EP. 7 : KIBIN OLENG?

104 9 0
                                    

iinget yahhh author bukan ahli fisika apalagi guru fisika akwksk enjoy aja. dan maaf juga, kadang author venting di karangan author sendiri ^^; enjoy!!
.
.
.
.

"Mau pesen aja?"

"Nggak, Kibin..."

Ricky mendesah pelan. Niatnya dia berbagi cerita tentang si guru fisika yang baru mengajar di kelas, sayangnya ia seringkali mendapati Gyuvin tidak fokus. Mau itu fokus matanya yang bergeser atau seperti barusan ini; tiba-tiba berceloteh menawarkan satu piring tambahan---itu semua benar-benar tidak seperti Kibin kesayangan meng yang biasanya. Bisa jadi ini salah satu momen out-of-character seorang Kim Gyuvin---toh dia hanya manusia muda beranjak remaja, dia punya kekurangan dan kesalahan.

Oke, mungkin kita perlu detail lokasi dan suasana, ya?

Pagi yang cerah agak panas di hari Sabtu, langit biru azure dengan gumpalan awan-awan membulat berwarna putih seperti kapas berhamburan. Angin bertiup lumayan kencang, ditemani hawa panas terik yang membuat kulit mengering---namun di sinilah dua bocah kita, mengunjungi warung kecil yang menyajikan rujak cingur. Lumayan, lho..., untuk bisa menemukan citarasa Jawa di desa transit pertambangan di pulau Kalimantan yang hanya memiliki satu jalan lurus beraspal. Mungkin rujak cingur terlalu padat untuk dianggap njajan, tapi Gyuvin sudah terlanjur rindu dengan masakan satu ini. Ia suka dengan masakan sayur yang bisa berbunyi slurp ketika dilahap---contoh lainnya adalah cah kangkung (yang ditemani pindang goreng dan sambal terasi, dilengkapi nasi yang pulen).

Berhubung Gyuvin masih punya sisa angpao, ditambah meng Iky manis imut yang sama sekali tak keberatan ikut berjalan kaki, alhasil iapun sukses memuaskan obat rindunya. Perpaduan cingur kenyal dengan kangkung segar dan tahu tempe goreng yang gurih menggiurkan, irisan nanas ditambah timun dan bengkuang juga lontong yang mengenyangkan, disiram saus kacang petis dengan pesona rasa khasnya dari pisang klutuk..., jujur saja mulut Gyuvin sudah berliur selama berbulan-bulan hanya memikirkan menu satu ini. Oh ya, jangan lupa pesan ditambah lombok satu biar sedep, soalnya kalo tiga ntar kapok bolak-balik kamar mandi. Nggak pedes nggak Gyuvin deh lama-lama.

Gyuvin suka-suka aja kalo Ricky setuju ditraktir. Masalahnya.... Ricky ngaku gak suka rujak cingur. Patahlah hati seorang Kim Gyuvin. Dia sudah nyoba nawarin, juga bersedia suapin satu dua lima kali buat tester supaya si meng berubah pikiran, tapi hasilnya nihil. Malahan meng Iky kayaknya ngambek, deh.

Kenapa?

Iya kan tadi Ricky sudah merasa nggak diperhatiin, itu karena Gyuvin bolak-balik ngelirik ke arah seorang pemuda, seorang anak laki-laki yang kemungkinan lebih tua dari mereka berdua, bisa jadi menduduki bangku SMA. Bukannya menghipnotis atau apa, hanya saja remaja itu nampak bersungguh-sungguh menjalani tugasnya; mengelap meja, me-refill tisu, juga siap meracik dan menyajikan minuman, atau sekedar menyambut pelanggan tanpa rasa malu. Juga, kalau tidak salah, ia juga terlihat menyapu pojok trotoar. Kita akui mungkin kegiatan tersebut sederhana, bukan termasuk pekerjaan bergengsi, tapi Gyuvin sendiri menyadari itu semua krusial; bersih-bersih, siap menggerakkan badan kesana-kemari, berinteraksi secara wajar...

Tanpa memahami pentingnya pekerjaan sederhana, waduh... itu artinya kamu gak bisa tandang gawe, mau kamu dapet profesi berkelas kayak apapun. Malu donk, ...mosok pegang sapu, pel sama lap aja gak mau?

Wanita yang dapat diasumsikan adalah ibu dari si pemuda berhadapan dengan layah, menguleg racikan bumbu kacang dengan lihai. Beliau nampak awet muda, pesona cantik khas Jawa terpancar dari wajahnya. Gyuvin telah mengamati bentuk hidung mereka yang mirip hampir sama, mirip seperti paruh burung pemakan biji-bijian; batang hidung tinggi dengan beauty mark di salah satu sisi, radix nasi cenderung tebal. Itu fitur wajah mereka yang paling mencuri perhatian. Sungguh keluarga yang sehat... dan rupawan, nampaknya!

MENG IKY!! ㅣ RICKY SHEN & KIM GYUVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang