Baru sampai di parkiran rumah sambil menggendong Kamal, rupanya ada Satria yang sudah duduk di depan rumah sambil minum kopi.
"Oi, dari mana?"
"Selesai kerkol, kenapa?"
"Bawa Kamal?"
Bayu menghela nafas "Iya, udah gue mau masuk dulu lo kalau mau nongki besok aja."
Satria menatap Bayu yang berjalan melewatinya, "Yok gue traktir makan aja di luar gue mau cerita."
"Sat, gue mau istarahat udah makan juga, lo mending pulang kalau cuma mau ajakin nongki." jelas Bayu.
"Lo dari kemaren kenapa sih, gue ajak nongkrong gak mau, makan bareng ditolak, motoran juga bilangnya sibuk." Karena merasa kesal dengan silent treatment, Satria akhirnya bertanya.
"Gue sibuk nugas, udah deket ujian juga." jelas Bayu lagi, kemudian berniat masuk ke dalm rumah.
"Nugas? Bukan karena punya teman baru gue ditinggalin?"
Langkah Bayu terhenti, "Gue salah apa sampe ada temen baru aja gue ditinggal gini, gue lihat lo akrab banget sama montir apaanlah itu."
"....."
"Bay, jawab d—"
"Gue capek tau gak." nada Bayu terdengar begitu kesal, sungguh kesal seperti sudah muak.
"Capek dengerin masalah lo yang muter-muter cuma itu doang tapi gak selesai, hidup lo itu luas, Sat."
"Lo punya rumah, punya bapak sama ibu, belum temen lo bejibun, soal pacar juga cewek banyak yang gak toxic, Sat."
"Lo kok jadi bandingin gitu, katanya lo temen gue masa dengerin curhatan—"
"Gue temenan sama lo untuk cari bahagia, Saat bareng lo, gue harap bisa lupain masalah gue sejenak."
Bayu bergeleng, "Tapi nggak, bareng lo sebagai temen terlalu sulit, ketika gue cari lo untuk seneng bareng, lo cari gue pas lagi susah doang."
"Pas seneng gue juga dilupain, sejak SMA lo selalu gitu."
"Bay, jangan egoislah gue gak lupain lo."
Bayu rasanya ingin meledak dikatain egois, dia itu sedang membenahi hidupnya yang sebatang kara cari sesuap nasi pun susah tanpa mengeluh, malah dikatain egois.
"Kalau cuma pengin bahagia dari temenan sama lo egois, iya gue egois, makasih udah klarifikasi!" Bayu menaikan nada bicaranya, membuat Satria sadar akan kesalahannya selama ini pada Bayu.
Cklek—
Bayu menutup pintu rumahnya, meninggalkan Satria yang merasa patah hati di sana. Bayu tak pernah mengira berteman dapat sesulit ini, apa salah jika dia berteman untuk cari bahagia?
Satria memarkirkan motornya di sebuah kafe, dia datang untuk nongki bersama teman-teman sekelasnya seperti biasa.
Ia memesan kopi dan duduk bersama mereka, ia duduk dan menyalakan rokok. Setelah hembusan pertama tempat itu sangat hening seolah mereka sengaja mendiamkan Satria.
"Kalian pada kenapa?"
Satria memandangi mereka satu persatu, mereka kemudian enggan menatap balik Satria.
Satria kemudian terkekeh, "Gara-gara temenan sama Bayu?" Ia lalu mematikan rokoknya, "Emang sialan kalian cuma bisa tebar gosip doang bikin muka orang lain jelek, pantes dosen kasih nilai C."
Mereka masih diam hingga Satria memutuskan untuk pergi dari sana, ia lalu mengambil ponselnya dan secara tak sengaja menekan kontak Bayu. Ia dia berniat mengirimkan pesan pada Bayu.