3

337 28 5
                                    

"Ini akibat tidak mendengar perkataan ku" Dava berucap dingin sejak Vanya berhasil dia dudukkan ke atas tempat tidur. Ia pikir setelah wanita ini berenang  perasaannya akan senang namun nyatanya tidak. Kram kaki yang di alaminya saat berada di tengah-tengah kolam membuatnya dan Cella gelagapan setengah mati. Bayangkan saja, Cella tidak berpengalaman dalam berenang sehingga gadis itu panik dan berakhir meninggalkan Vanya untuk berlari memanggil dirinya.

Tadi hampir satu setengah jam lebih mereka berada di dalam kolam. Sempat beberapa kali ia datang menyuruh agar menyudahi namun Vanya tetap pada pendiriannya, meminta Cella tetap berenang sampai jam sepuluh.

"Maaf"

Dava hanya mendengus, tangannya terus saja mengurut kaki wanitanya. Mengabaikan bagaimana wajah memelas itu terus menatap sejak tadi.

"Sudah" Ucap Vanya lagi sambil menyingkirkan tangan Dava lalu bangkit ke kamar mandi.

"Jangan lama di dalam, diluar tengah hujan" Dava terlampau tahu kebiasaan Vanya yang akan berlama-lama di dalam sana hanya untuk menunggu buang air kecil yang katanya tersisa sedikit-sedikit.

"Iya!" Balas Vanya. Entah kenapa setelah permintaan maafnya terus saja di abaikan, dirinya ikut kesal. Entahlah, dia juga bingung dengan perasaannya.

Lima menit kemudian wanita itu keluar dan mendapati Dava masih di posisinya. Memandang lurus terkesan datar membuatnya mendengus.

"Berhenti menatap seperti itu" Ucapnya berusaha ketus.

"Malam nanti kau ikut makan malam di rumah keluargaku"

"Sendiri?"

"Ada Cella dan ibu juga"

"Kenapa kau tidak ikut?"

"Aku harus ke kantor sebentar, ada urusan"

"Katanya masih libur"

Dava diam. Ah, sepertinya Vanya terlalu banyak bicara.

"Aku malu bertemu keluargamu" Cicit Vanya namun Dava tidak menanggapi lagi, pria itu malah bangkit menuju kamar mandi dan membiarkan sang istri tenggelam dalam kekhawatirannya.

Entah mengapa setiap berbicara tentang keluar Dava, Vanya selalu merasa rendah. Dirinya yang masuk  di lingkup mereka karena kesalahan, pasti tidak mudah untuk di terima. Jadi bagaimana ia harus bersikap nanti?

°°°

Sejak sore sampai malam presensi Dava benar-benar tidak pulang. Urusan penting yang pria itu maksud membuat Vanya tidak sedikit menghela gusar. Apa yang harus ia lakukan nanti tanpa Dava? Hanya suaminya itu yang ia kenal dan bisa ia ajar bicara, tapi dia tidak ada.

"Sudah siap?" Cella tiba-tiba muncul di pintu kamar. Vanya menoleh lantas tersenyum lalu mengangguk dan bangkit.

Saat langkah mereka sampai di lantai satu, ternyata Fika sudah menunggu.

"Mengapa lama sekali? Kau pikir siapa kau harus di tunggu?" Semprot wanita itu.

"Perasaan tidak lama. Berhenti mencari masalah ibu" Cella menatap kesal ke arah Fika yang terlihat terkejut.

Diam-diam Vanya mengeratkan genggaman pada tangan sang adik ipar. Berusaha memberi kode untuk tidak memperpanjang.

"Maaf ibu" Ucapnya, berharap kekesalan Fika teralihkan.

Surreptitious Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang