Bel pulang sekolah berbunyi Jenna memasukkan peralatan sekolahnya kedalam tas nya, Luna yang melihat itu mengerutkan dahinya karena tidak biasanya Jenna buru-buru seperti ini.
"Kau mau kemana? terlihat terburu-buru sekali" tanya Luna.
"Aku mau interview pekerjaan, karena kebetulan aku lolos tahap awal dan sekarang kebagian interviewnya" jawab Jenna membuat Luna mengangguk-angguk paham.
"Mau bareng aku aja? nanti aku anterin ke tempat interview kamu itu" tawar Luna. Mereka terlihat berjalan beriringan menuju gerbang depan.
Jenna menggeleng pelan dengan senyumannya, "Tidak usah, aku bisa naik sepeda ku kok. Kamu duluan aja itu udah di jemput"
Luna melirik kearah supir nya yang sudah berdiri di depan pintu mobil, lantas ia menghela nafas kecil. "Yasudah kalau begitu aku duluan, kalau ada apa-apa telfon aku ya!" Jenna mengangguk sambil mengangkat dua ibu jarinya.
Setelah Luna sudah pergi Jenna segera menuju tempat dimana sepedanya di simpan, ia mencari-cari nya dan matanya membulat karena sepeda milik nya sudah hancur.
Kedua ban nya yang sudah terlepas dari tempatnya, rantai nya yang sudah lepas juga. Badan Jenna lemas melihat sepedanya seperti ini, siapa yang dengan jahat melakukan ini kepadanya? apa ia pernah berbuat jahat juga kepada mereka?
Suara tawa kencang membuat Jenna mengangkat wajahnya, terlihat dua perempuan yang menghampirinya dengan tawa yang mengejek. Jenna tidak tahu siapa mereka.
Kedua wanita itu mendekat, "Sepeda jelek lo ini rusak ya? kesian deh, emang seharusnya kayak gini" wanita dengan rambut sebahu itu berucap dengan nada mengejek membuat Jenna semakin menunduk, ditambah kaki dia menginjak kaki Jenna dengan keras, sakit itulah yang Jenna rasakan.
"Jenna lo itu ga pantes sekolah disini, orang miskin kayak lo ga pantes. Merusak pemandangan tau ga?!" Wanita satu lagi dengan rambut yang di kuncir satu itu mendorong Jenna membuat Jenna terjatuh.
Wanita dengan rambut sebahu itu menginjak paha Jenna membuat paha putih terlihat bekas sepatu. Jenna hanya bisa diam, ia lemah, ia tidak berani melawan.
Dia agak berjongkok mengambil gunting dan mengunting-gunting seragam putih Jenna. "Jangan.." lirih Jenna dengan suara bergetar.
"Untung aja gue ada acara jadi lo masih aman deh, bay bay Jenna cantik!" Mereka berdua pergi meninggalkan Jenna yang terduduk dengan baju seragam yang sobek, Jenna memeluk tubuhnya sendiri karena ia takut dalamnya akan terlihat.
Ia hanya bisa menangis meratapi dirinya yang di injak-injak oleh mereka, ia tidak bisa melawan karena ia takut.
Untung saja disini tidak ada siapapun, karena Jenna biasa memarkirkan sepedanya agak pojok, agak jauh dari milik orang lain.
Saat hendak berdiri ia melihat sepasang sepatu di depannya matanya mendongak melihat siapa pemilik sepatu ini, dan itu adalah Taehyung?
Pria itu melepas jaket hitam miliknya lalu memakaikannya ke tubuh Jenna, "Terimakasih tapi aku tidak bisa memakai jaket milikmu" ucap Jenna pelan.
"Nurut bisa ga? bra lo keliatan jelas"
Setelah mendengar perkataan Taehyung, Jenna segera memakai jaket itu dan merapatkan nya ditubuhnya. Ia menunduk malu karena Taehyung harus melihat pakaiannya seperti ini.
"M-makasih.."
Tanpa menjawab Taehyung melengos pergi, Jenna langsung berdiri tertatih mendekati sepedanya, dan menangis.
Taehyung yang memang belum sepenuhnya pergi itu melihat Jenna yang menangisi sepedanya. Taehyung mendekat kearah Jennie lalu menarik tubuh wanita itu agar bangun.
"Sepeda lo udah rusak gabakal bisa seperti semula lagi" ujar Taehyung dengan nada dingin.
Jenna menatap sedih sepedanya, sepeda pemberian ibunya yang hancur berkeping-keping itu. "Tapi aku bakal bisa benerin kok" kekeuh Jenna.
"Ck! gabia! lo mending pulang aja, ini tuh udah dijadiin sampah"
"Kamu gatau ya seberapa berharganya sepeda ini buat aku?" Jenna berucap.
"Iya gue gatau, jadi mending sekarang lo pulang dan ganti baju" titah Taehyung.
Jenna pergi meninggalkan Taehyung, ia menangis bukan karena perkataan Taehyung tetapi karena sepedanya dan juga dirinya yang sangat menyedihkan ini.
Taehyung melihat kepergian Jenna, wanita itu terlihat kecil ditambah memakai jaketnya yang besar membuat tubuhnya tenggelam. Taehyung terkekeh kecil tetapi ia langsung memasang wajah datar kembali dan menyusul Jenna.
"Pulang bareng gue, ga mungkin lo naik umum dengan pakaian lo yang kayak gini"
"Aku udah pake jaket kamu" timpal Jennie.
"Tetep aja, ikut gue" Taehyung menarik lengan Jenna, wanita itu hanya pasrah ditarik tampa protes sedikit pun karena ia sudah lelah.
Saat sudah di depan mobil berwarna hitam itu Taehyung membuka pintu mobil lalu menyuruh Jenna masuk dan ia mematuhinya.
Selama di perjalanan tidak ada pembicaraan apapun, Jenna yang sibuk memandang keluar dan Taehyung yang fokus menyetir.
"Siapa yang lakuin ini?" tanya Taehyung memecahkan keheningan diantara mereka.
Jenna melirik Taehyung lalu kembali dengan kegiatan semulanya. "Aku gatau" jawab Jenna.
Di dalam mobil itu kembali hening, Taehyung merutuki dirinya kenapa menanyakan hal itu kepada Jenna? kenapa ia harus peduli seperti ini, ia hanya kasihan tidak lebih.
"Disini aja" ucap Jenna.
Taehyung menoleh, "Emang udah sampe?" tanya nya.
"Deket kok tinggal jalan dikit udah sampe rumah aku, makasih Taehyung udah kasih tumpangan sama pinjemin jaketnya. Ini aku balikin lagi" Jenna hendak melepaskan jaket Taehyung tetapi pria itu mencegahnya.
"Jangan, lo pake dulu aja nanti lo balikinnya bisa kapan aja"
Jenna mengangguk lalu tersenyum, "Sekali lagi makasih"
Jenna hendak membuka pintu mobil tetapi Taehyung mencegahnya, "Bentar, nih gue ada seragam putih buat lo aja masih baru kok"
"Gausah Taehyung, aku nanti bisa beli kok" tolak Jenna halus.
"Gue gasuka penolakan!" tekan Taehyung.
Jenna menunduk lalu mengambil seragam putih itu, "M-makasih.." ucap Jenna pelan, setelah itu ia pergi.
Taehyung yang melihat kepergian Jenna menghela nafas, "Bego kenapa lo malah buat dia takut sih!" monolog nya.
to be continued..
kalo ada penulisan kata atau apapun itu yang salah harap maklum yaa hehe!!
makasih yang udah setia nunggu cerita inii, lope lopeee♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Me Gustas Tu
Teen FictionJenna gadis cantik yang terlahir dari keluarga yang serba berkecukupan membuat dirinya harus bekerja paruh waktu, dimasa gadisnya ini seharusnya anak seusianya sibuk bermain dan belajar tetapi itu tidak berlaku untuk dirinya sendiri.