*****
Terkadang dia bertanya-tanya, apakah Tuhan itu benar-benar ada atau kah itu hanya omong kosong yang diciptakan oleh manusia?
Seseorang pernah mengatakan jika saat bayi lahir ke dunia, dia akan menggenggam takdir yang akan dijalani sampai dia mati. Sepertinya anggapan itu benar, dia telah menggenggam takdir buruk sejak dilahirkan, sebuah hal yang menggerogotinya seumur hidup.
Haruno Sakura kesal, frustasi, depresi benar-benar berada di ujung kesabaran dan tekanan mental yang dialami selama ini. Dia sudah muak dengan hidupnya, dia sudah menyerah dengan masalah yang datang tanpa berhenti.
Beberapa jam lalu, dia dipecat dari pekerjaannya karena rentenir datang menagih ke tempatnya bekerja. Saat pulang beberapa rentenir lain datang ke apartemennya dan membawa beberapa tagihan dan surat keterangan jatuh tempo. Mereka pulang dengan bentakkan dan ancaman akan memotong semua jari-jarinya jika dia tidak melunasi pembayaran selama tiga bulan yang berjumlah 50 juta, belum bunga yang berkali lipat.
Tidak ada lagi tersisa barang di rumahnya, hanya ibunya yang jalang terduduk di atas kursi dengan sebotol alkohol di tangannya. Ibunya, Mebuki, awalnya meminjam uang untuk bisnis usaha. Kemudian bisnis yang dikelolanya mengalami kerugian beberapa kali. Mebuki melarikan dia alkohol, entah bagaimana dia menjadi obsesi ke minuman keras itu dan menjadi kecanduan. Selain kecanduan pada minuman, dia juga kecanduan berhutang kepada rentenir. Entah dia menghabiskannya untuk apa sehingga berani mengambil hutang sebanyak itu. Dirinya menjadi orang yang harus membayarkan semua hutang wanita itu dengan gaji yang tak seberapa. Dia lelah, tubuhnya remuk dengan dua atau tiga pekerjaan yang dia ambil dalam sehari. Entah sudah berapa tahun berjalan, dia seperti mesin rusak yang terus bekerja. Dia tidak bisa menikmati hidupnya, tidak bisa makan makanan enak, membeli baju untuk dirinya sendiri, atau sekedar membeli barang-barang yang dia inginkan. Dia tidak lagi mempunyai impian, kekejaman takdir merenggut seluruh jiwanya yang terlontang lanting dalam keterpurukan.
Sakura pikir setelah mereka melarikan diri dari ayahnya yang pemabuk dan kecanduan obat-obat terlarang, hidupnya akan berubah. Namun sebaliknya, semakin berat.
Bahkan untuk menangisi keadaan hidupnya yang selalu saja menderita, dia tidak punya air mata lagi yang tersisa. Sudah sejak lama penderitaan yang dialami selama hidupnya. Saat mereka masih bertiga, ayahnya selalu saja memukul dirinya dan ibunya tiap kali, pria bajinga iu mabuk. Dia harus putus sekolah, mereka dijauhi oleh keluarga, diasingkan.
Tidak sekalipun dia pernah bahagia dalam hidupnya. Seolah dia diciptakan hanya untuk menderita dan menerima semua takdir buruk.
Tapi, mungkin ini akhirnya.
Sakura berdiri di pembatas gedung itu, dia bisa melihat pemandangan di kota Konoha yang cerah. Suara kendaraan, ataupun musik yang berdentum diantara gedung-gedung. Satu langkah lagi, maka hidupnya akan berakhir. Dengan begini dia tidak akan menderita, semua rasa sakit yang mencekiknya akan menghilang.
Inilah saatnya.
"satu lagi orang bodoh yang ingin mengakhiri hidupnya..."
Suara itu menghentikan langkahnya, satu tarikan di lengan kanannya membuatnya terjengkang kebelakang dan jatuh menghantam lantai yang keras.
"Ugh.."
Sakura tidak sempat memaki orang yang menghentikan percobaan bunuh dirinya, hatinya sudah terlalu sakit dengan keadaan.
"hei gadis gila, jika kau melompat disana. Kami akan menjadi tersangka pembunuhan.." suara itu berbeda dari suara pertama.
Sakura mendongak, dia bisa melihat dua pria yang tengah berdiri menjulang menatapnya dengan sinis. Seorang yang memiliki kulit putih pucat dengan rambut merah lurus hampir menyentuh bahu, matanya berwarna abu-abu keunguan. Ada lagi seorang pria bertindik di hidung dan telinga dengan rambut oranye dan mata sapphire sipit yang tajam, dia menyeringai ketika menatapnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
S E L F
Fiksi PenggemarWARNING ALERT⛔🔞 ●This story contains adult content, profanity and violence● "mau jadi anjingku?" "Uang adalah segalanya, bahkan jika harus menjadi anjing tidak masalah untukku.." "aku hanya ingin hidup tanpa aturan seperti seekor anjing" Haruno Sa...