2

473 29 0
                                    

Dua bulan sejak malam itu terlewati, kini gaun pengantin lah yang menjadi jawaban. Kesialan Vanya saat itu ternyata berujung pernikahan.

Awalnya ia ingin pulang ke panti asuhan setelah hari sial mereka, tapi Dava tidak membiarkannya. Saat itu sudah terhitung beberapa kali ia meminum pil dan meyakinkan Dava bahwa tidak akan ada yang terjadi, namun pria itu tidak pernah yakin dan tetap saja memantaunya. Sampai akhirnya satu bulan kemudian perasaan-perasaan aneh mulai menyapa tubuhnya, membuat Dava semakin menunjukan eksistensi bahkan sampai memaksanya menggunakan alat tes kehamilan.

Vanya jelas tidak mau. Dirinya yakin hal itu tidak akan terjadi! Pasti.

Tapi siapa sangka jika akhirnya ia menurut juga dan melihat sendiri fakta yang selama ini Dava wanti-wanti.

Dirinya positif hamil.

°°°

Vanya menatap nanar pemandangan dari balkon kamar Dava. Gaun pengantin masih membalut tubuhnya. Sejenak ia mengatur nafas berusaha menahan tangis mati-matian sebab tak mau menimbulkan masalah baru.

Dirinya telah resmi menjadi istri Dava, pria yang tak pernah ia sangka akan menjadi pasangan hidupnya itu sekarang berhasil mengikatnya dalam hubungan serius. Sejenak wajahnya tertunduk pelan, berpikir harusnya ini menjadi hari bahagia namun ternyata tidak berlaku sedikitpun baginya. Pernikahan diam-diam tanpa sosok Sera dan rasa tak suka mertuanya seolah menyorotnya sebagai perempuan paling miris.

Vanya bukan wanita jahat yang tega membiarkan ibunya tak tahu tentang pernikahannya, hanya saja posisi sekarang yang terlampau menyakitkan membuatnya belum siap memberi kabar pada wanita yang ia cintai itu, jika ternyata ia tengah mengandung bahkan telah menikah. Memikirkannya saja membuatnya sedih.

Pintu di belakangnya terbuka pelan, Dava masuk. Beberapa saat mata mereka saling bertemu lalu dengan cepat juga saling memutuskannya, membuat suasana kamar yang memang dingin bertambah lebih buruk.

Pria itu berlalu ke kamar mandi, terlampau cuek pada Vanya yang kini membeku.

"Dia menjadi dingin padaku" Lirihnya. Saat ingin duduk, wanita itu mengelus pelan perutnya yang kembali terasa bergejolak "Tolong jangan sekarang, aku lelah" Ucapnya, berharap bayi yang ada di dalam mengerti akan kondisinya saat ini.

"Kenapa?" Suara Dava tiba-tiba membuatnya terkejut.

"Astaga!"

"Maaf" Dava tersenyum kikuk "Kenapa memegang perut seperti itu?" Mata pria itu perlahan menatap kaku perut sang wanita.

"Mual"

"Ingin ku buatkan sesuatu?" Vanya menggeleng. Saat Dava ingin bersuara lagi, wanita itu dengan cepat berlari kearah kamar mandi. Suara yang berusaha mengeluarkan semua makanan terdengar begitu kentara di telinga Dava, membuatnya memutuskan untuk menyusul.

"Jangan di tahan jika masih ingin muntah" Pelan-pelan di elusnya punggung Vanya, sesekali mengurut leher belakang sang istri.

Mendengar kalimat itu, Vanya yang awalnya merasa tak enak kini tidak tanggung-tanggung mengeluarkan semua yang sejak tadi di tahan hingga berakhir sempoyongan.

"Sudah?" Vanya mengangguk

"Aku ingin mandi"

"Tidak"

Vanya menatap manik jelaga Dava "Aku banyak berkeringat hari ini, aku harus mandi"

"Tidak ada mandi malam" Dava berucap tegas "Ganti baju saja" sambungnya, tangannya terulur memberikan sepasang baju tidur berlengan panjang.

Surreptitious Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang