'Fragile'

181 11 0
                                    

Hal pertama yang Adrian jumpai saat melangkahkan kedua kakinya masuk ke dalam unit apartemennya adalah Miwa yang berdiri dengan lesu, wajahnya tampak kusam, kedua bahunya yang biasanya tegap menyapanya sekarang turun. Pintu itu ia tutup, melepaskan sepatu dan menaruh tas kerjanya ke sembarang tempat sebelum berjalan cepat mendekati Miwa. Dengan sigap, Adrian menahan badan Miwa yang hampir merosot dan jatuh ke lantai. Direngkuhnya badan yang lebih kecil itu kemudian, dengan cepat Miwa turut memeluk badan Adrian begitu eratnya. Kepala Miwa ditenggelamkan di atas dada yang lebih tua, menghirup dalam-dalam wangi Adrian yang ia rindukan.

"Kenapa disini Sayang? Kan udah Mas bilang, tunggu di kamar aja," celetuk Adrian sembari meraih belakang kepala Miwa untuk diusap perlahan. Si April itu kembali bergerak gusar di dadanya, sepertinya benar-benar tak nyaman dengan keadaannya sekarang namun Miwa juga tak mau bergerak satu inci pun dari dirinya. "Ayo ke kamar aja," ajak Adrian lembut, namun bukannya mendapat persetujuan atau sekadar anggukan dari Miwa, justru yang lebih muda itu menggeleng cepat. "Masih mau peluk Mas, aku kangen," lirih Miwa tak begitu jelas lantaran bibir yang lebih muda itu tidak bisa bergerak bebas karena masih menempel dengan dada bidang Adrian.

"Kita pelukan di kamar ya abis Mas mandi?" tawar Adrian lontarkan sarannya kepada Miwa yang lagi-lagi menggeleng, tak setuju dengan pernyataan Adrian. "Lama Mas, aku mau sama Mas... Aku ikut mandi aja ya?" jawab Miwa sembari mendongakkan kepalanya ke atas, tatap wajah Adrian dari bawah. Suara helaan napas panjang itu kemudian terdengar, tentu dari Adrian yang sudah mulai kehabisan akal dan juga kesabaran. Pasalnya Miwa sedang demam cukup tinggi sekarang, tapi si Pirang itu justru bersikeras ingin sambut Adrian di depan pintu— Padahal Adrian tahu Miwa tak punya kekuatan begitu besar saat ini. Tapi disinilah mereka sekarang, berpelukan di depan pintu.

"Jangan ya Sayang, Miwa tunggu di kasur aja ya? Mas cepet kok mandinya..." Tolakan keras dari Adrian buat Miwa semakin lesu di dalam rengkuhan yang lebih tua. Setelah beberapa saat, Miwa pun akhirnya mengangguk setuju karena Miwa tak berniat untuk membuat masalah. Setelah kesepakatannya dengan Miwa, Adrian pun membopong badan yang lebih muda dan berjalan menuju kamar mereka. Dengan perlahan, Adrian letakkan badan yang lebih kecil dari miliknya itu. Sempat ia taruh punggung tangannya di atas dahi yang lebih muda, terasa panas. Miwa kali ini tak sekadar membuat drama belaka, namun Miwa benar-benar sakit. Dengan telaten, tangan Adrian menarik selimut menutupi badan yang lebih muda. "Sebentar ya Sayang..." ujar Adrian lembut setelah memberi sebuah kecupan di dahi Miwa.

Sebelum Miwa merengek lagi, Adrian pun bergegas menuju kamar mandi. Tangannya melucuti bajunya sendiri dan mandi dengan kecepatan maksimal. Usai dengan urusan bersih-bersihnya, Adrian pun melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arah lemari. Memilih satu pasang baju ganti secara asal dan berlarian keluar dari kamar untuk mengambil tas kerjanya yang masih tergeletak mengenaskan di depan pintu.

"Mas..." panggil Miwa lirih tatkala Adrian masuk ke dalam kamar lagi. Adrian pun menjawab dengan lembut, "Iya Sayang sebentar ya, Mas cari obatnya dulu." Cukup lama Adrian bergelut di hadapan kotak obat itu, yah berhasil buat Miwa nyaris emosi sendiri karena Adrian benar-benar tak tahu posisi barang-barang yang ada di tempat tinggalnya. "Di kotak yang satunya Mas..." ujar Miwa pelan, nyaris tak terdengar namun pendengaran Adrian yang cukup tajam itu berhasil menangkap kalimat Miwa. "Ah, iya disini ternyata..." monolog Adrian sembari mengambil satu butir parasetamol dan bergegas menuju Miwa lagi.

Dengan telaten, Adrian bantu Miwa untuk duduk sejenak. Obat sudah dikonsumsi, satu gelas air putih juga tandas, sekarang waktunya Adrian balurkan minyak telon di badan Miwa. Perlakuan Adrian yang jauh lebih lembut dari biasanya— Tapi memang selalu lembut sih, itu buat Miwa terkekeh pelan lantaran dirinya merasa seperti menjadi seorang bayi lagi, "Sayang cepet sembuh ya, Mas enggak bisa kalo liat Miwa sakit... Cepet sembuh biar bisa godain Mas lagi," ucap Adrian menyelipkan candaan di kalimatnya yang terdengar serius. "Peluk aku..." pinta Miwa lirih sembari membuka lebar kedua tangannya. Mana bisa Adrian menolak permintaan yang lebih muda?

Adrian pun turut berbaring di tempat kosong sebelah Miwa berada, masukkan Miwa ke dalam rengkuhannya yang erat sambil beri usapan lembut di punggung dan beberapa kecupan di puncak kepala. Tak bisa Adrian pungkiri, dirinya benar-benar khawatir tatkala melihat notifikasi missed call dari Khafi karena benar saja, saat Adrian membuka room chatnya dengan sahabat kekasihnya itu terdapat sebuah foto yang tunjukkan Miwa terbaring lemas di atas kasur. Untung saja Sang Dewi Fortuna sedang memihak pada dirinya, karena pekerjaannya hari itu sudah hampir selesai— Yah, tidak merubah fakta bahwa dirinya harus mengerjakan tanggung jawabnya dengan tergesa dan dipenuhi dengan rasa gelisah yang membuncah.

Adrian yang bergelut dengan pikirannya sendiri itu kembali sadar saat Miwa tiba-tiba dorong badannya untuk menjauh dan bergerak untuk memunggungi dirinya. "Kok dilepas Sayang? Kenapa? Tadi katanya mau dipeluk..." ujar Adrian sembari berusaha tarik Miwa mendekat lagi, namun usahanya seakan sia-sia karena Miwa hanya akan menjauhi Adrian lagi. "Mas jangan deket-deket aku... Nanti Mas sakit, terus enggak bisa berangkat kerja, terus nanti kerjaan Mas keteteran..." jelas yang lebih muda sambil bergerak menuju sisi lain dari ranjang, menjauhi Adrian yang sedang menatap punggung sempit itu. Kali ini si Maret yang bergerak maju, dekati Miwa untuk kembali direngkuh dari belakang.

"Miwa baru sakit, terus Miwa pikir Mas bakalan peduliin itu semua?" celetuk Adrian sebelum menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher yang lebih muda, buat Miwa menggeliat tak nyaman sembari berusaha tolak afeksi Adrian mati-matian. "I'm one thousand percent healthy, Mas enggak akan ikutan sakit, percaya deh," imbuh yang lebih tua bersamaan dengan tangan kanannya yang melingkar kian erat di pinggang Miwa dan beri usapan lembut di perut yang lebih muda.

Miwa masih bergeming, tak mau lontarkan jawabannya. Kedua matanya yang panas itu menatap lurus ke arah jendela yang ditutupi gorden. Kedua tangannya ia kaitkan dan ia jadikan sebagai bantalan, tak mau meraih tangan Adrian untuk digenggam seperti biasanya. "Tapi kalo Mas sakit gimana?" celetuk Miwa lirih, ragu-ragu saat hendak membalikkan badannya dan balas pelukan Adrian. Si Maret itu tertawa kecil, lantas mengusapkan ibu jarinya di pipi yang lebih muda dengan perlahan. "Ya udah kalo Mas sakit nanti Miwa yang jagain Mas, gimana?"

Kali ini Miwa mendengus saat mendengar penuturan yang lebih tua, lalu beri sebuah hadiah berupa cubitan kecil di punggung tangan Adrian. "Kok malah dicubit sih Sayang, tadi kayanya khawatir banget loh?" protes Adrian cukup lantang. Miwa pun menjawab dengan nadanya yang kesal, "Mas kalo sakit lebih ribet daripada aku," ujar yang lebih muda buat Adrian langsung membalikkan badan Miwa untuk menghadap dirinya, "Mas pasti bakalan clingy banget, lebih clingy daripada aku," imbuh Miwa sembari mencubit gemas hidung mancung Adrian.

"Soalnya Miwa anteng Mas pelukin kalo Mas sakit doang," sahut Adrian memberikan pembelaan atas perilakunya, buat Miwa lagi-lagi mendengus kesal. "Peluk aja gapapa, tapi jangan nindih dong," jawab Miwa ketus dan cukup bersemangat, mungkin Miwa pun lupa fakta bahwa beberapa menit lalu tenaganya hampir terkuras habis. Bibir Miwa yang mengerucut itu lalu diberi beberapa kecupan sebelum dihentikan paksa oleh yang lebih muda. "Mas, aku baru sakit!" Namun, Adrian tampak tak menghiraukan peringatan dari Miwa karena yang selanjutnya dilakukan oleh Adrian adalah melumat bibir Miwa sejenak.

Bugh. Suara pukulan di dada Adrian itu terdengar cukup jelas, Miwa benar-benar kerahkan kekuatannya agar Adrian berhenti mencumbu ranumnya bergantian. "Ish, Mas! Dengerin enggak sih kalo aku ngomong?" Bibir Miwa yang masih setia mengerucut itu kembali diberi kecupan sebelum Adrian menjawab sang kekasih. "Iya, dengerin kok Sayang..." ujar Adrian lembut sembari mengusap pipi dan bibir Miwa dengan ibu jarinya secara bergantian. "Aku sakit aja masih diapa-apain," sungut Miwa membuang muka ke sembarang arah.

Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Miwa, Adrian pun terkekeh pelan, "Diapa-apain? Kaya gitu mah enggak ada apa-apanya buat Miwa," timpal yang lebih tua, masih setia membelai setiap inci wajah Miwa yang panas. "Harusnya mah aku disayang-sayang kalo mau aku cepet sembuh," gerutu Miwa yang masih kesal namun tampak menikmati afeksi yang sedang ia terima.

"Perlu Mas tempelin stiker fragile juga enggak berarti?" Pertanyaan yang baru saja Adrian lontarkan buat Miwa mendelik kesal, maksudnya tak sejauh itu. "Ya enggak sampe segitunya lah!" seru Miwa buat Adrian lagi-lagi tertawa, entah mengapa buat Adrian sempat lupa Miwa nyaris terduduk lemas di depan pintu masuk. Miwa pun sama. Melupakan fakta bahwa suhu tubuhnya belum turun banyak, namun eksistensi Adrian di sekitarnya tentu bantu dirinya merasa lebih baik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sugar and Spice -  HOONSUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang