11

224 19 3
                                    

Sejuknya pagi hari di tambah dinginnya AC membuat Vanya semakin mencari hangat dibalik besarnya tubuh Dava. Kepalanya mengusak dalam ke ceruk leher sang suami dengan tangan terpeluk di dada. Dengkuran halus menandakan bagaimana kenyamanan berhasil memeluknya sekarang. Sedangkan yang menjadi objek kehangatan kini tertawa pelan. Sudah sejak setengah jam lalu ia terus memandang Vanya yang masih tertidur. Sesekali tangannya menepuk lengan putih itu pelan dan jika wanitanya bergerak ia akan berhenti.

Jujur awal pernikahan ia pernah berpikir kontak fisik akan jarang terjadi karena hubungan mereka yang tiba-tiba, di tambah Vanya yang terlihat enggan membuatnya tak berani bersikap. Tapi sekarang siapa yang bisa menyangka jika dirinya bahkan tidak bisa menahan diri saat bersama wanita ini. Sikap Vanya yang terlampau menggemaskan, membuatnya ingin selalu menunjukan atensi.

Tengah asik memperhatikan, wajahnya sontak mundur kala netra Vanya perlahan mengerjap. Kepala wanita itu kemudian terangkat menatap sekitar, masih belum menyadari presensinya. Selesai menatap itu, kepalanya kembali jatuh dan kini tepat di lengan kanannya.

"Belum mau bangun?"

"Hm"

Kekehan kecil menguar. Tanpa takut, di letakannya lengan kiri pada lengan sang wanita lalu menepuk-nepuk punggung kecil itu.

"Bermimpilah lagi kalau begitu. Aku akan disini memelukmu sampai sesak"

Seolah kalimat tersebut sangat berefek, Vanya dengan cepat membuka mata. Melihat bagaimana suaminya begitu tenang menyambut paginya dengan senyum manis hingga sukses membuatnya bangkit.

"Apa yang kau lakukan?!" Teriaknya. Di raihnya selimut yang hampir terjatuh lalu memeluknya erat. Matanya menatap awas presensi sang suami yang kini ikut bangkit.

"Tidak usah lebay. Aku tidak melakukan apapun, paling hanya mengelus perutmu?" Dava memasang wajah usil.

Vanya jelas frustasi, ia tak sebebas itu untuk di sentuh setelah kejadian mereka dulu. Ia takut, takut Dava akan berlaku lebih setelahnya.

Melihat Vanya yang diam, Dava langsung tersadar.

"Tidak, aku hanya bercanda. Aku tidak melakukan apapun saat kau tidur"

Vanya hanya melirik. Perasaannya sedikit tak karuan. Sebenarnya ciuman semalam juga berhasil mempengaruhi pikirannya, sampai beberapa kali ia bergidik geli. Bukannya jijik, ia hanya belum terbiasa dengan sikap seorang pria seperti itu.

Sesaat kemudian ia menunduk, memainkan jari tangan gugup sebab ingin mengutarakan isi hati.

"Aku tak nyaman, Dava"

Dava mengernyit heran "Apa?" Tanyanya

"Maaf jika menyingung. Tapi jujur aku tak nyaman jika kau terlalu bersikap bebas padaku. Memang kita telah menikah, tapi tolong beri aku sedikit privasi dan jarak. Aku tidak bisa langsung terbiasa padamu"

Rasa senang dalam dada seolah langsung di rampas paksa, senyum yang sejak tadi menghiasi raut Dava luntur tak tersisa saat kalimat sang istri selesai tersampaikan.

"Apa yang kau pikirkan?" Atensi Vanya kembali menatap padanya.

"Kita ini orang asing yang tak sengaja bersatu Dava. Kita harusnya bisa bersikap layaknya orang orang itu di awal seperti ini. Tapi kau terlalu berani, aku takut"

"Kita orang asing?"

Mendapat pertanyaan itu, Vanya sontak diam. Bisa ia rasakan aura suaminya berubah total.

"Kau ingin kita bersikap seperti orang asing?" Dava mundur "Kau ingin begitu, Vanya?"

Tak ada jawaban hingga pria itupun akhirnya mengangguk. Inikah yang Vanya inginkan? hubungan mereka tidak harus lebih dari apa yang wanita itu jelaskan tadi. Oke!

Surreptitious Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang