Meski harus terluka pada bagian telapak tangan karena menggenggam pedang milik Reys, itu tidak masalah dibanding kehilangan nyawa. Namun, Reys seakan tidak bersungguh-sungguh menggunakan pedangnya untuk membunuhku. Hal tersebut terlihat jelas dari gerakannya yang tidak mengincar titik vital. Bisa kusimpulkan kemungkinan besar ia hanya sekedar mengancam.
Tebasan-tebasan pedang dari Reys tidak mendarat pada diriku karena dengan sigapnya aku menghindar. Bukan hanya menghindar, aku juga mengambil kesempatan saat Reys hendak melayangkan kembali pedangnya dari sisi samping. Yang kulakukan hanyalah menunduk, membiarkan tebasan pedang Reys melayang di atas badanku yang posisinya lebih rendah sekarang. Lantas, kaki jenjang panjangku yang bebas bisa dengan mudah kuarahkan pada bagian lutut lelaki jangkung itu.
Bisa kudengar suara Reys yang mengasuh, jelas sakit karena tendanganku begitu kuat hingga terdengar suara retak tulangnya. Di kesempatan tersebut, aku bisa dengan mudah melayangkan serangan kedua yaitu tinju bagian perut. Lalu ketika Reys tertunduk akibat serangan itu, aku memintal lengannya dan mengambil alih pedang dalam genggamannya. Sekarang, bukan lagi aku yang diancam oleh Reys melainkan sebaliknya. Aku meringkus Reys dari belakang, kuposisikan pedang di lehernya, mata pedangnya menyentuh kulit leher Reys dan sedikit memberikan luka gores dari ketajamannya.
"Jangan main-main denganku, Reys," ucapku sedikit memberikan penekanan.
Suara kekehan Reys terdengar di telingaku, hal ini membuatku berdecak kesal. Apalagi saat dengan gilanya Reys malah berkata, "Ayo mati bersamaku, Ann."
"Kau benar-benar sudah gi–AARRGGHH!"
Dasar manusia sialan gila! Ingin aku mengumpat senyaring mungkin seperti itu. Namun, aku tidak bisa bersuara hal lain selain hanya berteriak takut saat Reys mendorong tubuhnya sendiri ke belakang dan berakibat aku ikut terjungkal bersamanya. Yang menjadi sumber ketakutanku adalah kenyataan bahwa Reys dan aku terjun bebas ke dalam jurang.
Jurang mengerikan yang dasarnya saja tidak bisa aku lihat. Jurang dengan kedalaman tidak bisa kuprediksi. Mengerikan. Membayangkan aku akan jatuh ke dasarnya membuatku gemetar hebat hingga suaraku tak lagi muncul dan tersisa keheningan. Mataku terpejam duluan bahkan sebelum aku mendarat. Atau mungkin, aku bisa saja mati sebelum tiba di dasar.
Pikiranku seburuk itu tadinya. Sebelum aku merasakan keheranan luar biasa. Aku tidak mati? Bermenit-menit berlalu semenjak aku memejamkan mata untuk menekan rasa takutku akan kematian. Namun, aku tidak merasakan apapun. Tidak sakit, tidak terbentur, tidak mati tentunya karena aku masih bisa berpikir hingga detik ini. Lambat laun, aku bisa merasakan kakiku yang menempel pada sesuatu yang keras. Seperti bidang datar.
Kuputuskan membuka mata dan mendapati diriku dan Reys berada di atas tanah. Posisi kami berdiri di lokasi semula. Benar, semula. Di pinggiran jurang tempat motor Reys terparkir sempurna.
"Apa yang ...?" Aku tidak bisa mencerna situasi. Jelas saja tadi aku jatuh dari jurang dan malah baik-baik saja dalam keadaan berdiri.
"Ayo lakukan sekali lagi." Reys tersenyum saat mengatakan itu sambil menghadap ke arahku.
Belum sempat aku menjawab ucapannya, ia sudah memelukku dan membawaku terjun bebas ke jurang itu lagi. Lantas, hal yang terjadi berikutnya adalah kembali ke tepian jurang dalam keadaan baik-baik saja. Reys tidak hanya melakukannya satu kali melainkan berkali-kali. Sensasi jatuh dari jurang itu membuatku mual hingga tidak tahan sampai memuntahkan sosis bakar yang kumakan saat sebelum bertemu Admin Administrasi.
"Sialan." Aku mengumpat.
"Hahahah! Menyenangkan bukan? Sangat menyenangkan. Ayo terjun sekali lagi. Lagipula kita tidak akan mati meski terjun ke sana." Reys dengan ide gilanya itu patut untuk kuabaikan.
"Sialan," umpatku lagi. Tidak ada sesuatu lainnya yang bisa kukatakan selain itu.
"Kau mengumpat terus dari tadi. Jadi bagaimana? Masih mau terjun lagi?" Reys bertanya, mungkin lebih menjurus ke bercanda. Tidak mungkin ia datang ke mari membawaku hanya untuk main terjun bebas berulang kali.
"Sudah bukan waktunya untuk itu, kan?" Aku mencoba mengalihkan topik ke arah yang lebih serius.
Reys lantas membantuku berdiri akibat rasa pusing yang menyerang setelah berulang kali tak terhitung jumlahnya melompat ke jurang dalam. Meskipun pada akhirnya selalu mendarat sempurna di tepian lagi. Kami berdua tidak berbicara dalam hitungan menit dan hanya memandang kejauhan dengan pikiran masing-masing. Di ujung sana, gunung-gunung es tampak menjulang, hutan-hutan di sekelilingnya juga lebat. Aku baru saja menyadari sesuatu hal yaitu, mengapa hutan hijau bisa tumbuh lebat di sekitar gunung es?
Meski wilayah di depan sana putih beku tetapi aku tidak merasakan kedinginan sama sekali. Suhu di sini normal, sama seperti suhu di Real G. Perihal itu, aku jadi teringat lagi pada ucapan Reys sebelumnya tentang ujung dunia Real G. Reys tidak berkata apa-apa untuk sekian detik tetapi ia memperlihatkan benda apa saja yang dibawanya ke mari.
Aku tercengang tidak menyangka bahwa ada banyak senjata yang Reys bawa. Akan tetapi, benda tersebut menjadi transparan karena dikendalikan oleh chip dan terhubung pada ponsel milik Reys. Saat Reys mengaturnya agar tidak terlihat, senjata-senjata yang sudah dikelilingi medan gravitasi hingga bisa melayang itu menghilang dari pandangan. Teknologi ini sama seperti milik Real G.
"Bagaimana bisa?" Aku bertanya terheran. Tidak habis pikir.
"Aku mencuri beberapa data milik Real G lalu membuatnya sendiri. Tentu saja ada beberapa hal yang aku modifikasi agar lebih canggih daripada buatan Real G." Ia menjelaskan.
"Tindakanmu ini termasuk ilegal." Aku memberitahu.
Para pejuang Real G dilarang memiliki persenjataan diluar yang disediakan oleh organisasi. Meskipun jika itu adalah buatan sendiri, jika Real G sampai mengetahui tindakan Reys saat ini maka sudah bisa dipastikan seluruh kepunyaannya ini akan disita. Lebih-lebih kemungkinan akan dipenjara.
"Aman jika kau tidak buka mulut." Reys masih dengan entengnya berbicara.
"Sistem keamanan tidak akan selamanya bisa kau tipu." Aku balas menanggapi.
Lelaki jangkung bertubuh tegap dengan status Kesatria Magis itu seketika terdiam. Jika ia bisa membangun semuanya selama ini tanpa ketahuan oleh Real G karena percaya diri pada pengamanan dan kecanggihan alat-alat buatannya, tetapi organisasi lambat laun tetap saja akan mengetahuinya. Ada banyak senjata beterbangan di sekitar Reys, pendeteksi gedung mungkin bisa dikecoh tetapi tidak lagi jika seandainya nanti Real G memperketat keamanan dan mengeluarkan detektor lebih canggih.
Mengabaikan pembicaraan tentang senjata itu, Reys menyuruhku untuk memperhatikan area perhutanan dengan lebih detail melalui teropong. Aku hanya menuruti saja kemauannya dan fokus melihat ke arah yang ditunjuk oleh Reys. Yang kulihat di sana hanyalah segerombolan kambing hutan. Mereka berkumpul di satu tempat di tengah hutan yang pohonnya tidak terlalu rapat.
"Itu hanya sekumpulan kambing," kataku.
"Lihat lebih jelas dan perhatikan apakah itu benar segerombolan kambing? Apakah benar itu kambing-kambing hidup?"
Aku cukup terkejut mendengar penuturan Reys. Lebih terkejut lagi dengan apa yang aku saksikan melalui teropong. Segerombol kambing itu tidak bergerak sama sekali, ada yang kepalanya sedang mengendus rumput sekitar, satu lagi seperti berjalan tetapi tidak bergerak, satu lagi justru telentang. Telentang? Iya, benar. Satu kambing ada yang telentang seperti patung. Tidak goyah apalagi jatuh. Bukan hanya ada yang telentang, tetapi ada juga kambing melayang. Fenomena lucu hingga aku tertawa hambar menyaksikan itu.
.
🌐
.
A/N : Hal yang membahagiakan untukku di malam ini adalah deadline challenge yang diperpanjang 😭🙏🏻 Masih ada sedikit tambahan hari untuk bisa menamatkan cerita ini. Besar harapanku untuk bisa tamat apalagi sudah mendapatkan kelonggaran. Semoga kesibukan dan kemalasanku bisa dikontrol dengan baik. 🙏🏻
Terima kasih untuk kalian yang sudah menyempatkan waktunya membaca cerita ini. 🙏🏻
Salam hangat,
🌹Resti Queen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Game [END]
ActionAnn Gladiolas Strong tidak mengerti dengan kehidupan monoton yang selalu ia alami. Jatuhnya meteor selalu membawanya pada titik awal kehidupan. Atau kematian akibat monster juga selalu membawanya ke titik awal ruang persiapan. Di tempat Ann saat ini...