22

216 16 3
                                    

"Cella"

Gadis yang baru memasuki ruang tamu itu menoleh menatap Fika dengan wajah sembabnya. Seolah bayangan kesakitan sang kakak kembali mencekik, matanya kembali berembun.

"Puas sekarang?!" Teriaknya tiba-tiba.

"Puas membuat Vanya semakin menderita, huh?! Sekarang dia kehilangan anaknya karena ibu!" Cella berteriak kesetanan sambil menunjuk Fika bengis.

"Ibu penjahat!"

Fika menggeleng dengan wajah basahnya.

Cella mangerutkan kening tak habis pikir "Sebegitu benci kah dengan menantu ibu sendiri? Dia hanya ingin bertemu suaminya, dia membawa makan siang untuk Dava, untuk anak ibu! Tapi kenapa mencegahnya seolah dia orang asing yang tidak berhak menginjakkan kaki di perusahaan suaminya sendiri!" Cella bisa merasakan dadanya semakin sakit karena menahan diri untuk tidak hilang kendali.

"Semua orang hancur sekarang! Dava,  Vanya, bahkan ibu Sera yang sudah mempercayakan anaknya pada keluarga kita, sekarang terus menangis di rumah sakit sana menunggu anaknya sadar tanpa bisa menyalahkan siapa-siapa! Apa ibu tidak memikirkan semua itu?!" Cella tercekat dengan tangisnya sendiri. Sungguh, jika tidak mengingat jika wanita di depannya ini adalah ibunya, mungkin sudah sejak tadi ia bersikap lebih kurang ajar dari sekarang.

Fika berusaha menggapai tangan Cella "Ibu tidak berniat mencelakainya, nak" Suaranya bergetar hebat

"Tapi buktinya ibu melakukannya!" Cella mengusap air matanya kasar

"Aku memang sudah curiga saat ibu tidak datang ke rumah sakit sejak tadi, jadi aku mencari informasi dari  Cctv yang ada disana dan melihat dengan mata kepala ku sendiri bagaimana ibu menarik dan mendorong Vanya kasar sampai masuk ke dalam lift itu!" Cella memberontak hingga menghempaskan tangannya menjauh dari jangkauan Fika.

Dada Fika mencelos sakit melihat bagaimana anaknya sendiri menbentaknya. Ini baru Cella, bagaimana dengan Dava dan Vanya nanti?

"Maafkan ibu" Sesalnya. Air mata semakin tidak terbendung.

Cella berusaha mengatur nafas meski masih terlalu sesak "Maaf dari ibu tidak akan mengembalikan semuanya. Bahkan jika ibu bersujud di kaki mereka pun tidak akan bisa. Tunggu sampai Vanya sadar, katakan itu padanya dan kita lihat apa dia mampu memaafkan ibu atau pergi meninggalkan keluarga kita"

"Ibu benar-benar keterlaluan" Isak Cella sebelum akhirnya pergi meninggalkan Fika yang semakin terisak di tempatnya.

"Aku hanya berusaha melindunginya, nak"

°°°

"Patah tulang bahu dan pinggang sebelah kiri menjadi salah satu cedera utama yang terjadi pada ibu Vanya. Kami sudah mengambil tindakan operasi dan waktu untuk pemulihannya tidak sebentar. Saat semuanya perlahan membaik nanti mohon selalu di samping istri anda karena efek-efek kecelakaan di tubuhnya pasti akan sangat membuatnya terguncang apalagi tentang kandungan. Stres pasca keguguran sangat umun dan pasti terjadi pada siapapun yang mengalaminya, jadi mohon selalu berikan sikap dan sifat positif demi menjaga mentalnya"

Dava tersenyum getir mengingat ucapan dokter semalam. Membayangkan bagaimana nanti mental Vanya saat menghadapi kenyataan yang ada membuat dirinya tidak tega. Dirinya pasti tidak akan sanggup melihat senyum manisnya yang biasa terpatri di wajah istrinya hilang begitu saja.

"Aku harus bagaimana?" Bisiknya sambil menatap wajah pucat Vanya. Tak sadar air matanya kembali menggenang membuatnya segera membenamkan wajah di telapak tangan Vanya.

"Semuanya menyakitkan, Vanya"

"Dava"

Dava berhenti terisak saat suara yang sangat ia kenali menyapa runggunya, Fika. Entah apa yang ia pikirkan, tubuhnya tetap membungkuk menyandar pada Vanya sebab terasa berat bahkan untuk menatap sang ibu.

Surreptitious Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang