1. Siapa?

230 25 1
                                    


    Restoran Mada adalah sebuah restoran besar di ibu kota. Masakannya yang terkenal adalah sop buntut. Memang terdengar sederhana, tetapi rasanya tidak sesederhana itu. Menyajikan sop buntut untuk kapasitas restoran besar memang terdengar sangat sederhana. Sajiannya juga terkenal biasa. Meskip begitu, cita rasa makanan tersebut menjadi daya tarik tersendiri.

Koki yang selalu memasak itu adalah, Jena. Sudah kurang lebih sepuluh tahun dia mengabdi di perusahaan ini.

"Pagi semua!" sapa Jena begitu memasuki dapur.  Dengan pakaiannya yang siap untuk bertempur di meja dapur. Dia tersenyum lebar ke arah rekan timnya.

"Bu, tolong jangan keseringan senyum gitu, hati saya lemah loh, Bu," gurau seorang teman kerjanya.

Mario Yudhana. Mereka memilik waktu pengabdian yang sama di dapur Mada ini.

"Inget umur, Pak." Jena membalas tak senang. Sebab usia Mario dua tahun lebih tua darinya. Meskipun begitu wajah Mario tetap tampan dan kharismatik. Dia adalah asisten Jena di dapur. Sebagai kepala Koki Jena memiliki peran penting dan gaji yang sesuai.

Gadis itu meraih pisau dan bahan yang akan diolah. "Gue punya kabar baik, Yo."

Mario yang tengah memotong sayuran menghentikan gerakannya. Dia menoleh sekilas ke arah Jena. "Adek gue dapet beasiswa kuliah di kampus gede!" Dia berucap bahagia.

Maria mendengar itu turut bahagia. "Emang otaknya si Juna encer banget, ya. Salut gue tuh kepala kagak meledak."

"Adek gue punya pala dingin yang punya kekuatan menyerap ilmu dengan baik."

"Lo punya?"

"Kagak, sih." Jena menyahut enteng.

"Tapi Lo hebat," puji Mario.

"Oh kalau itu gue tahu banget,Jena gitu loh,"

Gadis cantik itu menyelipkan anak rambutnya dengan gaya sombong. Mario yang melihat itu mencebik tak suka.

"Semuanya!" Suara pria paruh baya itu cukup mengejutkan seisi dapur hingga Mario dan Jena langsung menoleh.

Semuanya menjauh dari meja dan mendekati pria setengah baya yang terlihat panik.

"Ada apa, Pak?" Jena bertanya dengan nada khawatir usai melihat wajah atasannya yang terlihat panik.

"Hari ini resto dibooking sama pengusaha besar PURA Group. Dia kasih kita bayaran setara dengan seribu porsi makanan termahal di sini." Pria itu mengatur napasnya sesaat. Bramantyo namanya, pria itu kemudian melanjutkan kalimatnya. "Saya harap kalian bisa menyajikan yang terbaik."

"Baik, Pak!"

Semua orang mulai sibuk menyiapkan hidangan terbaik. Sop buntut adalah menu utama yang mereka andalkan. Mario ditugaskan untuk menyiapkan Apetizer dan dessert, sedangkan Jena bertugas membuat menu utama dan juga minumannya. Dibantu dengan beberapa anggota dua orang itu berusaha membuat yang terbaik.

***

"Ini harus dihias lagi nggak, sih?" tanya Jena pada makanannya yang sudah selesai. Cukup lama mereka berkutat memberikan yang terbaik seperti yang diperintahkan.

Tiga anggota lain menggeleng. Andi berkata terlebih dahulu. "Udah bagus, Jen."

"Iya, masakan Lo nggak pernah gagal," timpal Mario.

Diana dan Rasya mengangguk. "Banyak yang suka sama makanan Mbak Jen, tenang aja."

"Masalahn kita nggak tahu selera pasti pemilik PURA Group ini!" keluh Jena frustasi.

"Ya, itu juga kan tujuan kita nyiapin semua yang ada di menu," ucap Rasya sembari melihat meja besar di dapur yang penuh dengan sajian makanan.

Semuanya masih baru selesai. Tinggal plating saja.

"Eh, itu mobil mahal itu orangnya bukan?" ujar Diana heboh. Dia yang bertugas mengintip sejak tadi.

"Iya!" Rasya memvalidasi.

Semuanya terlihat tegang.  Menatap ke pintu masuk dan keluar dapur. Menunggu waiters datang membawakan tulisan apa saja yang dipesan.

"Beliau cuma pesan sop buntut sama jus jeruk." Waiters menyebutkan menu yang dipinta begitu masuk ke dapur. Mario yang tidak percaya berjalan mendekat ke arah Dona—waiters.

"Serius cuma ini? Lo nggak salah denger, 'kan Don?"

"Kagak! Udah buruan dibuat!"

Semua orang langsung bergegas begitu Dona berseru. Mereka sejenak lupa tentang hidangan karena sang tamu kehormatan hanya meminta menu sederhana.

***

Pria dengan pakaian kantor lengkap berwana hitam menatap sajian yang ada di atas meja dengan serius.

Dia mengambil sendok yang ada di sisi mangkuk. Kemudian, mulai menyendok kuah sop.

Pria itu terdiam beberapa detik.

"Siapa yang membuat ini?" tanya pria itu dengan wajah serius.

Jena dan timnya yang memperhatikan dari dapur seketika tertegun kala mendengar suara dingin itu. Dia tidak banyak bicara, sekali bicara justru bertanya hal yang membuat Jena tidak bisa mengendalikan ketakutannya. Seumur hidup, sepuluh tahun dia bekerja dan memasak, dimaki dan dihina adalah makanan sehari-hari, tetapi kali ini, jika dia dimaki dan dihina. Bisa kacau semua rancangan hidup masa depannya.

"I-itu buatan kepala Koki di sini," jawab sang manager gugup.

"Bawa dia ke sini."

TBC

KOKI FOR MR.ICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang