Empat tahun kini berlalu untuk Ben, ia mulai meragukan semuanya, bukan tentang memori yang mereka buat melainkan keberadaan Terry yang mungkin berbeda dimensi.
Apa ini yang Terry rasakan saat menunggunya datang dari pintu itu
"Ben dengan ini kamu dinyatakan lulus saya ucapkan selamat."
Hidup Ben kini memang berubah, Setelah hubungan dengan Ayahnya membaik Ben meninggalkan rumah lamanya dan keluarganya, ia pergi berkuliah di cambridge sekaligus bekerja sebagai pegawai di toko roti.
"Thank you sir," jawab Ben sembari memberikan ucapan terima kasih dengan senyum lebar khasnya, Ben mengambil tasnya lalu beranjak dari kampus, ia mengendarai sepeda menuju toko bunga untuk merayakan keberhasilannya mengikuti tripos. Ia membeli sebuket bunga dan melanjutkan perjalanan untuk pulang ke tempat kosnya, Ben mengendari sepedanya dengan santai menyusuri jalanan yang tak terlalu padat sembari menikmati aroma manis dari beberapa toko roti.
Setelah hari itu ia tak tinggal diam, ia mencari Terry, ia berusaha pergi ke korea dan negara-negara lainnya dengan program pertukaran mahasiswa dan volunteer. Namun nihil Terry seolah tak pernah ada, apa benar mereka bisa bertemu sekarang? Ben sungguh merindukannya
Ben memarkirkan sepedanya di garasi, ia berniat langsung ke lantai dua namun panggilan pengurus kos menghentikannya
"Ben, hari ini ada surat untukmu cek di loker."
Ben mengernyit lalu kembali ke lobi depan, ia lalu membuka loker surat miliknya dan menemukan secarik amplop tergeletak
"Siapa yang ngirim surat hari gini biasanya chat bisa."
Ia membolak-balik surat tersebut sebelum akhirnya membukanya karena tak menemukan siapa pengirimnya. Dahi Ben kembali berkerut ketika isi surat tersebut dua alamat, rumah lamanya dan rumah sakit di brixton lalu sebuah fotonya tengah memandangi Terry yang rehearsal di atas panggung, ia ingat foto itu diambil oleh Kaiden.
Krieet—
Ia menoleh ke arah pintu gudang kos yang terbuka, kakinya berjalan ke arah pintu dengan perlahan, penuh rasa penasaran seolah rasa ini begitu familiar
Apa benar?
Ia bisa kembali ke tempat itu?
Tangannya menyentuh kenop pintu lalu berjalan masuk ke sana, ia berpindah ke sebuah rumah sakit yang begitu familiar, rumah sakit besar brixton, ia mendekati jendela yang menyajikan kota brixton persis seperti terakhir kali ia ingat
Apa dengan begini ia bisa kebetulan bertemu dengan Terry, apa Terry masih hidup? Ben menyusuri lorong rumah sakit sembari melihat nomor kamar di selembar surat tersebut yang bertuliskan nomor 22, ia berbelok ke kanan melewati beberapa ruangan hingga sampai di depan ruang kamar rawat bernomor 22
Ben menarik nafasnya dalam-dalam menahannya sejenak kemudian menghenbuskannya dengan lebih tenang, saat baru akan menyentuh kenopnya suara seseorang mengenjutkannya.
"Sedang apa kamu?"
"A-aku mencari—"
Ben tertegun saat ia berbalik mendapati seorang pemuda seumuran dengannya memakai baju pasien dan infus yang masih melekat di punggung tangannya. Tatapan pemuda itu sangat asing terhadapnya, seolah mereka tak pernah mengenal.
"Mencari siapa?" lanjutnya
Ben semakin erat mengenggam buket yang ia bawa tadi, Terry, Terry William kini sudah berada di depannya, meski tinggi mereka kini sama Ben tak akan pernah bisa lupa mata bambi khas orang itu.
"Apa kamu tidak mengenaliku?"
Terry sedikit menghela nafasnya, "Maaf aku koma 7 tahun dan baru bangun kemarin, jadi tidak mungkin mengenal beberapa orang yang baru."
Ben menatap Terry dengan tatapan penuh kecewa, koma 7 tahun apa selama ini ia berada di dunia koma Terry? Dan jika terbangun Terry tak akan mengingatnya sedikitpun?
"O-oh begitu, mungkin aku salah orang, ya sudahlah aku pergi dulu, gelang yang bagus."
Ben beranjak dari sana melewati Terry yang benar-benar tidak mengenalinya, pertemuan mereka hanya melibatkan dua orang jadi jika itu hanyalah mimpi mungkin benar. Ben mempercepat langkahnya, semakin cepat agar air matanya juga tak ikut menetes
BRUGH!
Ia tersandung— membuat buket yang dibawa tadi berserakan, semua orang menatapnya dengan kasihan. Seperti anak laki-laki yang ditolak gadis.
"Sial!"
"Sial sekali!" Ben memunguti bunga tersebut, air matanya yang tak mau mengalah juga perlahan luntur membasahi pipinya, "Sial kenapa kamu malah lupa, apa tidak ada seorangpun yang mengingatnya?"
Ben segera bangkit dan berjalan ke arah pintu yang tadi ia masuki, setidaknya mengetahui Terry masih hidup dan baik-baik saja itu sudah lebih dari cukup.
Ben memutar kenop tersebut perlahan dan dengan sedikit rasa ragu
Ben merasa ini waktunya kembali ke kehidupan masing-masing dimana seharusnya mereka berada, ketika ia sudah pasrah tangan Ben tiba-tiba ditarik
"Tunggu!"
Ben yang kehilangan keseimbangan karena berbalik terlalu cepat akhirnya menarik orang tersebut hingga menubruknya dan terjatuh ke tempat di balik pintu
BRUGH!
"Kamu—" kalimat Terry terhenti saat mereka berada di hamparan rumput hijau yang begitu luas
Mereka berdua lalu berdiri dan berbalik ke belakang mendapati sebuah gubuk tua yang berlumut termakan usia, tempat itu menuntun ke memori hari itu bagi mereka berdua.
"Sonoma, kalifornia, Amerika..." Terry beralih menatap Ben, "...dan kamu Ben Skylar..."
Ben kembali tertegun saat senyuman Terry muncul, senyum khas dan mata bambi cokelat yang masih sama saat mereka bertemu pertama kali.
Sekarang semuanya nyata, mereka berada di waktu dan tempat yang sama bersamaan. Ben memberikan pelukannya pada Terry, "Dasar, kamu membuatku takut..." suara serak itu diikuti tawa lepas yang terdengar begitu lega dan bahagia
"Kamu benar-benar nyata."
"Ya iyalah! Aku mencarimu kemana-mana sungguh... berharap dibalik pintu itu kamu akan muncul."
Terry membalas pelukan Ben, tadinya ingatan soal Ben benar-benar hilang seolah tak pernah ada namun saat melihat gelang yang terikat di tangannya Terry ingat semuanya.
"Thanks Terry untuk ingat semua itu."
Seorang penjelajah akan terlupakan, kecuali ada orang ketiga yang menjadi saksi mereka bertemu setelah garis waktu pertemuan berakhir.
TAMAT—