Informasi yang disampaikan jendela status seratus persen benar. Otot monster ini dilapisi oleh sisik sekeras besi. Tak heran pedang yang kugunakan langsung patah ketika mencoba untuk menancapkannya pada monster sialan ini. Namun, dengan begitu, aku bisa menjadi cukup yakin untuk menggunakan pedangku pada bagian apa di serangan selanjutnya. Setelah meneliti dengan berlarian di atas punggung monster yang bergerak-gerak tak teratur ini, aku menemukan ada celah di sekitar sisiknya. Sisiknya akan terangkat sedikit setiap kali ia bergerak, selain itu juga ada satu sentimeter jarak antara sisik satu dan sisik lainnya. Itu amat sangat cukup untuk menancapkan atau menggores dengan pedang yang lebih tajam.
Senjata yang kubawa bukan hanya satu jenis atau pun satu buah. Cukup banyak dan beragam. Namun, pilihanku masih sama menggunakan pedang karena efektif untuk menyiksa lawan sebelum benar-benar membawanya ke dalam kematian. Ada sensasi kesenangan yang aku nikmati setiap kali menyiksa dan mengiris monster pemakan manusia terkutuk ini. Apalagi saat ini aku sudah mengiris celah di antara setiap sisik layaknya sedang mengiris daging hewan. Raungan monster petir ini dapat kembali terdengar memekakan telinga. Sengaja kucongkel satu persatu sisik di punggungnya dengan kasar agar ia semakin kesakitan dibuatnya. Aku melakukan hal itu dalam ritme yang cepat agar tidak memakan waktu. Masih ada banyak monster yang harus kubasmi di zona Gluttony sesuai dengan misi.
Lantas, sesuai dengan yang sudah aku perkirakan, monster petir ini memiliki sihir memunculkan petir dari tubuhnya dan aku sudah bisa menebak bagian mana yang akan memancarkan sihir tersebut. Bagian berduri atau yang menjulang tegak. Ekor yang berbentuk gada serta tanduknya yang panjang.
Untuk menjangkau diriku yang berada di atas punggung monster, tentu opsi yang dipilih monster ini pun adalah ekornya. Ia melayangkan ekornya yang sudah diselimuti kilatan-kilatan petir itu tinggi-tinggi. Arah dari layangan ekor itu mengarah tepat pada diriku yang masih berdiri di punggung monster itu sendiri. Aku bisa memastikan bahwa monster ini tidak memiliki otak sehingga sangat bodoh. Dengan sengaja aku tetap berada di tempat tanpa berniat pindah sedikitpun agar ekornya tetap mengarah ke sini.
Sesuai yang sudah kuduga, ekor panjang dengan ujung berbentuk gada yang sekarang mengeluarkan petir bertegangan tinggi itu mendarat di punggung monster itu sendiri. Tepat setelah ekornya hampir saja mendarat, aku dengan mudahnya berpindah tempat tak jauh dari keberadaan monster itu dengan teleportasi. Alhasil, monster itu kembali meraung kesakitan akibat punggung yang sudah kukuliti dengan pedang itu justru gosong oleh kekuatannya sendiri.
Seakan kehilangan akal, si monster sekarang hendak menyerang membabi buta dengan sundulan. Tentu saja kepala yang memiliki dua tanduk panjang itu juga sudah diselimuti oleh sihir petir yang kuat. Namun, tidak cukup kuat untuk menembus tameng yang aku gunakan. Sebuah tameng yang berasal dari jam tangan, muncul di hadapanku membentuk seperti perisai berwarna biru terang dan transparan.
"Kerusakan yang diterima, nol persen." Suara sistem memberitahuku.
"Padahal kau itu monster level B. Sangat mengecewakan menghancurkan satu perisai virtual saja tidak mampu." Aku bergumam.
Rasanya kesenangan melawan monster yang tadi menyelimuti sekarang sudah menguap tak bersisa. Alih-alih merasa senang atau bersemangat, aku sudah mulai bosan. Ini sudah cukup untuk dijadikan sebagai waktu main-main. Sudah waktunya mengakhiri monster bodoh dan lemah yang masih saja menyundul-nyundulkan kepalanya pada perisai padahal jelas tidak berguna.
Dalam area perlindungan perisai itu, aku mengambil senjata andalan yaitu Riffle Super Mod56. Peluru ledaknya terisi penuh ditambah lagi dengan posisi monster yang tepat di depanku akan sangat mudah untuk dijangkau. Selain itu, monster bodoh itu juga tidak ada ancang-ancang akan kabur meski aku sudah menodongkan senjataku ke kepalanya.
Aku menekan pelatuk. Sistem subsonic yang ada pada senjata membuatnya tidak mengeluarkan suara. Hanya sedikit suara gesekan antara udara dan lesatan peluru yang bisa kudengar. Hanya dalam hitungan satu detik, peluru dari Riffle Super Mod56 yang kugunakan sudah bersarang tepat di kepala monster petir. Aku melihat dengan jelas adanya lubang di dahi monster petir pasca aku melepaskan tembakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Game [END]
ActionAnn Gladiolas Strong tidak mengerti dengan kehidupan monoton yang selalu ia alami. Jatuhnya meteor selalu membawanya pada titik awal kehidupan. Atau kematian akibat monster juga selalu membawanya ke titik awal ruang persiapan. Di tempat Ann saat ini...