EP. 4 : IKY DI MASA DEPAN?

286 25 43
                                    

WARNING !! berubah genre dikit
.
.
.
.
.
.
.
.

Sekitar 12,1 tahun kemudian,...

Kira-kira, lah...

Gyuvin berkacak pinggang di tengah-tengah kediamannya yang mungil, di sebuah perkampungan ramah anak dan kucing. Ia tersenyum puas melihat huniannya bersih dan rapi berkat kerja kerasnya sendiri. Ubin keramik lantainya yang bermotif marmer nampak kinclong dan keset tak berminyak, yang jika ditapaki dengan cara tertentu akan berdecit saking bersihnya. Setiap sudut ruangan tak terdapat debu menumpuk yang mengesalkan. Mungkin tidak ada kesan mewah dan mahal dari perabot dan interior rumahnya, tetapi semuanya berfungsi secara maksimal.

Di luar sana, matahari bersinar dengan terang, di atas langit yang biru cerah. Cuaca seperti inilah yang disukai Gyuvin. Hangat dan sedikit berangin, karena rasanya nyaman jika ia memutuskan caring; mandi matahari---berjemur, bukan kipu karena dia bukan kucing. Lelaki muda itu suka mandi di pagi hari segera setelah subuh, maka ia tak akan tertimpa penderitaan 'sumpek kena panas matahari pagi gara-gara pliket belum mandi'. Dia selalu memulai hari dengan banyak gerak supaya tubuhnya terasa segar dan bugar, karena itu bagus untuk motivasi menjalani kesehariannya, pikirnya.

Gyuvin bertepuk tangan sekali. Setelah rumah bersih, baru dia akan merasa nyaman untuk mulai memasak. Ia akan membuat tumis kangkung sederhana dan sambal resep khas ibunya. Rencananya ia juga akan menggoreng ikan layang untuk lauk. Ia menyiapkan semua peralatan dan bahan dengan rapi, sebelum mulai mencuci kangkung, tomat dan cabai yang baru saja keluar dari kulkas. Sebenarnya Gyuvin punya preferensi untuk mencuci bersih semua sayuran sebelum masuk ke kulkas, kok. Sekedar kelupaan. Ia pribadi yang giat menjaga kebersihan---dengan sungguh-sungguh.

Di atas sebuah wakul yang dialihfungsikan menjadi tirisan, Gyuvin mulai memisah-misahkan daun kangkung yang masih basah setelah dicuci. Untuk melakukannya, ia memakai gunting dapur lama yang sudah berfungsi dengan baik sejak remaja menjelang kelulusan SMA.

Ah, masa SMA... batin Gyuvin. Tak ada yang istimewa, jujur saja. Hanya pertemanan biasa dan banyak banyak tekanan tugas dan lain-lain yang memuakkan. Ia jadi ingat momen di mana ia mendapat kelompok yang tak tau diuntung dan tak punya tanggung jawab. Mereka diberi tugas proyek yang jelas-jelas perlu urunan biaya, tetapi para anggota resek tersebut membuat berbagai alasan untuk menghindari pembayaran hutang. Kesal dah Gyuvin, dia walau bukannya melarat banget tapi ya tetap aja bukan anak dari keluarga lebih. Justru para cecunguk itu yang kentara suka njajan sana sini, udah kayak autopilot aja ga pake mikir 'duh ortu ane gimane ye'. Brengsek banget, Gyuvin sampe sekarang aja masih nyinyir kalo nginget-nginget kejadian itu. Yang bikin tambah sedih itu mama papa Gyuvin yang sabar bisa nerima. Gimana nggak mau maju ke tarung, coba?

Setelah selesai mitili kangkung, Gyuvin lanjut mengupas bawang dan brambang dan membaginya menjadi dua kelompok, yaitu kelompok cah kangkung dan kelompok sambel,... udah jelas, sih. Gyuvin penggemar masakan gurih yang gurih banget btw, makannya suka nge-spam masakannya pake bawang putih.

Pagi itu sunyi, Gyuvin suka. Tidak ada tangisan mengesalkan balita manja atau kicauan Lovebird yang serasa melubangi telinga. Ia bukannya benci burung, ya... sekedar gak kuat aja sama pekikannya jenis burung satu itu. Paling nggak yang sesekali menguji hati Gyuvin itu kucing tetangga yang kalo dateng pas banget sama jadwal masak ikan. Beruntung kalo kepalanya bisa dipisah, tapi kalo ga bisa kan ya gimana gitu... meang meong kek siapa aja. Dan, katakanlah nyinyir ya tapi kucing belang telon yang suka berkunjung itu agak sombong, soalnya gak mau makan isi perut ikan. Kebiasaan makan whiskas kali. Tapi untung aja meng yang itu lagi gak jadwal berkunjung, Gyuvin lagi kurang punya hati buat ngusir. Atit, teriris hati nuraninya.

MENG IKY!! ㅣ RICKY SHEN & KIM GYUVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang