EP. 3 : IKY DAN CINTA?

395 39 37
                                    

Sudah menjadi fakta bahwa Gyuvin mengenal sahabatnya; Ricky dengan baik. Cukup dari tingkah, intonasi dan bahasa tubuh, Gyuvin sudah tau kalau semisal Ricky sedang lapar, sedang takut, sedang berbohong dan juga ketika sedang dilanda kegelisahan.

Nah, itu dia.

Anaknya lagi gelisah.

Itu bisa ketahuan dari mata Ricky yang seakan-akan berlapis selaput kabut, membuatnya nampak seperti melamun. Kepalanya akan sering menunduk, dan jika berbicara, kata-katanya seperti dikulum di dalam pipi---suaranya seperti sedang kumur air. Dan jangan lupa, sudah pasti ia tak akan melepaskan gandengannya dengan Gyuvin. Mau tangannya lengket karena keringat atau berminyak setelah makan gorengan... gak ngaruh.

Kesimpulannya; di saat gelisah, anak itu tidak sanggup ditinggal merasa sendiri.

"Kamu lagi kepikiran apa?"

Gyuvin bertanya pelan-pelan, kebetulan jalan raya sedang tenang walaupun saat itu lagi panas-panasnya jam pulang sekolah. Biasanya lalu lalang lalu lintas cukup memekakkan telinga. Apalagi kalo udah ada knalpot brong. Hih.

Ricky tetap membungkam, namun kemudian mengeluarkan suara mendengung, oh, bergumam. Berarti ia sedang mempertimbangkannya. Jangan salah paham, biasanya mereka saling menceritakan apapun yang tengah menghinggapi benak masing-masing. Gak ada rahasia-rahasiaan, hampir blas.

Gyuvin sabar-sabar aja kok, jika untuk mendapatkan jawaban, ia harus menunggu. Ini sama sekali bukan tentang kenyamanan atau bahkan kepuasan dirinya, melainkan untuk kebaikan Ricky sendiri, karena kapasitas daya tampung kepala atau hati anak itu untuk menampung unek-unek kurang luas. Yah, kasus paling parah mungkin ia sekedar akan menangis dan menjadi galau dan terus menempel pada Gyuvin, tapi jika bisa dicegah, kenapa tidak?

Hmm, oke,... mungkin yang mengganjal hanya tangan Gyuvin yang terasa agak terlalu lengket untuk terus bergandengan akibat keringat, tapi nyatanya Ricky sama sekali tidak mempermasalahkannya, seperti yang sudah dijabarkan sebelum ini. Mereka berdua secara harfiah pernah bermandikan lumpur... gara-gara jatuh bersama saat hujan-hujanan.

"Iky tau kan kalo Ibin selalu ndengerin? Setiap kali Iky ada masalah?"

Agaknya suara Gyuvin yang pelan dan sama sekali tidak berkesan menuntut membantu menenangkan gejolak tak mengenakkan dalam perut Ricky.

"Oke."

Wah, akhirnya Ricky tersenyum lagi...! Sebenarnya, sejak Gyuvin bertemu dengan anak itu di depan kelasnya siang-siang sore itu, mukanya sudah sangat sangat suram, dan karena itu, Gyuvin juga ikut merasa tidak enak, bahkan untuk bernapas santai saja merasa bersalah. Sedih, memang,... tapi Gyuvin harus bisa menutupinya supaya Ricky merasa nyaman dan ditemani.

"Sebenernya nih ya,... kalo Ricky mau nyimpen dulu sendiri tuh juga gak papa. Eh, ini bukan berarti aku gak mau dengerin kamu cerita ke aku, lho, ya. Ini tuh maksudnya,... kamu jangan ngerasa kayak... lama-lama cerita ke aku itu kayak kewajiban. Aku ini temenmu, bukan interogator---atau investigator. Apapun itu. Kamu cerita itu bener-bener dari hati buat nyampe ke hatiku, bukan laporan. Aku kepingin kamu ngelakuin semua yang kamu lakuin sebagai keputusan terbaikmu, biar aku bisa lebih menghargai kepercayaanmu buat aku. Jadi, pokoknya aku ini nduluin apa yang nyaman buat kamu, oke? Apapun yang terjadi, kamu yang aku nomer satukan."

Ricky hampir nangis gara-gara terharu. Dia sama sekali gak pernah merasa kalau cerita ke Gyuvin itu kewajiban yang mengekang, tapi lebih kayak kewajaran yang sudah semestinya. Hampir tanpa berpikir, pasti mulutnya sudah lebih dulu berceloteh dan menumpahkan apapun isi hatinya.

Makanya, Ricky itu sebenernya mudah ketebak,... tapi juga nggak ketebak. Sudah pasti bakal ada sesuatu yang akan dia lontarkan, tapi pasti itu sesuatu yang diluar dugaan, atau nalar, atau prediksi.

MENG IKY!! ㅣ RICKY SHEN & KIM GYUVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang