwa ada anak bernama Yohan di sekolahnya. Dan ada bekas luka di samping matanya.

Erik bergegas menuju Bandung, tapi bertepatan dengan itu ayahnya menyeret Erik untuk ikut ke luar negri.

Dengan berat hati Erik terpaksa menuruti. Tak ada pilihan lain. Segala fasilitas Erik di tahan. Tak ada yang bisa Erik lakukan jika bukan karna keluarga. Dia sangat ingin cepat dewasa. Akhirnya dia belajar di luar negri selama setahun.

.
.
.
.
.

Hari pertama Erik sekolah di SMA yang sama dengan Abin. Dia berjalan ke kantin hendak membeli air. Sebelumnya dia berada di ruang guru untuk di tanya-tanyai, hingga membuat nya haus.

Selepas membeli air di kantin, Erik berjalan ke kelas "Lupa bawa uang? Ada-ada aja" gumamnya.

Di kelas Abin sedang membaca buku. Erik menghampirinya dan duduk di sampingnya. "Eh, mana fotonya Yohan? Lo udah dapet? Di kelas mana dia? Temennya ada berapa? Lo tau rumahnya?"

Abin menutup bukunya. "Maaf, gue bukan intel" Abin mengambil hp nya. "Gue dapet dari sosmed temennya" dia menunjukan foto dua laki-laki.

Erik melotot bukan main. Dia merebut hp abin. Lalu mengamati bagian sekitar mata dua laki-laki itu. Sekejap, Erik hilang dari hadapan Abin.

"Yohan.. bisa-bisanya tadi kita ketemu tapi gue ga sadar" sambil berlari tergesa-gesa.

Erik mengecek kelas XI B. Katanya tidak ada yang namanya Yohan disana. Dan ada seseorang yang bilang kalau Yohan di kelas C.

Erik bergegas ke kelas C. "Disini ada yang namanya Yohan?"

"AAAAAAAAA-eup" suara itu terdengar dari dia bangku sebelah dinding. Mata Erik langsung tertuju pada Yohan.

Erik segera menuju ke arah Yohan. "Lo ikut gue" menggenggam tangannya lalu menyeretnya. Erik tak sadar apa yang sedang dia lakukan.

"E-eh lo ngapa narik t-teman gue?"

"Dia ada utang di gue". Ide yang muncul entah dari mana.

.
. . .
. . . . .
. . .
.

Maaf isinya cuma flashback༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ

USURER [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang